jpnn.com - BENCANA terbesar sepanjang sejarah di Pacitan, Jatim berdampak mengganggu kegiatan belajar-mengajar (KBM) di SDN Klasem 2.
Siswa di sekolah di Dusun Blimbing, Desa Klasem, Kecamatan Kebonagung, itu harus rela belajar di bawah tenda darurat yang letaknya tak jauh dari kandang kambing.
BACA JUGA: Sekat Antarkelas Hanya Dibatasi Kain Gorden
SUGENG DWI NURCAHYO, Pacitan
---
Aroma tak sedap dan lalu-lalang kambing lekat dengan KBM siswa di SDN Klasem 2.
BACA JUGA: Warga Pacitan Panik, Tebing Tinggi Mendadak Longsor
Suasana kurang nyaman itu dirasakan sejak sekolah yang masuk zona rawan longsor tersebut pindah tempat belajar di teras sekolah akhir November lalu.
Bangunan layak di sekolah itu tinggal menyisakan dua ruang kelas dan satu ruang guru.
BACA JUGA: Kementerian PUPR Perbaiki Infrastruktur Rusak di 3 Kabupaten
Tujuh ruang lainnya terpaksa dikosongkan lantaran bagian terasnya ambles diterjang longsor.
Mau tak mau, siswa kelas I, II, III, dan V SDN Klasem 2 mesti belajar menyebar di luar kelas.
Siswa kelas I dan II belajar di lorong kelas, kelas III menempati rumah warga, dan kelas V di bawah tenda. Hanya kelas IV dan VI yang belajar di ruang kelas masing-masing.
"(Relokasi) ini sudah dimulai sejak ujian semester pascabencana lalu," ucap Basir, kepala SDN Klasem 2, kemarin (10/1).
Soal tempat belajar siswa kelas V yang di bawah tenda dan dekat kandang kambing itu, pihak sekolah tak bisa berbuat banyak.
Saat ini mencari lokasi pengganti bukan perkara mudah. Selain pandangan tak nyaman dan bau, berisik rengekan suara kambing juga mengganggu konsentrasi belajar.
"Sekarang ini mau cari lokasi yang aman susah. Untuk pindah tempat, kami juga harus pertimbangkan jarak agar anak-anak tetap dalam pengawasan," jelasnya.
Basir memahami, menyampaikan pelajaran di ruang terbuka tidaklah efektif.
Selain terganggu keberadaan kambing, lalu-lalang kendaraan di sekitarnya mudah mengalihkan konsentrasi belajar.
Siswa yang belajar di rumah warga pun lebih sering melihat keluar jendela daripada memperhatikan pelajaran.
"Di rumah warga siswa belajarnya masih duduk lesehan," imbuhnya.
Kondisi serupa dialami siswa kelas I dan II. Siswa enggan menempati tenda dan rumah yang telah disediakan.
Mereka lebih senang belajar lesehan di lorong sekolah ketimbang di tenda.
Sebab, anak-anak masih belum sepenuhnya terbebas dari trauma. Banyak yang takut saat hendak ditinggal guru.
"Jadi, tempat belajarnya selalu kami rolling. Biar anak-anak tidak cepat bosan dan merasa tertekan," terangnya.
Wastil Muzakki, siswa kelas V, mengaku ingin segera kembali belajar di kelas.
Dia merasa tak nyaman belajar di bawah tenda karena cukup penat. Ditambah bau kandang kambing yang cukup menyengat.
Tak jarang, beberapa ekor ayam turut mendekati siswa yang serius menyimak pelajaran di bawah tenda.
"Saya ingin sekolah lekas diperbaiki agar bisa kembali belajar di dalam kelas," harap siswa yang ingin jadi pilot itu.
Pantauan Jawa Pos Radar Pacitan menunjukkan, empat tenda tersebar di sekitar lingkungan SDN Klasem 2.
Tampak pula salah satu tenda telah diplester dengan semen. Di antara keempatnya, hanya satu tenda yang ditempati.
Juga, hanya satu rumah warga yang ditempati belajar. (mgd/fin/c9/end/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi Minta Pemulihan Dampak Bencana Dipercepat
Redaktur & Reporter : Natalia