Tarif Mahal, Pelayanan Kampus Belum Tentu Maksimal

Senin, 02 Juni 2014 – 05:20 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Setelah ramai-ramai urusan ujian nasional (unas), sebagian siswa lulusan SMA sederajat kini mulai konsentrasi melanjutkan ke pendidikan tinggi.

Hati-hati saat memilih tempat kuliah. Status kampus negeri dengan biaya tinggi, belum jaminan memberikan kualitas pembelajaran jempolan.
 
Plt Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Kemendikbud Djoko Santoso menuturkan, kampus negeri maupun swasta saat ini terbagi menjadi dua jenis. "Yakni kampus sehat atau tidak sehat," katanya mantan rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) itu.
 
Djoko menuturkan calon mahasiswa harus selektif dalam memilih kampus. Dianjurkan untuk memilih kampus dengan kriteria sehat. Dia mengatakan masyarakat luas bisa mengamati sendiri kampus yang sehat atau tidak, dari informasi yang dibeber Ditjen Dikti Kemendikbud melalui website forlap.dikti.go.id.
 
"Kriteria kampus ehat atau tidak sehat itu banyak," ucap Djoko. Mulai dari status legalitas kelembagaan, akreditasi, hingga kualitas pembelajaran dengan indikator rasio jumlah dosen dengan mahasiswa.

BACA JUGA: Rekaman Video Soal Produk, Ini Tanggapan Peserta InaSEC

Di dalam website Ditjen Dikti Kemendikbud itu, dibeber seluruh kriteria itu. "Silahkan masyarakat menyimpulkan sendiri. Kampus yang dipilih sehat atau tidak," kata dia.

Khusus untuk standar pembelajaran, Djoko mengatakan rasio ideal dosen dengan mahasiswa adalah 1 : 20 untuk program IPA dan 1 : 30 untuk program IPS. Setelah mengecek sebagian kampus, ternyata ada PTN ternama yang masuk kategori tidak sehat.
 
Contohnya adalah program studi (prodi) Hubungan Internasional (HI) di Universitas Diponegoro (Undip) memiliki rasio dosen dengan mahasiswa 1 : 83. Kondisi di prodi HI Undip tentu sangat timpang jika dibandingkan dengan rasio ideal yakni 1 : 30. Sedangkan SPP yang ditarik untuk mahasiswa prodi HI di Undip mencapai Rp 6,25 juta/semester. (selengkapnya lihat grafis)
 
"Silahkan disimpulkan sendiri, kampus dengan rasio dosen yang begitu timpang itu sehat atau tidak," tandasnya.
 
Menurut Djoko rasio dosen dengan mahasiswa yang tidak sebanding, berdampak pada kualitas pembelajaran. Prodi yang memiliki dosen sedikit dengan jumlah mahasiswa yang banyak, biasanya memiliki dua alternatif.
 
Pertama adalah, jumlah mahasiswa di setiap rombongan belajar sangat banyak. Bisa mencapai 50 mahasiswa lebih di setiap rombongan belajar. Padatnya mahasiswa di dalam satu rombongan belajar, tentu bisa berdampak perkuliahan yang tidak efektif.
 
Alternatif kedua adalah pihak kampus memilih memperbanyak rombongan belajar. Alternatif ini dipakai karena kampus ingin mempertahankan jumlah ideal mahasiswa dalam satu rombongan, yakni sekitar 20 - 30 mahasiswa saja. Resiko penerapan banyak rombongan belajar ini, dosen tentu akan kerepotan mengatur jam mengajarnya.
 
Rasio dosen dan mahasiswa yang tidak sebanding, juga banyak terjadi di kampus-kampus swasta berbandrol mahal. Contohnya rasio dosen dengan mahasiswa di prodi Teknik Industri Universitas Presiden mencapai 1 : 74,9. Artinya seorang dosen mengajar hampir 75 mahasiswa. Kasus lainnya ada di prodi Manajemen Universitas Ciputra Surabaya yakni 1 : 50,8.
 
Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Edy Suandi Hamid mengatakan, dosen adalah elemen terpenting dalam proses pembelajaran. Dia menuturkan rasio dosen dengan mahasiswa yang tidak sebanding, juga banyak muncul di kampus negeri.

BACA JUGA: Peserta InaSec Akan Presentasi Produk Selama Tiga Menit

"Tugas pemerintah untuk membina PTS supaya memiliki rasio dosen yang ideal. Jangan asal dibantai," katanya.
 
Edy menuturkan PTS maupun PTN memiliki misi untuk mencerdaskan bangsa. Dia sepakat bahwa kampus harus memperhatikan jumlah dan kualitas dosennya. "Rasio dosen harus memadai. Tidak boleh terlalu jomplang dengan jumlah mahasiswanya," ujarnya.
 
Dia mengatakan membentuk rasio dosen dengan mahasiswa yang ideal di PTS tidak bisa dilakukan secara tiba-tiba. Edy berharap Kemendikbud tidak memberlakukan rasio ideal dosen dan mahasiswa itu secara menyeluruh untuk semua wilayah Indonesia.
 
Selain itu Edy juga menyorot biaya kuliah di PTN yang kini mulai mahal. Dia mengelak jika masyarakat menyebut kuliah di PTS itu cenderung mahal.

"Coba dilihat di list resmi Kemendikbud, banyak PTN yang menerapkan biaya kuliah lebih mahal dari pada PTS," kata dia. Padahal gaji dosen dan biaya operasional di PTN ditalangi negara. (wan)

BACA JUGA: Kreativitas Akan Timbul Dalam Keterbatasan

Contoh Perbandingan Dosen Tetap dan Mahasiswa yang Tidak Sehat
(Jenjang Sarjana)

Kampus Negeri

Prodi                                     Kampus     SPP                 Dosen : Mahasiswa
Arsitektur                               UI              Rp 7,5 juta       1 : 64,6
Akuntansi                              Unpad      Rp 4 juta          1 : 65,1
Hub. Internasional              Undip        Rp 6,25 juta    1 : 83
Manajemen                          UGM          Rp 7 juta          1 : 50,9
Ekonomi Pembangunan   Unair         Rp 9 juta          1 : 42,6

Kampus Swasta
Prodi                              Kampus                              Dosen : Mahasiswa
Teknik Industri             Universitas Presiden       1 : 74,9
Manajemen                  Univ.  Swiss German       1 : 42,1
Pend. Matematika       Univ. Pelita Harapan        1 : 40
Manajemen                  Univ. Ciputra Surabaya    1 : 50,8
Teknik Perminyakan   Univ. Trisakti                      1 : 51.8


Kerangan :
-    Biaya SPP yang tertera adalah SPP maksimal yang dibayar setiap semester.
-    Ditjen Dikti Kemendikbud mengatur rasio ideal dosen dan mahasiswa adalah 1 : 20 (program IPA) dan 1 : 30 (Program IPS).
-   Perbandingan dosen dengan mahasiswa yang tidak sehat murni urusan kualitas pembelajaran, tidak berpengaruh pada legalitas ijazah alumni.

Sumber : Diolah dari Pusat Data Kemendikbud

BACA ARTIKEL LAINNYA... Anak Muda dengan Mimpi dan Rencana Besar


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler