Tangan-Tangan Asing Bikin Syria Makin Keruh

Minggu, 15 April 2018 – 09:06 WIB
Tank Turki di wilayah Syria. Foto: AP

jpnn.com - Konflik Syria kini bukan lagi perang sipil antara oposisi bersenjata melawan rezim Assad. Banyaknya tangan-tangan asing yang terlibat diprediksi membuat perang Syria sulit terhenti.

Ada "perang di dalam perang" di Syria. Mulai perang proxy antara Rusia dan AS, pertempuran Hizbullah dan Israel, militan ISIS dan AS-Rusia, dukungan uang dan persenjataan Iran ke Syria untuk memukul mundur oposisi bersenjata, serta Turki yang memerangi milisi Kurdi. Semua campur tangan itu membuat situasi kian keruh.

BACA JUGA: Inilah Senjata yang Dipakai Sekutu Membombardir Syria

Saudi ikut turun tangan secara tidak langsung dengan cara mendanai oposisi bersenjata di Syria. Negara-negara Eropa juga ikut terlibat dan mendukung AS.

Perang Syria selama tujuh tahun itu juga membuat Eropa kelimpungan. Sebab, pengungsi Syria berduyun-duyun ke Benua Biru untuk mencari perlindungan.

BACA JUGA: Gempuran Amerika Tak Akan Hentikan Serangan Kimia di Syria

AS yang getol menyerang Syria malah justru menutup pintu untuk para pengungsi tersebut. Belum diketahui apakah setelah serangan kali ini AS akan mengubah kebijakannya terkait pengungsi.

Christopher Phillips, penulis buku The Battle for Syria: International Rivalry in the New Middle East, mengungkapkan bahwa publik bisa belajar dari literatur tentang perang sipil.

BACA JUGA: Menakar Kekuatan Para Penebar Maut di Syria

Hampir semuanya menunjukkan bahwa semakin banyak kekuatan asing yang terlibat, kian sulit perang berakhir.

”Karena sebagian besar kekuatan asing itu tidak mau berhenti sampai mereka kehabisan tenaga atau klaim dan keinginan mereka terpenuhi,” terang Phillips seperti yang tertuang di majalah The Atlantic.

AS awalnya terlibat dalam perang Syria karena ingin memberantas ISIS. Tapi, seiring waktu berjalan, tujuan Negeri Paman Sam juga meluas. Mulai mencegah perluasan pengaruh Iran hingga menghukum penggunaan senjata kimia seperti sekarang.

Bagi AS, kali ini juga menjadi ajang perang tak langsung dengan musuh bebuyutan mereka selama ini, Rusia. Menurut Phillips, ketidakkonsistenan itu membuat mayoritas kebijakan AS di Syria gagal.

”Kalau toh perang berakhir, Syria tidak akan stabil untuk jangka waktu yang cukup lama,” tegasnya.

Jika perang kembali berkobar, korban jiwa yang berjatuhan akan kian banyak. Padahal, dengan menyerahnya oposisi bersenjata di Douma, Eastern Ghouta, banyak pihak berharap perang yang merenggut lebih dari 400 ribu nyawa itu bisa berakhir di meja perundingan. (sha/c10/dos)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Prancis Sudah Lama Ngebet Bombardir Syria, Ini Alasannya


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Syria   Suriah   Perang Syria  

Terpopuler