Tawarkan Jasa Akunpuntur, Minta Dibayar Bibit Pohon

Minggu, 26 September 2010 – 17:37 WIB

Pria berusia 35 tahun ini sempat dianggap sesat karena menggelar Maulid Nabi yang bernuansa penghijauanUpayanya menghijaukan 6.000 hektare hutan gundul di Gunung Lamongan dinilai bak membuat ukiran di atas air

BACA JUGA: Meriah dengan Aksi Artis Ibu Kota

Namun, dia jalan terus dengan aktivitas yang dianggap sebagai profesi utamanya itu.


AKHMAD RIDWAN, Lumajang


SEBUAH sepeda motor trail menderu membelah jalan makadam di Desa Papringan, Kecamatan Klakah, Lumajang
Dua orang penunggang trail itu tak mempedulikan jalanan yang becek dan licin setelah kawasan itu diguyur hujan sehari sebelumnya

BACA JUGA: Cubit Santri, Guru Ngaji Diadili

Matahari terus merayap ke arah barat.

Gunung Lamongan (warga setempat menyebutnya sebagai Gunung Lemongan) berdiri menjulang berkawan awan dan mendung yang terus berarak
Setelah membelah jalanan berbatu selama 15 menit, trail itu tiba di padepokan Mbah Citro, sesepuh Desa Papringan yang dikenal sebagai juru kunci Gunung Lamongan.

Untuk mencapai gubuk panggung yang menjadi posko Laskar Hijau, dari padepokan Mbah Citro, dua orang penunggang motor trail itu harus menaklukkan jalan setapak yang hanya cukup dilalui satu orang

BACA JUGA: Anomali Cuaca, Petani Bawang Merugi

Jalanan lebih menanjak dan licin.

Beberapa puluh meter menjelang gubuk panggung itu, lelaki berpostur tegap dengan rambut sedikit gondrong itu turun dari trailKedua kakinya cukup lincah menghindari tanah yang liatJalan setapak itu sangat dikenal oleh pria tersebut.

"Dulu, hutan ini rimbun," kata A"ak Abdullah Al Kudus, koordinator Laskar Hijau, sebuah komunitas yang sejak empat tahun terakhir aktif melakukan konservasi lingkungan di kawasan Gunung LamonganSaat itu dia temani Eka Surya, rekannya sesama anggota Laskar Hijau.

Lelaki yang lahir dan tumbuh di Klakah ini mengisahkan, sebelum era reformasi pada 1998, Gunung Lamongan adalah mata air kehidupan bagi warga Lumajang yang tinggal di kawasan utaraKarakter Gunung Lamongan cukup unik.

Sebagai gunung api, gunung dengan ketinggian 1.671 m dpl itu tidak memiliki kawah, sebagaimana lazimnya gunung apiNamun, Lamongan memiliki sembilan ranu (danau) di sekujur lerengnyaRanu-ranu itu tersebar di Kecamatan Ranuyoso, Klakah, dan Randuagung.

Kesembilan ranu itu adalah Ranu Lemongan, Ranu Bedali, Ranu Pakis, Ranu Lading, Ranu Kembar, Ranu Glébég, Ranu Agung, dan Ranu SegaranItu belum termasuk Ranu Wurung-- istilah untuk ranu yang tidak digenangi air-- dan sejumlah mata air yang jumlahnya kini tak diketahui secara pasti.

Sebelum era reformasi, Lamongan menjadi penyangga mata air sembilan ranu tersebutHutan heterogen di lereng Lamongan memberi jaminan pasokan air bagi mata-mata air yang jumlahnya kini diyakini terus menyusutLamongan bukan hanya menjadi sumber penghidupan bagi sebagian besar masyarakat Lumajang di utaraTapi, juga dua kecamatan di Kabupaten Probolinggo di lereng utara, yaitu Kecamatan Tiris dan Krucil.

Ranu-ranu di lereng Lamongan juga menjadi penyupali air di lahan-lahan pertanianRanu Lemongan -dikenal pula dengan sebutan Ranu Klakah--selama ini mampu mengairi lahan pertanian seluas 650 hektareMata air di Ranu Bedali mampu mengalirkan berkubik-kubik air minum melalui pipa-pipa milik PDAM ke masyarakat yang ada di Kecamatan Ranuyoso, Kecamatan Klakah hingga Kedungjajang.

Sementara, di Ranu Pakis mengapung ratusan keramba ikan nila milik masyarakat setempat dengan omzet tak kurang Rp 2 miliar per tahunDi Ranu Lading, masyarakat bebas menebar jala dari atas rakit untuk menangkap ikan sebagai nafkah bagi istri dan anak-anaknya.

Tapi, semua kejayaan Gunung Lamongan itu terancam bakal menjadi dongeng belakaSebab, ekologi Lamongan saat ini sangat kritisTidak kurang 6.000 hektare di kawasan green belt Lamongan kini gundul dan kering kerontangBukit dan lereng hanya ditumbuhi ilalang bak padang savanaLamongan meranggas sejak 1998 - 2002 akibat illegal logging.

Tergerak atas kondisi Gunung Lamongan yang kian merana, A"ak mulai menggalang kawan-kawannya untuk merintis penghijauanSasaran pertama adalah kawasan Ranu Lemongan, yang hanya berjarak sekitar 2 km dari rumahnyaKegiatan itu dimulai pada 2005Tepian Ranu Lemongan ditanami berbagai jenis pohon buah dan pohon penahan air, seperti gayam, johar, dan bambu""Alhamdulillah sekarang sudah ijo royo-royo,"" ujarnya.

Kegiatan konservasi di Ranu Lemongan berjalan selama dua tahunKini kawasan itu kembali hijauAir di ranu itu pun tak cepat susut kala kemarauBersama dengan sejumlah kawan-kawannya yang merintis penghijauan di Ranu Lemongan, A"ak melontarkan gagasan untuk melakukan kegiatan serupa dalam skala lebih luas.

Sebuah gerakan didiklarasikan saat peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW pada 2008Saat itu terkumpul 300 orang, tua muda dan dari berbagai kalangan, untuk melaksanakan penghijauan di lereng Gunung LamonganMomen itu dimanfaatkan pula sebagai deklarasi Maulid Hijau, peringatan Maulid Nabi yang dikemas dalam bentuk penghijauanMaluid Hijau sempat dianggap sesat oleh ulama setempatSelanjutnya, komunitas di dalamnya dinamakan Laskar Hijau.

""Nama ini asal sebut saja kokWaktu itu kami bingung mau dikasih nama apaMunculnya Laskar Hijau, ya jadilah Laskar Hijau,"" ujar A"akSaat browsing di internet, ternyata sudah banyak yang memakai nama Laskar Hijau""Lembaga di Partai Bulan Bintang ada juga yang bernama Laskar Hijau,"" sebutnya seraya terkekeh.

Kegiatan Laskar Hijau dilaksanakan setiap MingguAnggota Laskar Hijau berkumpul di posko Laskar Hijau, lalu melakukan kegiatan penanaman pohonSetelah melakukan penghijauan selama dua tahun lebih, saat ini ada sekitar 400 hektare lahan yang sudah digarap Laskar Hijau, dari target 6.000 hektare di sepanjang green belt Lamongan.

Tapi, bukan perkara mudah untuk mengorganisasi massa sebesar itu untuk melakukan penghijauan setiap pekanApalagi, areal yang di-cover sangat luas""Kalau kita konsisten setiap Minggu menanam pohon, lahan 6.000 hektare itu baru selesai digarap selama 20 tahunTapi, kami tak akan menyerah,"" tegasnya.

A"ak mengaku, tidak jarang dirinya hanya seorang diri naik ke lereng Lamongan untuk menanam pohonSebab, anggota Laskar Hijau yang lain tidak ada yang datang""Bagi saya tidak masalahYang penting saya harus terus bergerak meski seorang diri,"" cetusnyaBak seleksi alam, dari 300 orang yang hadir dalam deklarasi Laskar Hijau, yang aktif kini 15 orangSisanya tidak terlalu aktif, bahkan tidak aktif lagi.

Bukan cuma jumlah anggota yang terus menyusut yang kini dihadapi A"ak dan Laskar HijauNamun, bibit pohon yang tersedia tidak sebanding dengan luasnya lahan yang harus digarapApalagi, seluruh dana kegiatan Laskar Hijau murni swadaya anggotaTak ada bantuan sepeser pun dari lembaga lain, termasuk pemerintah.

Tak kurang akal, A"ak bersama anggotanya mulai mencari cara paling praktisDiantaranya, anggota Laskar Hijau mulai dikerahkan untuk blusukan ke pasar buahMereka mengorek-ngorek tong sampah untuk mencari aneka biji buah-buahanBila menemukan biji yang bisa disemai, dibawa pulangSekali blusukan, mereka bisa membawa biji buah-buahan dari tempat sampah sebanyak satu pikup.

Bukan hanya mencari di pasar-pasar buah di Lumajang, namun mereka juga berburu ke pasar-pasar buah di Kabupaten Probolinggo, Pasuruan, hingga MalangSelanjutnya, anggota Laskar Hijau menyemai berbagai biji itu di lahan pembibitan seluas 2.500 meter persegi dengan biaya sewa lahan disewa Rp 1.500.000 per tahun.

Cara itu, menurut A"ak, masih tak mampu mencukupi kebutuhan bibitLaskar Hijau akhirnya bekerja sama dengan SDN Ranuyoso 03 Lumajang dan SDN Tigasan 04 ProbolinggoSebagian warga Probolinggo sudah mengenal Laskar Hijau karena komunitas sudah melakukan sosialisasi sampai di kabupaten yang bertetangga dengan Lumajang ituLaskar Hijau menyediakan polybag, anak-anak SD membawa biji-bijian tanaman buahDari kedua sekolah itu, terkumpullah 10 ribu bibit.

Cara ""gila"" lain yang dilakoni Laskar Hijau adalah dengan menawarkan jasa akunpunturLayaknya pengamen, mereka datang dari rumah ke rumah menawarkan pengobatan alternatif ituMereka tidak mengharapkan upah berupa uang, melainkan bibit tanamanSore itu di gubuk panggung yang menjadi posko Laskar Hijau, A"ak menyuruput kopi terakhirnya di gelas stainless steelHujan belum reda benar""Saya ingin punya monumen hidup saat mati nantiPohon-pohon di Gunung Lamongan inilah monumen peninggalan saya,"" tutupnya(aj/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Wanita dan Anak Rentan Terkena HIV


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler