Tarif Sukarela, Bisa Kantongi Hingga Rp 1 Juta per Hari

Rabu, 14 Juni 2017 – 00:23 WIB
Pengendara sepeda motor membayar saat melintas di jembatan Dusun Sangkanhurip, Desa Cigobangwangi, Kecamatan Pasaleman. Foto: Jaman Suteja/Radar Cirebon

jpnn.com - Mestinya pemerintah yang harus membangun jembatan. Tapi jembatan yang ini dibangun dan dikelola oleh warga secara pribadi.

Itulah yang terjadi di Dusun Sangkanhurip Desa Cigobangwangi, Kecamatan Pasaleman, Cirebon, Jabar. Ada jembatan berbayar di sana. Bagaimana ceritanya?

BACA JUGA: Nongkrong di Jembatan, Dikeroyok 10 Orang

JAMAL SUTEJA, Cirebon

Jembatan yang membentang sepanjang sekitar 100 meter di atas Sungai Cisanggarung itu seolah tak pernah sepi. Hilir mudik kendaraan roda dua melintasinya siang dan malam.

BACA JUGA: Pengakuan Mengejutkan si Muncikari, Pelanggannya…

Rupanya, jembatan itu menjadi akses penting bagi warga dua desa di Kecamatan Pasaleman, Kabupaten Cirebon menuju pasar, sekolah atau fasilitas lainnya.

Jembatan itu sendiri berada di perbatasan antara Desa Cigobangwangi dengan Desa Waled Kota di Kecamatan Waled.

BACA JUGA: Hadeuhh, 447 Siswa SMP tak Bisa Baca Tulis

Saking pentingnya, warga sampai rela membayar. Meskipun tidak dipatok tarif tertentu. Namun uang Rp 1000 atau Rp 2000 setidaknya harus disiapkan untuk melewati jembatan itu.

"Gak ditarif, kalau ngasih diterima, yang gak ngasih juga gak maksa," jawab Kepala Dusun Sangkanhurip, Ismail saat ditanya mengenai tarif jembatan bayar tersebut.

Jembatan itu dibuka 24 jam. Punya pengelolanya sendiri. Setiap hari dijaga oleh anak-anak dan kelurga H Timbul secara bergantian.

Dialah yang berinisiatif untuk membangun jembatan yang mayoritas konstruksi kayu, dan bambu tersebut. Meski demikian, pondasi jembatan cukup kokoh dengan menggunakan besi dan coran.

Keluarga H Timbul sudah 10 tahun lebih mengelola jembatan itu. Awalnya jembatan itu dibangun oleh warga asal Desa Kalibuntu Kecamatan Losari.

Namun karena sering terbawa arus Sungai Cisanggarung saat hujan deras, dia tak sanggup lagi memelihara jembatan itu. Akhirnya diserahkanlah jembatan itu kepada pemilik lahan.

Waktu itu, sebenarnya Pemerintah dan juga Pabrik Gula (PG) tengah merencanakan pembangunan jembatan permanen. Ada dua lokasi yang dipilih. Di Desa Cilengkrang dan Di Desa Cigobangwangi.

Waktu itu, Pabrik Gula berkepentingan membangun jembatan permanen untuk akses angkutan tebu yang berada di Kecamatan Pasaleman.

Maka dilakukan polling, untuk menentukan lokasi pembangunan jembatan. Ternyata warga lebih memilih membangun jembatan permanen di Desa Cilengkrang daripada di Cigobangwangi.

Karena di Cilengkrang bisa menjangkau akes ke lima desa. Sementara apabila di desa cigobangwangi hanya mengakeses dua desa.

Karena tidak jadi dibangun jembatan permanan di Desa Cigobangwangi, lalu warga pun berinisiatif lagi membangun jembatan yang dulu sempat hancur itu.

H Timbul kemudian membangun jembatan itu dengan dana pribadinya. Ada sepuluh tiang bordes yang menahan jembatan itu. Rupanya tiang itu cukup kuat, hingga kini sudah 10 tahun jembatan itu masih kuat berdiri.

"Ya kalau kena aliran air saja mungkin bisa kuat, tapi kalau ada pepohonan yang hanyut bisa saja runtuh lagi," tukas Ismail.

Setiap tahun, jembatan itu diperbaiki. Dananya dari tarif bayaran warga yang melintasi jembatan itu. Jembatan itu sendiri dijaga oleh anak-anak H Timbul, biasanya tiga kali sift, siang, malam dan pagi.

Rupanya, bagi warga adanya jembatan berbayar itu tidak memberatkan. Malah memudahkan. Karena mereka bisa lebih cepat sampai tujuan. Apabila harus melintasi jembatan permanen di Desa Cilengkrang, mereka harus memutar cukup jauh.

Dalam sehari, dana yang terhimpun bisa mencapai Rp 300 ribu. Bahkan apabila kendaraan ramai, bisa mencapai Rp 600 ribu hingga satu juta rupiah.

"Ya kalau warga sini tidak keberatan, karena tarifnya kan seikhlashnya. Biasanya ada yang ngasih seribu atau dua ribu. Kalau Ramadan atau lebaran itu ramai sekali," tukas Ketua RT 3 RW 7, Darkim.

Jembatan itu memang berukuran kecil, hanya cukup untuk dua kendaraan roda dua. Sementara untuk kendaraan roda empat harus tetap melewati jembatan permanen di Desa Cilengkrang.

"Ya kalau roda dua yang cepat ya lewat jembatan ini, ini kan ada dua desa, mereka yang ingin ke pasar atau mau ke cirebon ya lewat sini. Keluar dari jembatan sudah masuk ke Kecamatan Waled," sebutnya.

Setiap harinya, jembatan itu ramai. Hanya saat hujan saja yang mungkin sedikit berkurang. Yang paling ramai, tentu saja saat hari raya idulfitri.

Namun di hari normal kendaraan biasanya ramai saat pagi hari, ketika anak-anak berangkat sekolah dan warga mulai beraktivitas.

"Ya harapan kami warga sini sih pengen ada jembatan permanen dari pemerintah," harap Darkim mewakili warga. (*/)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Parah! Lagi Hamil Layani Threesome, Tarif Dua Kali Lipat


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Jembatan   Tarif   Cirebon  

Terpopuler