Ritual Yadnya Kasada Suku Tengger di Gunung Bromo

Takut Ada Karma, Dukun Batal Dilantik

Ritual Yadnya Kasada Suku Tengger di Gunung Bromo

Minggu, 01 Juli 2018 – 06:56 WIB
Seorang warga suku Tengger Bromo beroa dan menyiapkan sesaji saat prosesi Yadnya Kasada 2018 di Gunung Bromo Probolinggo, Jawa Timur, Sabtu (30/6/2018). FOTO:Dipta Wahyu/Jawa Pos

jpnn.com - Warga suku Tengger di empat kabupaten di Lereng Gunung Bromo, yakni, Malang, Lumajang, Pasuruan, dan Probolinggo, menggelar puncak perayaan Yadnya Kasada, Sabtu (30/6). Namun, pelantikan dukun yang biasa dilakukan, urung dilakukan kemarin malam.

Di Kabupaten Probolinggo sendiri, euforia ritual untuk membalas pengorbanan suci Raden Kusuma itu sudah terasa sejak pagi. Warga suku Tengger di Kecamatan Sukapura, silih berganti sembahyang di Pura Luhur Poten di lautan pasir, Desa Ngadisari, Sukapura.

BACA JUGA: Dua Anak Mbak Puti Bagikan Kantong Sampah di Gunung Bromo

Malam harinya sebelum ritual puncak Yadnya Kasada di Pura Luhur Poten, digelar pengukuhan warga kehormatan di Pendapa Agung Desa Ngadisari. Ada 8 orang yang dikukuhkan sebagai warga kehormatan.

Yaitu, Penjabat (Pj) Bupati Kabupaten Probolingog Tjahjo Widodo beserta istri, Sekda Soeparwiyono beserta istri, Kapolres Probolinggo AKBP Fadly Samad Beserta istri dan Dandim 0820 Letkol Kav Depri Rio Saransi beserta istri.

BACA JUGA: Hati-Hati Angin Kencang dan Badai Pasir di Bromo  

Sekitar pukul 00.00, warga tengger dari empat daerah beranjak ke lautan pasir Gunung Bromo. Mereka mengikuti ritual puncak Yadnya Kasada di Pura Luhur Poten. Para dukun pun memimpin ritual di sana.

Sedangkan, warga yang telah bersembahyang dan menunggu labuh sesaji, tak sedikit yang tertidur di belakang pura. Lelaki dan perempuan, tua, muda dan anak-anak, berjubel menjadi satu.

BACA JUGA: Warga Tewas Tersapu Lahar Dingin Gunung Bromo

Mereka tidur beralaskan tikar yang dibawa serta berselimut. Sedangkan di sampingnya ada bermacam hasil bumi serta hewan yang hendak dilabuhkan.

Menjelang pukul 05.00, warga Tengger menuju kawah Bromo dengan membawa ongkek dan hewan. Begitu tiba di kawah, mereka melemparkan sesaji yang dibawa.

Ponaji, salah seorang Dukun Pandita dari Desa Podokoyo, Kecamatan Tutur, Kabupaten Pasuruan berharap, Yadnya Kasada ini bisa selalu meningkatkan keimanan umat Tengger. Sebab, ketentraman di bumi akan semakin terjaga, jika keimanan makin kuat.

“Kami berharap umat selalu berbenah diri. Baik di lingkungan, maupun kepada Sang Pencipta. Artinya, mereka harus selalu mawas diri dan menebalkan iman. Dengan begitu, umat akan semakin rajin beribadah dan berserah diri,” ungkapnya.

Hal senada disampaikan Sugiono, Manggu Pura Luhur Poten. Menurutnya, Kasada adalah sebuah korban suci yang dilakukan suku Tengger. Sesuai dengan sabda Brata Kusuma (Raden Kusuma), setiap purnama di bulan Kasada diminta melakukan korban suci.

Setiap Kasada juga, biasanya selalu ada pelantikan dukun. Namun, tahun ini tidak ada. Padahal jauh hari sebelum puncak Kasada, ada satu orang yang mendaftar. Namun, pelantikan dibatalkan lantaran pada Kasada kali ini tepat pada tahun pahing. Di tahun Pahing, tidak boleh ada upacara besar.

“Pelantikan dukun ditunda tahun ini. Seperti tahun sebelumnya, tidak ada pelantikan dukun. Sebab, Kasada kali ini tepat pada tahun Pahing. Kami dilarang menggelar upacara besar. Jika dilanggar pasti ada karmanya,” ujar Suyadi, Dukun Pandita dari Desa Podokoyo, Pasuruan.

Suara Sound System Ganggu Kesakralan

Di sisi lain, ritual Yadnya Kasada selalu ramai dengan kehadiran bak terbuka yang membawa sound system. Bukan dibawa saja, tetapi mereka menyalakan sound sistem itu dengan suara dangdung yang begitu kencang. Sehingga merusak suasana kesakralan ritual Kasada itu sendiri.

Namun, adanya hal itu ada perbedaan pendapat dari warga tengger. Ada yang memperbolehkan serta juga ada yang tidak menginginkan keberadaannya. Yang memperbolehkan yakni berpendapat bahwa sembahyang mereka tidak akan terganggu sedikit pun walupun banyak bunyian itu.

Seperti yang dikatakan oleh Suyadi, salah seorang Dukun Pandita dari Desa Podokoyo, Kecamatan Tosari, Pasuruan. Menurutnya, peribadatan yang dilakukan oleh warga hindu tengger tidaklah akan terganggu dengan adanya sound sistem yang dibawa itu. Hal itu lantaran, ketika beribadah mereka hanya fokus kepada yang dituju.

Pendapat berbeda datang dari Manggu Pura Luhur Poten Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Probolinggo yakni Sugiono. Menurutnya, sedikit banyak adanya pembawa sound sistem itu mengurangi kesakralan ritual Yadnya Kasada. Oleh karena itu, sebelum ritual yadnya Kasada berlangsung hal itu dibahas.

Dalam pembahasan itu, didapatkan kesepakatan bahwa kendaraan bak terbuka yang membawa pengeras suara itu harus berada pada jarak 1 kilo meter dari Pura. Dengan demikian, tidak akan mengganggu ritual yang ada.

“Tetapi, pelaksanaannya itu masih ada yang dekat dengan pura. Oleh karena itu, saat akan digelar ritual kami meminta agar tidak dibunyikan,” tuturnya.(Sid/)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kezia Warouw: Jangan Ngamuk Ya Pak


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler