jpnn.com, JAKARTA - Kenaikan tarif ojek online yang terlampau tinggi dikhawatirkan akan semakin menggerus minat masyarakat untuk menggunakan transportasi umum dan beralih ke kendaraan pribadi.
Direktur Center for Policy and Public Management Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM ITB) Yudo Anggoro menilai saat ini ojek online sudah menjadi kebutuhan dasar bagi masyarakat dalam melakukan aktivitas.
BACA JUGA: Peserta BP Jamsostek Dapat KPR Berbunga Rendah dari BTN
Karena itu, keputusan Kementerian Perhubungan untuk menaikkan tarif ojek online antara 30-50 persen akan berdampak luas.
Salah satunya permintaan masyarakat terhadap ojek online berpotensi mengalami penurunan yang signifikan.
BACA JUGA: Tangkal Pelecehan Seksual, BonCabe Gandeng Komnas Perempuan Gelar Webinar
“Ojek online ini menawarkan kepraktisan dan kemudahan, sesuatu yang yang tidak ditawarkan oleh moda transportasi lain. Kalau tarif ojek online ini benar-benar naik, dikhawatirkan banyak orang akan beralih menggunakan kendaraan pribadi,” kata Yudo, Rabu (24/8).
Jika masyarakat lebih memilih untuk beralih ke kendaraan pribadi, akan muncul masalah-masalah baru seperti kemacetan hingga peningkatan emisi karbon.
BACA JUGA: DPR Berharap Harga TBS Segera Normal
Selain itu, beban pengeluaran masyarakat juga akan semakin bertambah.
“Sebagian pengguna ojek online ini adalah masyarakat menengah ke bawah. Jika beralih ke kendaraan pribadi, mereka harus berpikir untuk membeli BBM, ganti oli, servis dan sebagainya. Beban mereka semakin bertambah karena kenaikan upah tidak sebanding dengan inflasi yang mencapai 5 persen,” lanjut Yudo.
Oleh karena itu, Yudo mengingatkan sebelum berlaku pada 30 Agustus 2022 nanti, sebaiknya pemerintah, operator, dan mitra ojek online harus duduk bareng sehingga ada solusi.
"Apalagi situasi perekonomian saat ini sedang sulit, belum lagi isu kenaikan BBM, dan inflasi yang justru dikhawatirkan menurunkan jumlah order dari ojek online itu sendiri,” ungkapnya.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy Artada