Tak Masukkan di Hati biar Tidak Gila

Rabu, 06 Agustus 2014 – 04:52 WIB
SARAT PENGALAMAN: Basuki saat diwawancarai di kediamannya, Senin (4/8). Foto: Kardono/Jawa Pos

HASIL hitung cepat tim sukses Basuki menyebutkan bahwa dia memperoleh 30.803 suara. Secara matematis, Basuki bisa melenggang ke Indrapura, sebutan untuk gedung DPRD Jatim. Tapi, tidak berarti dia bisa menarik napas lega. Pekerjaannya belum berakhir.
--------------
Kardono Setyorakhmadi, Surabaya
--------------
”Bagian tersulit dari seorang caleg adalah untuk menjaga suaranya tetap utuh,” ucap Basuki. Dalam pileg, sering ada cerita pencurian suara. Juga karena banyak yang bertarung, suara yang hilang itu tidak jelas ke mana. Terlambat sedikit, seorang caleg yang semestinya lolos bisa jadi tidak lolos.

Karena itu, hingga rekapitulasi KPU Jatim berakhir pada awal Mei lalu, Basuki terus berada di tempat tersebut. Mengawasi perolehan suara. ”Jangan sampai roti sudah di depan mata diambil orang,” katanya sambil tergelak.

BACA JUGA: Dikira Pelihara Tuyul karena Pekerjaan Tak Jelas

Akhirnya, KPU pun menetapkan dia sebagai salah seorang anggota DPRD Jatim untuk periode 2014–2019 dari dapil Jatim 1 (Surabaya-Sidoarjo). Dari daerah pemilihan itu, dia terpilih bersama Bambang Dwi Hartono.

Bambang yang mantan wali kota Surabaya dan wakil wali kota Surabaya itu ”bukan orang lain” bagi Basuki. Mereka pernah menjadi sahabat karib hingga rival bebuyutan di bidang politik. Basuki dan Bambang D.H. pernah menjadi politisi muda yang cukup cemerlang dari banteng moncong putih, PDI Perjuangan.

BACA JUGA: Kedekatan Titiek Soeharto dengan Prabowo Selama Pilpres

Di dapil tersebut, Basuki berada di peringkat ketujuh pengumpul suara terbanyak. Bukan catatan yang mengesankan memang. Tapi, itu adalah bukti bahwa Basuki belum tamat. Tersingkir secara politik di PDIP dan pernah masuk penjara tak membuat bapak tiga anak tersebut hilang dari dunia politik.

Hanya, Basuki memang masih mengenang bahwa periode 2000–2003 merupakan periode paling kelam dalam karir politiknya. Padahal, pada 1999 dia cukup berkibar. Saat menjadi ketua DPC PDIP itu dia berhasil meraih kemenangan di atas 50 persen.

BACA JUGA: Awalnya Diejek Rombeng, Kini Gaet Ribuan Nasabah

Memang banyak faktor yang membuat PDIP menang. Mulai kebencian masyarakat terhadap Orde Baru dan PDIP menjadi simbol perlawanan. Tapi, Basuki pun punya peran atas kemenangan tersebut.

Tapi, arah politik berubah. Tiba-tiba saja dia terjebak dalam situasi yang mengharuskannya berhadapan dengan semua kekuatan politik yang ada. Di internal PDIP, banyak kekuatan yang berkonflik dengannya.

Mulai sang wakil wali kota Surabaya saat itu, Bambang D.H., Sekjen DPP PDIP, tokoh gaek PDIP Jatim Sutjipto, bahkan Ketua Umum DPP PDIP Megawati. Sementara di eksternal, banyak pihak yang berkepentingan melihat dia jatuh.

Basuki sempat berusaha melakukan langkah-langkah politik penyelamatan. Dia memperkuat barisan di tingkat PAC. Hingga akhirnya, dia menang di Konfercab PDIP Surabaya 1999.

Salah satu upayanya adalah mengangkat Whisnu Sakti Buana, putra Sutjipto, sebagai wakil ketua DPC. Kini Whisnu adalah ketua DPC sekaligus Wawali Surabaya. Tapi, upaya politik Basuki kandas.

”Saat itu saya sudah tahu saya bakal tamat. Kepengurusan saya di PDIP tidak akan berumur panjang,” ucapnya. Apalagi, beberapa kali dalam acara DPC, Sutjipto yang diundang tidak pernah datang. Belum lagi, SK-nya tidak keluar-keluar.

Karena sudah merasa tidak ada lagi harapan, dia akhirnya memilih langkah radikal. Dia melawan. Bahkan, dia pernah mengirimkan massa ke Jakarta untuk berunjuk rasa menentang Ketum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri.

Perhitungannya sederhana dan tidak dilandasi masalah sakit hati. ”Saya hanya ingin menunjukkan bahwa saya punya kualitas dan kompetensi di bidang politik. Kalau saya hanya diam saja, tidak melawan, maka saya tidak akan dilihat orang,” tambahnya.

Situasi politik di Surabaya berkembang cepat dan ke arah yang buruk bagi Basuki. Dia dilengserkan. Lalu, pada Januari 2003 dia ditangkap karena kasus dugaan korupsi senilai Rp 2,7 miliar di DPRD Surabaya. ”Saat itu saya baru saja seminggu pulang dari naik haji,” kata pria yang sehari-hari merupakan makelar tanah besar dan punya banyak angkot tersebut.

Ketika itu Basuki sangat terpukul. Karir politiknya yang moncer, yang sudah diidam-idamkan sejak SMA, hancur begitu saja. Semuanya. Sudah dipecat dari jabatan ketua DPC PDIP Surabaya, dilengserkan dari ketua DPRD Surabaya, masuk penjara pula karena kasus korupsi. Hal terburuk yang paling ditakuti seluruh politisi.

”Kalau dirasa-rasakan, sangat sakit hati. Tapi, saya selalu berpedoman bahwa saya ini seorang politikus murni,” ucapnya.

”Semua perlakuan tak adil yang saya terima saya anggap di koridor politik. Jadi, tak pernah saya masukkan di hati. Bisa gila,” terang pria yang menghirup udara bebas pertamanya di bumi pada 9 Maret 1968 itu.

Dari vonis setahun yang diterimanya, dia menjalaninya selama sembilan bulan berkat pembebasan bersyarat (PB) dan cuti menjelang bebas (CMB). Karena darah politik sangat kental mengalir di tubuhnya, Basuki kembali terjun ke dunia politik. Dia kemudian bergabung dengan barisan ”orang-orang yang sakit hati” kepada PDIP, salah satunya Eros Djarot. Dia menjabat ketua DPC PNBK Surabaya.

Basuki tak begitu beruntung dengan proyek baru itu. PNBK gagal total di Pileg 2004. Tapi, nama Basuki tidak segagal PNBK. Sebagai politikus lokal, di Surabaya dia cukup diperhitungkan. Menurut pengakuannya, dia beberapa kali membantu Partai Demokrat. ”Banyak bekas kader PDIP saya yang bergabung di Demokrat. Tapi, saya di belakang layar saja,” ucapnya.

Hingga kemudian, dia dihubungi Gudfan Arief, putra KH Abdul Ghofur, pengasuh Ponpes Sunan Drajat, Lamongan. Gudfan saat itu adalah ketua DPD Partai Gerindra Jatim. Sedangkan KH Abdul Ghofur merupakan salah seorang kiai yang dihormati oleh Ketua Dewan Pembina DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto. Akhirnya, Basuki pun masuk Gerindra.

Pada 2009 secara politis dia belum bisa menjadi apa-apa. Sebab, ada regulasi yang menyebut bekas narapidana baru boleh nyaleg setelah lima tahun. Selama masa cuti sabatikal tersebut, Basuki tetap melakukan kerja-kerja politik.

Baru pada 2014 dia mendapat kesempatan pertamanya come back di pertarungan politik formal. Yakni, menjadi caleg DPRD Jatim dari Partai Gerindra lewat dapil Jatim I.

Kesempatan pertama itu tak dia sia-siakan. Meski bukan peraih suara terbanyak (peraih suara yang paling banyak dari dapil I adalah Bambang D.H., yakni lebih dari 80 ribu suara), Basuki menjadi anggota DPRD Jatim. Sebuah karir dan peluang politik baru pun terbentang di hadapannya.

”Ini adalah hasil kerja saya di dunia politik sejak bertahun-tahun lalu. Saya masih punya banyak teman yang membantu. Dan inilah yang membuat saya yakin bahwa saya akan bangkit lagi di dunia politik,” terangnya dengan nada yakin. (*/c11/dos)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Menilik Eks Lokalisasi Dolly dan Jarak Setelah Lebaran


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler