Target Tahun Ini Bangun 120 Ribu Rumah

Selasa, 21 Maret 2017 – 10:08 WIB
Rumah. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (DPP Apersi) merasakan adanya kendala perizinan dari pemerintah daerah dalam pembangunan rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)

Masalah tersebut disampaikan kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla, kemarin (20/3).

BACA JUGA: Dorong Pajak Progresif Tanah demi Keadilan MBR

Pada tahun ini DPP Apersi punya target untuk bisa membangun 120 ribu rumah MBR.

Hampir setengah dari target rumah subsidi pemerintah merupakan target Apersi.

BACA JUGA: Kabar Gembira, Ada Rumah Murah Bagi Pensiunan

Pada tahun lalu, anggota Apersi yang mencapai 3.700 pengembang itu berhasil merealisasikan 85 ribu unit rumah untuk kategori menengah kebawah.

Ketua Umum DPP Apersi Junaidi Abdillah menuturkan memang ada kebijakan pemangkasan perizinan dari pemerintah pusat melalui deregulasi. Tapi, kebijakan tersebut ternyata tidak dilaksanakan oleh pemda.

”Katakanlah satu atap (unit pelayanan perizinan satu atap, red), masih terjadi juga banyak pintunya. Betul-betul perlu adanya pengawasan semua pihak,” ujar Junaidi di kantor wakil presiden, kemarin.

Dia menyebut masih ada perizinan yang membutuhkan waktu hingga lima bulan.

Contoh lain yang acapkali dikeluhkan adalah pembuatan site plan alias rencana zonasi perumahan mulai dari kawasan hunian hingga fasilitas umum dan sosial.

Nah, site plan yang dibuat pengembang itu hampir selalu disalahkan oleh pemda.

”Padahal insiyur seluruh Indonesia sama, tapi ketika masuk sana (pemda, red) pasti salah. Berarti kan harus melalui orang di dalam,” ungkap dia.

Sekretaris Jenderal DPP Apersi Daniel Djumali menuturkan masalah lain dalam pengembang perumah subsidi adalah soal infrastruktur seperti listrik.

Padahal biaya pemasangan sudah diberikan pada awal. Akhirnya, pengembang pun mengurus infrastruktur sebelum membangun.

”Terutama di daerah yang agak terpencil. Kayak Tanggerang masih ada urus lima bulan,” ujar dia.

Sementara itu, Bank Dunia justru menunjukkan dukungannya terhadap program pemerintah dalam memperluas akses perumahan terjangkau bagi keluarga berpendapatan rendah.

Badan Direksi Eksekutif Bank Dunia pada tanggal 17 Maret telah menyetujui pendanaan sebesar USD 450 juta untuk membantu program rumah murah tersebut.

Sebagian pendanaan ini akan mendukung skema Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) milik pemerintah dengan sasaran pemilik rumah pertama yang berpendapatan rendah.

Skema tersebut memberi bantuan down payment sesuai dengan jumlah tabungan peneriman bantuan, juga cicilan sesuai standar pasar yang diberikan oleh institusi peminjam yang berpartisipasi dalam program ini.

Selain itu, pendanaan juga akan mendukung peningkatkan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS), dengan sasaran 40 persen keluarga berpenghasilan terbawah di Indonesia.

“Indonesia sedang mengambil langkah maju yang besar melalui program ini untuk memastikan agar keluarga berpendapatan rendah mempunyai rumah yang layak, aman dan terjangkau. Memberikan keluarga Indonesia akses rumah yang terjangkau merupakan hal penting untuk meningkatkan pemerataan kesejahteraan dan mengurangi kemiskinan. Perumahan yang lebih baik telah terbukti membawa dampak positif terhadap capaian kesehatan masyarakat, pendidikan dan tenaga kerja,” kata Kepala Perwakilan Bank Dunia di Indonesia Rodrigo Chaves, kemarin.

Program Leader Bank Dunia Taimur Said menambahkan, permintaan perumahan murah di Indonesia cukup besar, yakni mencapai satu juta unit tiap tahunnya. Sekitar 20 persen dari 64,1 juta unit rumah tersebut berada dalam kondisi buruk.

Sekitar 22 persen penduduk perkotaan Indonesia, atau sekitar 29 juta orang, tinggal di kawasan kumuh.

Karena itu, pendanaan ini juga akan mendukung pemerintah untuk memajukan kebijakan dan reformasi institusi yang bertujuan memperkuat fondasi pasar perumahan.

Program ini akan dijalankan melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan dengan memberi fokus mengatasi kurangnya persediaan rumah serta kualitas rumah yang rendah di wilayah perkotaan yang tumbuh pesat.

“Dengan semakin banyaknya orang yang tinggal dan bekerja di perkotaan, dukungan bagi proses urbanisasi yang inklusif dan terencana serta menambah pasokan perumahan yang cukup dengan layanan umum yang baik serta lingkungan yang saling terhubung menjadi semakin penting untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat,” kata Said. (jun/ken)

 

 


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
MBR   rumah subsidi  

Terpopuler