jpnn.com, JAKARTA - Anggota DPR Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Syaifullah Tamliha mengatakan pemerintah harus hati-hati dalam mengambil kebijakan bidang ekonomi di tengah pandemi Covid-19.
Menurutnya, kebijakan yang diputuskan benar-benar mempunyai dampak positif untuk menyelamatkan ekonomi Indonesia.
BACA JUGA: Kursi Romy Diserahkan ke Syaifullah Tamliha
“Jika salah mengambil keputusan perekonomian Indonesia bisa terpuruk makin dalam,” kata Tamliha, Selasa (19/5).
Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR itu berpendapat bahwa salah satu kebijakan yang berpotensi memberikan dampak negatif adalah adanya wacana Bank Indonesia (BI) untuk mencetak uang dalam jumlah besar yaitu senilai Rp 600 triliun.
BACA JUGA: Sarmuji: Golkar Tidak Pernah Usulkan Cetak Uang Rp 600 Triliun
Tamliha selaku anggota Banggar DPR mewanti-wanti pemerintah agar tidak terburu-buru mencetak uang dalam jumlah besar, sebab ini sangat berbahaya bagi perekonomian nasional.
“Pencetakan uang yang berlebihan tanpa underlying berpotensi munculnya krisis ekonomi baru, hiperinflasi yang parah, seperti yang terjadi pada tahun 1998 dan tahun 1965,” kata dia.
BACA JUGA: Soal Usulan Cetak Uang Hingga Rp 600 Triliun, Rizal Ramli: Rontok!
Tamliha menjelaskan bahwa pada 1965, pencetakan uang juga bertujuan menyelamatkan ekonomi yang tengah terpuruk, tetapi hal itu malah menyebabkan hiperinflasi yang sangat parah yang ujungnya berakibat kepada kejatuhan Soekarno. “Hal ini harus dihindari,” tegasnya.
Menurutnya, salah satu alternatif kebijakan yang bisa dipilih untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia di tengah pandemi Covid -19 ini adalah dengan memberikan stimulus dalam bentuk modal kerja bagi UMKM.
Sebab, ujar dia, UMKM terbukti menjadi garda terdepan dalam meningkatkan konsumsi domestik di dalam negeri.
“Pemerintah juga bisa memberikan pelatihan penjualan barang secara online bagi UMKM,” katanya.
Lebih lanjut Tamliha menyatakan bahwa stimulus dan pelatihan ini akan membuat UMKM bisa tetap bertahan di tengah pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Mereka bisa tetap berproduksi dan memasarkan barangnya dari rumah ke rumah.
“Dengan cara itu pertumbuhan ekonomi tetap terjaga dengan baik, dan ekonomi Indonesia tidak makin terpuruk jauh,” pungkasnya. (boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy