Tak Satu Pendapat Soal Kebiri Pelaku Kejahatan Seksual, Jadi Mau Ikut yang Mana?

Kamis, 22 Oktober 2015 – 23:28 WIB
ilustrasi

jpnn.com - JAKARTA - Pernyataan dan persetujuan Presiden Joko Widodo bahwa pelaku kekerasan seksual terhadap anak dan wanita harus dikebiri menuai kontroversi. Pro kontra pun tidak terjadi di masyarakat umum, di parlemen pun terjadi perdebatan.

Ketua Fraksi NasDem Viktor Laiskodat mengatakan, hukuman kebiri berupa suntik syaraf libido bisa menjadi efek jera bagi para pelaku kejahatan seksual yang akhir-akhir ini marak terjadi di Indonesia.

BACA JUGA: MenPAN-RB: Auditor Harus Mengembangkan Diri Agar Berkelas Dunia

"Seperti yang kita ketahui di Kalideres, dan tempat lain, rata-rata hukuman bagi pelaku hanya 15 tahun. Kalau tidak dikebiri dia akan mengulang tindakan itu lagi," kata Viktor di Gedung DPR, kemarin (22/10).

Dia menjelaskan, selama ini pelaku seksual hanya dikenakan pasal 338, pasal 340 KUHP dan pasal 81 Undang-undang perlindungan Anak. 

BACA JUGA: Ketua MUI: Pemerintah Perlu Minta Fatwa MUI Dulu Sebelum Putuskan Hukum Kebiri

"Tentunya dengan hukuman kebiri, dia akan takut melakukan itu," ujarnya.

Seperti diberitakan, pada Rabu (21/10)  dalam rapat di Istana Presiden Jokowi telah menyetujui rencana penerbitan Perppu Kebiri Pelaku Kejahatan Seksual berupa suntik syaraf libido. Langkah ini dinilai komitmen Jokowi mencegah kekerasan terhadap anak.

BACA JUGA: O.. Ternyata Ini Kendala Kemendagri Belum Terbitkan SK Pemberhentian Bonaran

Dalam rapat tersebut hadir pula Menteri Sosial Khofifah Indrawati, Menko Polhukam Luhut Pandjaitan, Menteri PPPA Yohana Yembise, Menkes Nila F Moeloek, Jaksa Agung Prasetyo, Kapolri Jederal Badrodin Haiti, Mendikbud Anies Baswedan, Seskab Pramono Anung dan Ketua KPAI Asrorun Niam.

Sementara, Anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Demokrat (F-PD), Khatibul Umam Wiranu menegaskan, wacana pengkebirian bagi pelaku kejahatan seksual tidak  masuk akal. Pasalnya, hukuman bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak sudah diatur dalam UU Perlindungan anak dan UU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

"Itu pernyataan dan persetujuan Presiden sungguh sangat ngawur. Sebab hukuman pidana kita yang diatur KUHP hanya mengenal hukuman kurungan, hukuman seumur hidup dan atau hukuman mati," kata Khatibul Umam. (dil)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemdagri Belum Dapat Terbitkan SK Pemberhentian Bonaran


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler