jpnn.com, JAKARTA - Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengungkapkan, visiting World Class Professor menjadi momentum untuk mendongkrak mutu pendidikan tinggi, termasuk jumlah publikasi Indonesia.
Pasalnya, selama 20 tahun terakhir jumlah publikasi ilmiah Indonesia selalu di bawah Thailand, dan baru kali kini bisa menyalip sehingga menduduki posisi ketiga di Asia Tenggara. Target berikutnya adalah menyalip jumlah publikasi Malaysia dan Thailand.
BACA JUGA: Respons Menristekdikti Tentang RS PTN Butuh Tambahan PNS
"Kemenristekdikti terus melakukan terobosan. Selain menerbitkan Permenristekdikti Nomor 20 Tahun 2017, juga melakukan Program World Class Professor ini. Targetnya tidak main-main, oleh sebab itu saya berharap para peserta program World Class Prossor bisa merumuskan suatu rancangan untuk perbaikan penyelenggaraan pendidikan tinggi, riset, dan inovasi di Indonesia," tutur Nasir.
Saat ini, setidaknya sudah ada tiga universitas di Indonesia yang masuk dalam 500 besar dunia, yakni Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Gadjah Mada (UGM).
BACA JUGA: Pertumbuhan Publikasi Ilmiah Indonesia 15 Kali Rerata Dunia
Ke depan, Nasir berharap terdapat lima perguruan tinggi yang masuk dalam jajaran 500 terbaik dunia. Untuk mewujudkannya, Nasir menargetkan tidak hanya publikasi ilmiah yang ditingkatkan, tetapi juga jumlah Doktor muda yang unggul dalam pengembangan riset.
"Direktorat Jenderal Sumber Daya Iptek Dikti sudah membuka program percepatan Magister dan Doktor, bahkan sudah meluluskan Doktor termuda berusia 24 tahun bernama Grandprix yang lulus S-1 dari UI, lalu melanjutkan program Magister dan Doktor di ITB. Berikutnya, saya berharap ada terobosan lain di mana percepatan studi ini dilakukan sejak S-1 sampai S-3," imbuhnya.
BACA JUGA: Menteri Nasir Sebut Anggaran Riset Idealnya Dua Persen
Pengelolaan perguruan tinggi yang baik, kualitas sumber daya manusia dan iptek dikti, serta riset dan inovasi akan berdampak signifikan pada daya saing bangsa.
Nasir menuturkan, saat ini Global Competitiveness Index Indonesia masih di posisi ke-36 dari 137 negara. Hal ini perlu ditingkatkan mengingat Indonesia memiliki potensi yang besar.
Di antaranya dengan cara mengejar empat faktor utama, meliputi pendidikan tinggi dan pelatihan, efisiensi pasar, inovasi, serta tingkat kesiapan teknologi (Technology Readiness Level).
Program World Class Professor Tahun 2017 sendiri menarik minat yang besar dari para profesor dunia juga perguruan tinggi. Buktinya, negara-negara asal profesor pada program ini datang dari berbagai penjuru dunia, seperti Korea Selatan, China, Inggris, Prancis, Australia, Jepang, Amerika, Denmark, Jerman, Selandia Baru, Arab Saudi, Kanada, Italia, Belanda, Taiwan, Rusia, Thailand, dan Malaysia.
Bahkan, program World Class Professor berhasil menghimpun 162 proposal. Namun, setelah diseleksi hanya ada 39 proposal yang lolos untuk berkolaborasi dengan 84 profesor dunia. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menteri Nasir: Pembelajaran Politeknik Jangan Hanya di Kelas
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad