jpnn.com, JAKARTA - Anggota Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD) Afif Abdul Qoyim menyebutkan, pihaknya melakukan pemantauan selama, sebelum, dan setelah demonstrasi menolak Undang-Undang Cipta Kerja pada 6 sampai 8 Oktober 2020.
Dia pun mengaku, banyak menerima laporan kekerasan yang dilakukan kepolisian kepada massa aksi tolak UU Ciptaker.
BACA JUGA: Kampus Diminta Sosialisasi UU Cipta Kerja, Pimpinan Komisi X: Memangnya Sudah Ada Naskah Resmi?
Bahkan, kata dia, tindak kekerasan itu dilakukan sebelum, saat, dan setelah demonstrasi menolak UU Ciptaker.
"Advokasi kami di pemantauan dalam aksi tiga hari. Pertama laporan kekerasan, saat praaksi, saat aksi, atau setelah aksi," kata Afif dalam keterangan resmi, Senin (12/10).
BACA JUGA: Pertamina Potong Harga Pertamax Rp 250 Per Liter
Selain itu, katanya TAUD juga melihat pengendalian massa oleh kepolisian selama tiga hari aksi sangat buruk. Di antaranya, aparat menghalangi massa ke tujuan aksi.
Kemudian, TAUD menemukan fakta pengerahan polisi di lokasi massa aksi berkumpul.
BACA JUGA: Bamsoet Minta Pemerintah Segera Terbitkan PP Turunan UU Ciptaker
Menurut dia, kepolisian tampak paraniod dengan demonstrasi, karena menempatkan petugas di hadapan massa aksi yang berkumpul.
"Di beberapa titik di Indonesia, kami menemukan penggunaan aparat termasuk menggunakan kekerasan, intimidasi, dan cara lain yang tidak dibenarkan dalam hukum. Di beberapa tempat, jurnalis yang bertugas juga mendapatkan kekerasan saat bertugas," beber dia.
Lebih lanjut, kata Afid, TAUD juga menemukan polisi melakukan tindakan di luar hukum saat berlangsungnya aksi menolak UU Ciptaker.
Misalnya, ketika polisi mengamankan massa aksi menolak UU Ciptaker.
Di sisi lain, istilah mengamankan tidak dikenal di dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
"Istilah mengamankan tidak berubah dari dahulu. Istilah mengamankan tidak ada dalam KUHAP. Istilah kepolisian untuk melegitimasi tindakan tidak ada dalam KUHAP. Ini mempertontonkan dan mengajarkan tindakan di luar hukum terjadi," beber dia.
Selanjutnya, kepolisian juga membungkam beberapa jurnalis dalam aksi menolak UU Ciptaker. Tidak sedikit, kata Afif, polisi menangkapi jurnalis yang meliput aksi.
"Ini mencederai kebebasan jurnalistik," ungkap dia.
Berikutnya, kata Afif, TAUD menemukan sekitar 500 pengaduan orang hilang setelah aksi menolak UU Ciptaker. Sebanyak 300 di antaranya yang sudah dilepaskan.
Sisanya, terdapat 200 orang yang teridentifikasi masih ditahan. Namun, orang yang ditahan itu masih belum diketahui lokasinya.
"Banyak juga dari orang itu tidak tahu ditahan di mana. Ini persoalan yang serius. Sampai saat ini, tim advokasi masih bergerak ke lapangan tetapi tim kesulitan," beber dia. (ast/jpnn)
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan