jpnn.com - JAKARTA – Rencana pemangkasan tarif pajak penghasilan (PPh) badan termasuk yang paling ditunggu dalam revisi paket undang-undang perpajakan yang bakal diajukan ke DPR pada 20 Agustus.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tidak mempermasalahkan pemangkasan tarif secara gradual asalkan basis pajak kian membesar.
BACA JUGA: Ini Daftar Harga Lima Tipe Toyota Calya di Pameran GIIAS
“Ya, nanti kesepakatan dan lihat tax base-nya dulu. Kalau sudah besar, mungkin ya bisa turun. Jangan kan 17 (persen), sepuluh persen juga bisa kayak PPN,’’ kata Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi di sela sosialisasi tax amnesty di mal Senayan City, Jakarta, kemarin (11/8).
Dalam paket undang-undang perpajakan, akan direvisi UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP), UU Pajak Penghasilan (PPh), dan UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
BACA JUGA: Agunan Kredit Dominasi Sengketa Perbankan
Sebelumnya, pemerintah mewacanakan kajian penurunan tarif PPh badan atau pajak korporasi sesuai dengan instruksi Presiden Joko Widodo, yakni dari 25 persen menjadi 17 persen.
Ken mengakui, dengan pemangkasan tarif PPh badan, bakal ada penerimaan yang hilang. Untuk menggenjot penerimaan pajak, pihaknya akan mengandalkan sejumlah tunggakan yang belum dibayar.
BACA JUGA: Kemenpupera Bentuk Komite Tabungan Perumahan Rakyat
Di tempat terpisah, Wamenkeu Mardiasmo menuturkan bahwa perintah Presiden Jokowi untuk menurunkan tarif PPh badan menjadi 17 persen masih dikaji lebih dalam.
Dia menambahkan bahwa permintaan presiden itu tentu memiliki perhitungan yang matang. ’’Presiden punya perhitungan sendiri. Tapi, kami akan kaji dulu,’’ ujarnya ketika ditemui di kantor Kemenko Perekonomian kemarin.
Pengamat perpajakan Yustinus Prastowo mengungkapkan, saat ini penurunan tarif pajak memang menjadi tren global. ’’Yang dikhawatirkan adalah race to the bottom atau balapan menuju tarif terendah,’’ jelasnya kepada Jawa Pos kemarin.
Prastowo menjelaskan, pemerintah Indonesia akan dirugikan jika memilih menetapkan tarif serendah-rendahnya. Sebab, Indonesia merupakan negara yang sangat bergantung dengan penerimaan pajak.
Khususnya saat kondisi ekonomi belum membaik sepenuhnya. ’’Sebab, yang dihadapi adalah negara yang tidak bergantung pada penerimaan pajak,’’ terang Prastowo.
Karena itu, dia menyarankan agar tarif PPh badan diturunkan secara moderat dan hati-hati. Misalnya, dari 25 persen menjadi 22 persen untuk tahun pertama. Jika upaya tersebut efektif, penurunannya dapat dilanjutkan ke level minimal 18 persen.
’’Penurunan tarif harus diletakkan dalam reformasi pajak yang komprehensif dengan peta jalan yang jelas. Insentif lain juga digarap seperti perbaikan tata kelola, perizinan, logistik, kepastian hukum, dan harmonisasi aturan,’’ paparnya. (ken/jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 2016, Sebanyak 24 Kapal Pesiar Ditargetkan Bakal Sandar di Pelabuhan Indonesia
Redaktur : Tim Redaksi