Lebih dari ratusan orang berdemo di Balai Meuseuraya Aceh, gedung yang menjadi tempat penampungan sementara warga Rohingya. 

Para demonstran menuntut agar para pengungsi Rohingya dideportasi, yang kemudian berakhir dengan memaksa para pengungsi untuk pergi dari balai tersebut.

BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Pekerja Smelter Nikel Morowali Tuntut Perbaikan Standar Keselamatan Kerja

Sebuah rekaman video menggambarkan para mahasiswa, kebanyakan menggunakan jas berwarna hijau, berlari ke arah para pengungsi, termasuk anak-anak, yang sedang duduk di lantai dan menangis ketakutan.

Menurut sejumlah mahasiswa keberadaan pengungsi Rohingya di Aceh membuat warga menjadi resah.

BACA JUGA: Cuaca Buruk, Ratusan Penumpang Kapal Cepat Batal ke Sabang

"Mereka tuh melakukan hal-hal yang tidak masuk akal, seperti mogok makan, minta tempat layak ... datang aja mereka di sini enggak diundang ... tapi kaya ngerasa ini negara mereka," kata Della Marsida, seorang mahasiswi.

"Jika imigran etnis Rohingya tidak mampu dideportasi keluar Aceh, maka kami pastikan dan saya yakinkan mahasiswa akan hadir berlipat ganda dalam melawan kebijakan pemerintah," ujar Wariza Anis Munandar, mahasiswa lainnya.

BACA JUGA: Banjir Melanda 5 Kecamatan di Aceh Timur

Warga Rohingya kemudian digiring keluar gedung dan naik ke dalam sebuah truk terbuka, beberapa dari mereka membawa barang-barang dalam kantong plastik.

Dalam pernyataannya, Badan Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHCR) mengatakan "sangat terganggu melihat serangan massa di lokasi yang melindungi para pengungsi yang rentan" serta menyerukan agar ada perlindungan yang lebih baik.

"Massa melanggar garis polisi dan secara paksa memasukkan 137 pengungsi ke dalam dua truk, dan memindahkan mereka ke lokasi lain di Banda Aceh. Peristiwa tersebut membuat para pengungsi terkejut dan trauma," demikian pernyataan UNHCR.Ada misinformasi dan ujaran kebencian

Dilaporkan demo dan pemindahan paksa para pengungsi disebabkan kampanye online yang terkoordinasi yang menyebarkan misinformasi dan ujaran kebencian.

Juru bicara kepolisian kota di Banda Aceh belum memberikan komentar. 

Chris Lewa, direktur organisasi hak asasi manusia Rohingya bernama The Arakan Project, juga mengatakan penolakan terhadap Rohingya oleh beberapa warga Aceh dilakukan "sangat terkoordinasi" melalui media sosial.

Kebanyakan dari mereka yang menolak keberadaan pengungsi Rohingya mengklaim jika Indonesia tidak mempunyai kewajiban untuk membantu atau menerima pengungsi Rohingya, seperti dijelaskan Chris.

"Pada saat yang sama ada kampanye kebencian yang disebarkan di media sosial, ada komentar-komentar yang menyedihkan soal warga Rohingya, yang belum pernah terjadi sebelumnya," kata Chris kepada ABC Indonesia.

Indonesia memang tidak menandatangani Konvensi PBB tentang Pengungsi tahun 1951, namun terus kedatangan pengungsi Rohingya dan sebelumnya tidak semua menolak mereka.

Lebih dari 1.500 orang Rohingya telah tiba di Indonesia sejak bulan November, menurut UNHCR.

Mereka sudah menghadapi sejumlah penolakan di Aceh, ketika warga semakin frustrasi dengan banyaknya perahu-perahu yang membawa pengungsi Rohingya.

Presiden Joko Widodo mengatakan lonjakan kedatangan pengungsi Rohingya baru-baru ini sebagai akibat dari perdagangan manusia, dan berjanji untuk bekerja sama dengan organisasi internasional untuk menyediakan tempat penampungan sementara.

Kedatangan pengungsi Rohingya cenderung meningkat antara bulan November dan April, ketika laut lebih tenang.

Mereka naik perahu dari kamp pengungsi di Bangladesh ke Indonesia, Malaysia, dan Thailand.

Selama bertahun-tahun, warga Rohingya meninggalkan Myanmar, negara yang menganggap mereka sebagai penyelundup asing dari Asia Selatan.

Mereka juga ditolak kewarganegaraannya dan menjadi sasaran penganiayaan, kekerasan, serta pelecehan.

Reuters/ABC

BACA ARTIKEL LAINNYA... Aksi Mahasiswa di Samarinda: Selamatkan Demokrasi & Lawan Politik Dinasti

Berita Terkait