Tak Takut Mati di Perang Suku, Pucat Pasi saat Dites Darah

Kamis, 02 Desember 2010 – 08:08 WIB
Suasana lokalisasi di Mimika.

HIV/AIDS terbukti menjadi virus pembunuh yang mengancam tujuh suku asli di Mimika, PapuaYaitu, Suku Kamoro, Amungme, Mee, Nduga, Damal, Dani, dan Moni

BACA JUGA: Kisah Para TKW di Jeddah yang Terzalimi karena Bertahun-tahun Tak Digaji

Dengan jumlah kasus mencapai 2.302 orang, tahun ini 1.591 (69 persen) korbannya adalah warga asli
Berikut catatan wartawan Jawa Pos Amri Husniati yang baru pulang dari sana

BACA JUGA: Melihat Syuting FTV di Tengah Meningkatnya Aktivitas Bromo



=================================

KABUPATEN Mimika di Papua masih menjadi "jawara pertama" HIV/AIDS setanah air
Trada (tak ada, bahasa Papua) jengkal tanah di Timika (ibu kota Mimika) yang lolos dari sergapan HIV/AIDS

BACA JUGA: Rumah Bagai Istana, Keramik Berhiaskan Emas

Warga lokal yang tinggal di tempat terpencil sekalipun tak luput dari ancaman penyakit mematikan tersebutTermasuk, mereka yang tinggal di sekitar Tembagapura yang hanya mampu dijangkau dengan jalan kaki berminggu-minggu atau naik copter "sebutan helikopter di Timika.
 
"Di Kampung Banti dekat Tembagapura, ada ibu terinfeksi HIV dari suaminya yang suka berganti-ganti pasangan," tutur Yeremias Imbiri, kepala Biro Humas LPMAK (Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro)
 
Mama-mama (sebutan khas Papua untuk ibu rumah tangga) bersuku Amungme itu masih "beruntung"Penyakitnya keburu ketahuan sehingga dia bisa ditangani secara medisTidak seperti suaminya yang keburu dijemput maut
 
Suami-istri dari Kampung Banti tersebut hanyalah segelintir di antara ribuan warga asli Mimika yang terinfeksi HIV/AIDSDi antara 2.302 kasus HIV/AIDS per 30 Juni 2010 yang terdata di Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Mimika, 69 persen (1.591 kasus) terjadi pada warga lokal
 
Sejauh ini, kebiasaan berganti-ganti pasangan dianggap sebagai penularan virus paling efektifKendati demikian, Reynold Ubra, sekretaris KPAD Mimika, menengarai bahwa ada faktor lain yang berpotensi menularkan virus selain seks bebas"Yang masih kami telusuri saat ini adalah penggunaan alat tajam bersamaan," ujarnya
 
Kontak darah saat pengobatan karena menjadi korban dalam perang antarsuku diduga juga bisa menjadi ajang penularan virus yang sudah menginfeksi lebih dari 36 juta jiwa sedunia itu
 
Angka ribuan tersebut tentu tak bisa dipandang sebelah mataApalagi, tambah Reynold, prevalensi warga tujuh suku di Mimika memang lebih besar dibanding kelompok warga lainnya, termasuk pendatang"Jika di antara seribu warga pendatang teridentifikasi tujuh positif HIV, dari suku Amungme dan Kamoro yang asli Mimika ada sembilan warga yang positif HIV," jelas alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat Unair ituAngka tersebut lebih besar untuk lima suku kekerabatan yang prevalensinya mencapai 26 kasus per seribu orang
 
Sejatinya, jumlah riil penderita HIV/AIDS di Mimika bisa lebih banyak dari angka tersebutSebab, tidak semua warga asli mau melakukan tes darah untuk memastikan apakah mereka sudah terjangkit atau masih bebas dari penyakit yang bermuasal dari Afrika Sub-Sahara itu.
 
"Selain penyuluhan kepada masyarakat suku asli, agar pencegahan bisa dilakukan, kami melakukan layanan mobile VCT (Voluntary Counselling and Testing) dan IMS atau layanan tes HIV sukarela serta tes sifilisDi antaranya di Kampung Ayuka (Distrik Mimika Timur Jauh), Atuka (Mimika Tengah), dan Kaokonao (Mimika Barat)," papar Yeremias
 
Jemput bola itu perlu dilakukan karena masyarakat asli tinggal tersebar mulai di pusat kota hingga pelosok pedalaman yang tidak terjangkau klinik VCT (klinik pemeriksaan HIV/AIDS).
 
Yang menggelikan, suku-suku asli di kota emas itu dikenal tak pantang menumpahkan darah lewat perang antarsukuNamun, ternyata banyak yang takut jika harus menjalani pemeriksaan HIV/AIDS dengan tes darah
 
Sampai-sampai, ada joke yang menceritakan ketika seorang warga asli Timika sakit, dia takut setengah mati kala hendak disuntik dokter"Dengan mengiba, orang Timika itu bilang kepada dokter, "Pak Dokter, tolong suntik aja air di dalam gelas itu, nanti sa (saya) minum?," kelakar Topan, anggota TNI yang bertugas di Timika yang dua pekan lalu menemani Jawa Pos blusukan ke Ayuka dan Tipuka, kampung suku asli Kamoro di Distrik Mimika Timur Jauh.
 
Sebagai alternatif, sejak dua tahun belakangan, gencar dilakukan metode quick oral yang lebih simpel dan aman karena hanya menggunakan sampel salifa atau air liur yang diambil di bagian bawah lidah, gusi, serta langit-langit mulutMetode itu sangat praktis karena dalam waktu 10?15 menit bisa mengidentifikasi
 
Juga, untuk menekan laju persebaran virus yang melemahkan daya tahan tubuh tersebut, sejak beberapa tahun lalu KPAD Mimika bersama Department Public Health & Malaria Control (PHMC) PT Freeport Indonesia menyediakan kondom secara gratis di lokalisasi Kilo 10.
 
Namun, pembagian kondom itu belum efektifSebab, banyak penikmat seks yang enggan menggunakan pengaman ketika melakukan kontak badan dengan penjaja cintaMereka tutup mata terhadap kampanye yang dilancarkan, antara lain, lewat baliho bergambar pisang bertulisan Lindungi Ko Pu Diri dengan Kondom yang berdiri tegak di sekitar lokalisasi.
 
"Daya tawar sebagian PSK di Kilo 10 itu sangat lemah, terutama yang sudah lanjut usiaMereka biasanya menyerah jika tamunya tidak mau menggunakan kondomMereka kalah oleh rupiah," ujar Reynold
 
Padahal, tak sedikit penjaja seks di lokalisasi di tepi jalan antara Timika dan Mapuru Jaya tersebut yang sudah terinfeksi HIV maupun yang terjangkit AIDSTotal, sejak 1996 hingga tahun ini ada 211 kasusDi antara 300-an penghuni Kilo 10, tercatat ada 20-an PSK yang terjangkit virus HIVSalah seorang di antaranya adalah ibu berusia separo abad asal Jawa Timur yang kini tergolek lemah karena HIV/AIDS

"Si ibu tersebut menjadi PSK sejak usia 18 tahunSebenarnya, dia ingin kembali ke kampung halamannya," tutur Yeremias.
 
Soal kondomisasi itu, Yeremias menilai tak akan menyelesaikan masalah HIV/AIDS di Timika"Kita perlu menyampaikan pesan moralTerlalu banyak mereka yang melakukan hubungan seksual dengan bukan pasangannya yang sahBahkan, ini juga terjadi di kalangan generasi muda," tuturnya prihatin"Kita perlu mengembalikan kearifan lokal yang pudar," tegas Yeremias
 
Dia mencontohkan, setengah abad silam, suku-suku asli di Timika itu tidak mengenal pergaulan bebas"Jika ada pemuda suku yang tertarik pada seorang perempuan, dia akan melamar secara adat dan agamaDia tidak akan berani melarikan si perempuan itu karena denda adat yang besar menantinya," papar alumnus Universitas Cenderawasih tersebut.
 
Namun, kondisi itu jauh berbeda dari sekarangDengan mudah orang berganti-ganti pasanganDia tak mengelak bahwa merajalelanya HIV/AIDS tersebut diperburuk oleh kebiasaan mengonsumsi alkohol yang akhirnya disertai pesta seks bebas
 
"Saya khawatir, jika kondisi ini berlarut-larut, HIV/AIDS tak terbendung lagiJangan sampai suku-suku di Timika seperti di salah satu suku di Afrika yang musnah karena virus mematikan itu," ujar Yeremias prihatin(c5/kum)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pilot Indonesia di Maskapai Kroni Pemimpin Junta Militer Myanmar


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler