jpnn.com, BANDARLAMPUNG - Tidak sanggup membayar tarif ambulans milik RS Imanuel Bandarlampung, pasangan suami istri Wawan Irawan (29) dan Heni (25), membawa pulang jenazah bayinya, Riyoga (5 bulan), dengan memakai jasa travel.
Pasutri tersebut merupakan warga Pemangkuralangan II, Pekon Sukamaju, Kecamatan Lumbokseminung, Lampung Barat (Lambar).
BACA JUGA: Pulang Harus Bayar Dulu, Tetap di RS Biaya Bengkak
Pihak RS mematok tarif ambulans sebesar Rp250 ribu per 10 kilometer (km). Dengan jarak tempuh yang diperkirakan mencapai 160 km, artinya biaya yang harus dikeluarkan untuk ambulans tersebut mencapai Rp4 juta.
’’Terus terang, kami tidak mampu membayar tarif ambulans yang sampai Rp 4 juta itu. Kami keberatan karena memang tidak punya biaya. Jadi saya hubungi jasa travel saja untuk membawa jenazah cucu saya itu,” kata nenek almarhum, Kasyani (40), kemarin.
BACA JUGA: Tiga Pasang Tepergok, Mana Surat Nikahnya?
Kasyani menceritakan, cucu kesayangannya mengalami diare. Badan Riyoga juga panas. Dia sempat dibawa ke RS Ahmad Yani di Kota Metro.
Setelah menjalani lima hari perawatan, kondisinya membaik. Namun saat kembali ke rumah, kondisi Riyoga kembali drop sehingga terpaksa dibawa kembali ke RS. Kali ini Riyoga kembali menjalani 10 hari perawatan.
BACA JUGA: Kena Operasi Zebra, Anak Pengacara Protes Kena Tilang
’’Saya tunggu 10 hari kondisinya mulai membaik. Kemudian saya minta agar pulang untuk berobat di kampung. Kondisinya saat di kampung baik-baik saja selama tujuh hari, tetapi tiba-tiba sesak lagi, dan saya bawa ke mantri dan kondisinya kembali membaik,” paparnya.
Kondisi Riyoga terus drop sehingga pihak keluarga membawanya ke RSUD Alimudin Umar (RSUDAU). Namun oleh pihak RS, pasien dirujuk ke Rumah Sakit Advent Bandarlampung.
Karena RS tersebut tidak tersedia fasilitas PICU ditambah lagi bagian umum pasien penuh, pihak keluarga berinisiatif membawanya ke RS Imanuel.
’’Namun setelah dirawat di sana, cucu saya akhirnya meninggal,” tutur Kasyani dengan nada lirih.
Dirinya berharap pemerintah dapat lebih perhatian terhadap permasalahan semacam ini. Sehingga kasus yang dialaminya tidak menimpa warga lain.
’’Saya berharap pemerintah dapat memberikan perhatian lebih kepada pasien yang kurang mampu seperti kami,” tuturnya.
Sementara itu, Peratin Terpilih Pekon Sukamaju Piriyan Adrianda turut menyesalkan kejadian tersebut.
’’Itu warga saya. Terus terang kami pun merasa kecewa, seharusnya tidak sampai seperti itu namanya musibah harus ada pengertian, pelayanan yang diberikan,” katanya seraya menyebutkan almarhum telah dimakamkan di TPU Pekon Sukamaju.
Sayang, pihak RS Imanuel belum mau berkomentar terkait persoalan ini. Saat dikonfirmasi, Manajer Tugas Malam RS Imanuel Sari Ginting enggan berkomentar dan meminta Radar Lampung (Jawa Pos Group) langsung mengonfirmasi masalah itu ke pihak humas RS.
’’Karena kalau untuk pemberian informasi keluar dan pihak media itu wewenangnya humas. Kalau saya di sini hanya selaku suster yang bertanggung jawab untuk pelayanan," katanya.
Diketahui, kasus serupa juga pernah menimpa Delpasari (31), warga Desa Gedungnyapah, Kecamatan Abung Timur, Lampung Utara (Lampura), pada 20 September lalu.
Ibu muda itu juga terpaksa membawa jasad buah hatinya, Berlin Istana, yang baru saja meninggal dunia dengan menumpang angkutan kota (angkot).
Hal itu terpaksa dia lakukan karena pihaknya kecewa dengan RSUDAM Bandarlampung yang terkesan bertele-tele.
Hal itu ditambah pula dengan sikap sopir ambulans yang meminta uang tambahan Rp2 juta sebagai cara cepat untuk proses pengantaran jenazah anaknya sampai di rumah.
Akibat kejadian itu, Delpasari pun memilih turun dari ambulans dan naik angkutan umum untuk sampai ke rumahnya. (pip/jks/ega/c1/fik)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Inilah 3 Korban Kecelakaan Mitsubishi Outlander
Redaktur & Reporter : Soetomo