Tangis Histeris Penjual Sayur Keliling saat Satpol PP Beraksi

Kamis, 22 Januari 2015 – 11:10 WIB
Salah satu rumah warga di RT 11, Klandasan Ilir ini dibongkar personel Satpol PP Balikpapan, kemarin. pembongkaran sempat mendapat perlawanan dari warga. Foto: Gusti Ambri/Kaltim Post/JPNN

jpnn.com - BALIKPAPAN - Sri Yati (38) menangis histeris, ketika rumahnya di RT 11, Perkampungan Atas Air, Klandasan Ilir digusur paksa oleh Satpol PP Balikpapan, Rabu (21/1) pagi.

Penjual sayur keliling ini bahkan sesekali mengumpat petugas yang melintas di depannya. Sebanyak tujuh rumah dan satu musala diketahui telah dibongkar.

BACA JUGA: Kecelakaan Dwi Putra Buka Persoalan Transportasi Laut di Kaltara

Anaknya Sri Yati yang masih duduk di bangku SD itu menangis. Dirinya sesekali menarik baju ibunya.

“Bu mau tinggal di mana?” rengeknya. “Tinggal di balai kota saja,” jawab Sri dengan nada emosi dilansir Kaltim Post (Grup JPNN.com), Kamis (22/1).

BACA JUGA: Setor Rp 10 Juta Dijanjikan Disisipkan ke Daftar Honorer K2, Ternyata...

Perempuan berjilbab ungu ini, tidak pernah menyangka rumah yang dia dirikan belum genap setahun itu harus dibongkar. Kata dia, pembangunan rumah itu merupakan hasil dari penggadaian BPKB.

“Saat pemilu, mereka (pejabat pemerintah) rajin tiap hari datang. Minta suara, kalau sudah seperti ini tidak ada satu pun yang turun,” ujarnya.

BACA JUGA: Lulus CPNS, Nasib Belasan Honorer K2 Kemenag Belum Jelas

Tak hanya dirinya, Tiar (50) juga harus rela mengikhlaskan rumahnya dirobohkan, di tengah kondisinya yang sedang lumpuh. Tini, keponakannya, juga bingung mau tinggal di mana setelah ini.

“Kalau semuanya digusur kami ikhlas. Ini hanya tujuh rumah plus satu musala. Pemerintah ini tidak adil,” ujar Tini sambil terisak.

“Semuanya di sini enggak punya IMB, tapi kenapa yang lain tidak?” sambungnya.

Dalam pembongkaran ini pemerintah menurunkan 262 personel gabungan Satpol PP dan TNI-Polri. Selain itu, turut diundang SKPD terkait seperti kecamatan dan kelurahan.

Sementara itu, Kepala Satpol PP Balikpapan Freddy Pasaribu menjelaskan, sejak jauh hari sudah diimbau kepada warga untuk membongkar sendiri. Peringatan pertama yakni pada Agustus 2014, namun mereka meminta penundaan.

“Mereka minta diundur sampai September 2014. Saat mau digusur mereka minta perlindungan DPRD, jadi diundur hingga tiga bulan,” jelasnya.

“Sekarang sudah enggak ada toleransi lagi, mereka juga tidak ada gerakan. Tanah punya pemerintah,” lanjutnya.

Sementara waktu, penduduk diarahkan untuk menempati rumah susun sederhana sewa. “Tidak ada ganti rugi.” (*/en/rom/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dihajar Grand Max, Anggota Satpol PP Tewas di TKP


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler