Tak Semua Penanganan Terorisme Perlu Bantuan Militer

Minggu, 31 Mei 2020 – 06:59 WIB
Ilustrasi pasukan TNI. Ilustrasi Foto: Ricardo/dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Sejumlah aktivis menilai eskalasi terorisme yang bersifat fluktuatif membuat tenaga militer tidak dibutuhkan secara terus-menerus dalam penanganannya.

Sehingga, rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tugas TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme masih belum diperlukan.

BACA JUGA: Ini Hal yang Paling Ditakutkan jika Perpres Tugas TNI Atasi Aksi Terorisme Disahkan

Peneliti Setara Institute Ikhsan Yosarie mengatakan, memang tidak ada yang menyangkal diperlukannya TNI dalam mengatasi terorisme. 

“Tenaga militer tidak selalu dibutuhkan secara terus-menerus dalam penanganan terorisme, karena kapasitas Polri pada eskalasi tertentu mampu mengakomodir seperti kasus-kasus terorisme beberapa waktu belakang,” ujar dia kepada wartawan, Minggu (31/5).

BACA JUGA: Rencana Perpres TNI Mengatasi Aksi Terorisme Dipertanyakan Lagi

Ikhsan menambahkan, aspek lain yang patut dipertimbangkan untuk menolak rancangan Perpres tersebut yakni agar tugas utama TNI tidak terganggu.

“Pertimbangan lain yang relevan adalah agar tidak mengurangi kemampuan perang militer dalam menjalankan tugas utamanya, karena domain perang militer tentu bukan criminal justice system. Sementara kategori terorisme termasuk dalam tindak pidana, seperti yang disebutkan dalam Pasal 1 UU Nomor 5 tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme,” ucapnya.

BACA JUGA: Muncul Petisi Tolak Perpres TNI Tangani Terorisme

Dia pun membeberkan, pelibatan TNI dalam penanganan terorisme memang sudah diatur dalam sejumlah UU, seperti UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, dan UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Pada konteks ini, pelibatan TNI dalam penanganan terorisme telah sesuai peraturan perundang-undangan atau bersifat konstitusional.

Namun, dia mengingatkan pelibatan tersebut tidak serta merta, karena ada aturan mainnya. Pasal 7 ayat (2) huruf b UU TNI mengategorikan mengatasi aksi terorisme sebagai 1 dari 14 operasi militer selain perang (OMSP). Pada ayat (3) secara eksplisit disebutkan bahwa OMSP dilaksanakan berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.

“Keputusan politik negara ini dijelaskan dalam UU TNI sebagai kebijakan politik pemerintah bersama-sama DPR yang dirumuskan melalui mekanisme hubungan kerja antara pemerintah dan DPR, seperti rapat konsultasi dan rapat kerja. Sehingga pelibatan ini tidak bisa hanya sekedar menurut eksekutif saja,” urai Ikhsan.

Sorotan tajam lain yang perlu diperjelas kata Ikhsan, dalam eskalasi terorisme seperti apa TNI itu dilibatkan. Karena yang diatur dalam rancangan perpres tersebut hanya terkait objek ancaman, bukan keterangan eskalasi.

“Tak kalah penting, bagaimana akuntabilitas pertanggungjawaban militer ketika terlibat dalam pidana umum, terlebih TNI belum tunduk kepada peradilan umum ketika berada di ranah sipil,” tegas Ikhsan. (cuy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler