Tak Usah Serius Tanggapi Kritik Prabowo pada Jokowi-JK

Rabu, 20 Juni 2018 – 22:11 WIB
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Juru bicara Bidang Ekonomi, Industri, dan Bisnis Partai Solidaritas Indonesia, Rizal Calvary Marimbo meminta semua pihak tidak terlalu menanggapi serius kritik Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto terhadap pemerintahan Jokowi-JK.

Pasalnya, sebagian besar malah kritikan itu diarahkan ke kinerja bidang perekonomian pemerintahan sebelumnya, rezim Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

BACA JUGA: Curigai Poros Mekah Vs Beijing demi Sentimen Agama & Etnis

“Kalau kita cermati, sebagian besar kitikan itu lebih pas dialamatkan ke kinerja ekonomi pemerintahan sebelumnya,” ucap Rizal dalam keterangannya hari ini di Jakarta.

Misalnya, Prabowo menuding kekayaan Indonesia tengah 'dijajah' oleh negara asing. Bahkan dia bilang punya data yang siap dibuka soal ini.

BACA JUGA: Sepertinya Jokowi Tak Baca PP sehingga Pilih Iwan Bule

“Pertanyaannya, siapa yang awalnya membuka keran besar-besaran untuk masuknya investasi asing di pertambangan dan perkebunan?” ujar Rizal.

Rizal mengatakan, investasi besar-besaran dari asing di bidang pertambangan dan mineral dibuka besar-besaran dizaman pemerintahan sebelumnya.

BACA JUGA: 10 Calon Pendamping Jokowi Hasil Penjaringan PKPBerdikari

Rizal mengingatkan, Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said pernah mengingatkan Peraturan Pemerintah (PP) 1 tahun 2014 tentang pelaksanaan kegiatan tambang Minerba mempunyai banyak kelemahan.

Selain itu, Undang-Undang No 4 tahun 2009 tentang Mineral dan batubara (Minerba) juga dinilai tak sesuai dengan kondisi pada saat ini.

Sudirman Said juga pernah bilang pada waktu penerbitan payung hukum di era SBY terkesan dipaksakan.

Akibatnya, banyak peraturan tersebut menjadi beban Pemerintahan Presiden Joko Widodo.

“Upaya untuk merebut penguasaan asing atas kekayaan alam baru benar-benar dimulai di era Pak Jokowi-JK, misalnya bagaimana kembali kita menguasai PT Freeport dan menegakan UU Minerba Tahun 2009,” ucap dia.

Bagi-Bagi Lahan

Sementara itu, terkait penguasaan kekayaan bangsa oleh segelintir orang oleh kurang dari 1 persen, juga lebih tepat dialamatkan ke pemerintahan sebelumnya.

Prabowo mengatakan, tidak lebih dari 300 keluarga dari 250 juta orang yang menikmati kekayaan bangsa Indonesia.

Menurut Rizal, penguasaan tersebut sebagai dampak dari kebijakan masa lalu yang mengobral jutaan hektar lahan kepada segelintir orang.

“Kita jangan lupa data dari Greenomic bahwa Menteri Kehutanan periode 2009-2014, era siapa itu, memecahkan rekor sebagai menteri yang paling banyak memberikan izin-izin perkebunan kepada pelaku bisnis tertentu. Luasnya sekitar 1,64 juta hektar, atau hampir 25 kali lipat luas DKI Jakarta. Bayangin,” ucap Rizal.

Yang terjadi di era Jokowi-JK kebijakan perekonomian dibalik dari rezim sebelumnya.

Misalnya soal lahan, Jokowi-JK membagi sampai puluhan juta hektar lahan untuk masyarakat kecil dan berpenghasilan rendah dalam bentuk sertifikat.

“Pemerintahan ini melakukan reforma agraria dengan meredistribusi aset negara untuk rakyat kecil yang pemerintahan sebelumnya bagi-bagi untuk segelintir konglomerasi dan korporasi besar,” ucap Rizal.

Jokowi-JK juga berusaha mengatasi ketimpangan antarkawasan yang sangat parah, misalnya antara Jawa dan luar Jawa, Kawasan Barat dan Timur, serta membangun perbatasan.

“Selama ini cuma Jawa yang dibangun. Itu pun tidak jelas. Apa Indonesia ini cuma Jawa atau Sumatera? Nah ketimpangan itu diatasi oleh Pak Jokowi, bukan dengan kasih BLT (Bantuan Langsung Tunai) tapi bangun infrastruktur dan pemberlakuan satu harga BBM se-Indonesia. Itu baru berkeadilan,” ucap dia.

Utang Jatuh Tempo

Sedangkan terkait kritik Prabowo terhadap utang negara, Rizal mengatakan, banyak pihak lupa bahwa pemerintahan Jokowi-JK saat ini sedang berupaya membayar cicilan akumulasi utang pemerintahan SBY dan rezim sebelumnya yang baru jatuh tempo di era Jokowi.

“Enggak enak banget. Saat dilantik pada Oktober 2014, Jokowi sudah membawa pulang ke istananya utang luar negeri sebesar Rp. 2.700 triliun, warisan dari rezim-rezim sebelumnya. Jokowi belum ngapa-ngapain saja sudah musti menanggung utang warisan, itu belum termasuk bunga utang sebesar Rp 250 triliun per tahun. Jatuh temponya di era Jokowi-JK. Sedangkan utangnya Pak Jokowi nanti jatuh tempo pada 2020,” ucap dia.

Rizal mengatakan, kalau digabung utang dan bunganya selama lima tahunan, artinya Jokowi sudah mendapat warisan beban utang sebesar Rp 3.950 atau hampir Rp 4.000 triliun.

“Sudah berjalan hampir empat tahun Jokowi sendiri baru nguntang sebesar Rp 600 triliun. Itu pun hasilnya sudah jelas untuk membangun infrastruktur, demi menjalankan amanat sila ke lima Pancasila: keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” pungkasnya. (flo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gerindra Telah Temui 24 Tokoh Nasional Selama Lebaran Ini


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler