Tak Rela Jatah Pensiun Suami yang Sedang Stroke Dibagi-bagi

Kamis, 30 Juli 2015 – 06:44 WIB

jpnn.com - DI kala Donwori (nama samaran), 56, mengalami stroke, seharusnya sang istri, Karin, 37 mendapat dukungan dari keluarnya. Namun sebaliknya, keluarga suaminya malah memusuhi Karin. 

Para keluarga itu mau minta jatah 20 persen dari uang pensiun Donjuan. Yang 30 persen untuk Karin dan 50 persen lainnya untuk pengobatan Donjuan.

BACA JUGA: Bawa Pistol tapi Tetap Harus Cantik, Minimal Pakai Lipstik

Ada dua pandangan yang berbeda. Keluarga besar Donwori berpandangan bahwa asuransi dan jatah pensiunan Donwori digunakan untuk pengobatan dan kehidupan keluarga besarnya. Sementara itu, Karin berpikir bahwa asuransi dan jatah pensiunan suaminya itu digunakan untuk perawatan dan biaya kehi­dupan anak­-anaknya.

”Saya masih punya anak empat. Biaya sekolahnya mahal," kata Karin ketika mengurus harta waris di salah satu kantor pengacara di Depan Pengadilan Agama (PA) Surabaya kemarin (29/7).

BACA JUGA: Tiga Perusahaan Langgar Aturan THR

Karena itu, dia sering menolak pengobatan keliling dunia yang ditawarkan keluarga Donwori kepada suaminya.

Sebelum terkena stroke, Donwori termasuk orang kaya. 

BACA JUGA: Pemda Balikpapan Bakal Usir Ratusan Pendatang Liar

Dia adalah seorang direktur perusahaan sebuah produk ternama dan terbesar di Indonesia. Pria keturunan Batak dan Tionghoa tersebut memegang empat divisi sekaligus di perusahaan itu.

Karena merupakan direktur, Donwori punya kebiasaan menjamu rekan bisnisnya dengan makanan yang enak-­enak. Imbasnya, dia memiliki kolestrol tinggi. Meski sudah berkali­kali diingatkan dokter untuk menjaga pola makannya, dia tetap saja tak peduli. 

Akhirnya, dia terkena beberapa komplikasi diabetes, gagal ginjal, dan jantung.

Tiga tahun lalu, karena komplikasi tersebut, Donwori terkena stroke. Pembuluh darahnya pecah hingga ke leher belakang. Hal itulah yang membuat Donwori seperti mayat hidup dan tidak bisa berinteraksi sama sekali. ”Dokter menyatakan bahwa suami tidak punya harapan. Yang bisa

keluarga lakukan hanya merawat dan memberikan terapi,” katanya.

Meski sang suami divonis sulit sembuh, Karin tak pernah putus asa. Wanita yang tinggal di Pakuwon City itu melaku­ kan pengobatan stem cell di luar negeri, seperti Jepang dan Singapura. 

Tetapi, semua itu seakan sia-­sia. Padahal, biaya sekali stem cell mencapai Rp 80 juta hingga Rp 100 juta. ”Suami saya masih dapat jatah pesangon dari perusahaan Rp 30 juta per bulan. Selama ini biaya pengobatan dari luar negeri saya ambilkan dari pesangon suami,” jelasnya.

Setahun terakhir Karin mulai jarang melakukan tindakan stem cell untuk suaminya. Sebab, tidak ada perubahan yang berarti pada suaminya. Bahkan, kondisi suaminya kian parah. 

”Akhirnya, saya berpikir tentang masa depan anak-­anak yang butuh biaya banyak. Apalagi, semua anak saya sekolah di sekolah internasional. Kalau semua jatah pesangon suami dibuat pengobatan yang tidak ada kejelasan, kan mending suami saya rawat di rumah dan uangnya saya tabung untuk masa depan anak,” paparnya.

Nah, pemikiran Karin itulah yang ditolak oleh keluarga Donwori. Mereka menuding bahwa Karin menginginkan Donwori lekas meninggal. Tujuannya, Karin bisa segera menikah dan menghambur­ hamburkan uang. 

Yang menyakitkan, Karin dituding matre. Hal itu dilihat dari usia Karin vs Donwori yang terpaut jauh. Bahkan, keluarga besarnya meminta 20 persen pesangon suaminya untuk kehidupan mereka, 30 persen untuk anak dan keluarga Karin, serta 50 persen sisanya untuk biaya pengobatan Donwori hingga akhir hayat.

”Saya tidak mau menuruti permintaan mereka. Memang mereka mau membiayai masa depan anak­ anak saya? Kalau untuk biaya pengobatan suami, iya. Kalau untuk kehidupan mereka, oh tidak,” tegasnya. (*/c1/jee)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Begitu Turun dari Kapal, Dua Wanita Pembawa Miras 75 Liter Dibekuk


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler