Tangkal Radikalisme, Sistem Pendidikan Dasar dan Menengah Harus Diubah

Jumat, 20 September 2019 – 09:05 WIB
Wakil Rektor Universitas Indonesia Bambang Wibawarta memaparkan upaya menangkal radikalisme saat diskusi yang diinisiasi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), di gedung PB Nahdlatul Ulama, Kamis (19/9). Foto: Humas UI

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Rektor Universitas Indonesia Bambang Wibawarta mengatakan pemerintah harus segera melakukan perubahan mendasar pada sistem pendidikan dasar dan menengah untuk mencegah sedikitnya empat ancaman pada generasi muda. Empat ancaman tersebut adalah radikalisme, kebangsaan, kesehatan dan paparan narkoba.

“Butuh perhatian serius dan perubahan mendasar dalam sistem pendidikan dasar dan menengah untuk mengatasi serta mengantisipasi ancaman ini,” kata Bambang dalam diskusi yang diinisiasi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), di gedung PB Nahdlatul Ulama, Kamis (19/9).

BACA JUGA: Begini Cara Lanal Tegal Mencegah Paham Radikalisme dan Inteloransi

Dia melanjutkan, untuk paham radikalisme saat ini telah masuk pada tingkat sekolah dasar dan menengah dengan dalih pemahaman mendalam mengenai agama tertentu. Padahal isi dari kegiatan tersebut adalah mengajak generasi muda untuk melawan pemerintahan yang sah.

Mengenai kebangsaan, sambungnya, fondasi bangsa berupa UUD 1945 dan Pancasila dicoba secara terus menerus untuk digantikan dengan bentuk pemahaman lainnya yang dinilai lebih sesuai aturan agama.

BACA JUGA: Menangkal Isu Radikalisme, Pemuda Katolik Jabar Dorong Penguatan Nilai Pancasila

“Untuk kesehatan, generasi muda Indonesia kini tidak memiliki kepedulian, terbukti dari rentannya anak-anak usia pendidikan dasar dan menengah terserang penyakit. Oleh karena itu, dalam pendidikan dasar perlu ditekankan pentingnya menjaga kesehatan individu,” jelas Bambang.

Berikutnya, adalah penyebaran narkotika dan obat berbahaya (narkoba) yang sudah sampai pada tingkat sekolah dasar menengah melalui makanan maupun pergaulan generasi muda.

BACA JUGA: Muslimat Nu Pastikan Anak-anak Asuhnya Tidak Terpapar Radikalisme

Dia juga mengajak IPNU khususnya dan warga Nahdlatul Ulama untuk bersama-sama mengatasi dan mengantisipasi masalah ini.

“NU sebagai garda terdepan bangsa harus segera bertindak untuk mengatasi hal ini,” ucapnya.

Menurut Bambang, beberapa ancaman tersebut dengan cepat menyebar disebabkan karena kemudahan yang diterima masyarakat dalam era keterbukaan mendapat informasi.

“Siapapun kini bisa memiliki telepon selular, dalam satu telepon selular itu terkuak berbagai macam informasi dari berbagai macam belahan dunia mulai dari soal pendidikan, belanja, hingga hal negatif ada dalam satu genggaman telepon selular,” paparnya.

Masyarakat Indonesia, sambung dia, rata-rata menghabiskan waktu lebih dari delapan jam hanya untuk melihat telepon selular yang di dalamnya terkandung aspek browsing, informasi, bersosialisasi, mencari informasi serta lainnya.

“Untuk dunia peringkat Indonesia berada pada urutan kelima, setelah Filipina, Brazil, Thailand dan Kolombia. Ini penelitian resmi artinya di negara berkembang masyarakatnya jauh lebih senang menghabiskan waktu dengan internet,” kata Bambang.

Dia juga mengusulkan agar pemerintah memiliki strategi kebudayaan yang konkret dan komprehensif untuk generasi muda Indonesia. “Harusnya kita punya strategi kebudayaan yang jelas dan konkret,” terang Bambang.

Menurutnya, langkah konret itu dapat diwujudkan dalam pertama, membangun dan membekali peserta generasi muda dengan pendidkan karakter yang baik untuk menghadapi dinamika perubahan. Kedua, mengembangkan platform pendidikan nasional yang meletakkan pendidikan pada karakter sebagai jiwa utama dengan dukungan publik.

“Ketiga adalah dengan merevitalisasi dan memperkuat potensi serta kompetensi pendidikan, tenaga kependidikan, peserta didik, masyarakat dan lingkungan dalam keluarga,” pungkasnya. (esy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler