TaxPrime Sebut Pengusaha Wajib Paham soal Penetapan PPKU dalam PMK 172/2023

Sabtu, 27 Januari 2024 – 16:35 WIB
Webinar yang bertajuk Navigating the New Indonesian Transfer Pricing Guidelines (MoFR-172/2023): Updates, Impacts, and Regional Perspectives, Jumat (26/1). Foto: dok Tax Prime

jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 172 Tahun 2023 (PMK-172) tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa dan berlaku mulai 29 Desember 2023.

Senior Manager TaxPrime Muhamad Noprianto menyatakan bahwa Wajib Pajak (WP) perlu sangat memerhatikan aspek hubungan istimewa sebagai pintu masuk (entry point) atas kewajiban dalam melakukan penetapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (PPKU) dalam perubahan dan penyempurnaan dalam PMK Nomor 172 Tahun 2023.

BACA JUGA: Soal Kenaikan Pajak Hiburan, Hotman Paris Merespons Begini, Ada Kalimat Jokowi Tak Tahu

Hal itu diungkapkan Nopri dalam webinar yang bertajuk Navigating the New Indonesian Transfer Pricing Guidelines (MoFR-172/2023): Updates, Impacts, and Regional Perspectives, Jumat (26/1). Taxprime menguraikan pokok-pokok perubahan, dampak, tantangan dan strategi implementasi PMK Nomor 172 Tahun 2023 tersebut.

“Terdapat penegasan bahwa ex-ante harus digunakan dalam menerapkan PKKU. Pendekatan ex-ante merupakan pendekatan penetapan harga transfer yang dilakukan untuk menerapkan PKKU pada saat sebelum/saat transaksi dilakukan (price-setting approach),” jelas Nopri.

BACA JUGA: Ivanhoe Desak Kenaikkan Pajak Hiburan di Jakarta Ditinjau Ulang

Kemudian, penegasan atas preferensi pendekatan segregasi serta terdapat beberapa perubahan terkait tahapan pendahuluan dalam PKKU. Hal-hal tersebut seirama dengan OECD Transfer Pricing Guidelines chapter 6-10.

“Hal yang menarik di sini adalah tambahan adanya perubahan dalam tahapan pendahuluan berupa tambahan atas transaksi tertentu, yakni transaksi keuangan lainnya. Hal ini searah dengan perubahan dalam OECD Transfer Pricing Guidelines 2022, yaitu penambahan chapter 10—financial transaction,” jelas Nopri.

BACA JUGA: Perihal Kenaikan Pajak Hiburan, HIPPI DKI Minta Presiden Segera Terbitkan Perppu

Selanjutnya hal yang patut diapresiasi adalah penambahan penjelasan yang lebih detail dalam aturan PMK Nomor 172 Tahun 2023 terkait analisis industri dan perluasan definisi manfaat ekonomis. Ada pula perubahan terkait kesejajaran metode Comparable Uncontrolled Price (CUP) dan Comparable Uncontrolled Transaction (CUT) dalam penentuan harga transfer.

“Dalam PMK tersebut, juga ditegaskan kembali mengenai penggunaan metode valuasi bisnis dan aset. Wajib Pajak perlu memperhatikan penerapannya dengan mengacu pada PMK 79 tahun 2023 tentang Tata Cara Penilaian untuk Tujuan Perpajakan,” ucap Nopri.

Senior Manager TaxPrime Muhamad Noprianto menjelaskan, PMK-172 merupakan follow up dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan peraturan pelaksanaannya, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Tahun 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan dan PP Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan.

PMK mengatur mengenai penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (PKKU), Mutual Agreement Procedure (MAP), dan Advance Pricing Agreement (APA) ini merupakan respons strategis terhadap amandemen terbaru dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) dan Ketentuan Umum dan Tata Cara Undang-Undang Perpajakan (KUP).

“PMK Nomor 172 Tahun 2023 ini sangat menarik karena merupakan ketentuan yang bersifat omnibus yang menggabungkan berbagai ketentuan terkait transfer pricing, MAP, APA, termasuk memberikan klarifikasi dan menyempurnakan ketentuan yang lama. Perlu dicatat juga bahwa PMK Nomor 172 ini mulai berlaku sejak 29 Desember 2023. Khusus untuk penyelenggaraan TP-Doc (Transfer Pricing Documentation), Wajib Pajak harus menerapkan ketentuan dalam PMK ini untuk tahun pajak 2024,” jelas Nopri.

Di sisi lain, Managing Partner Transfer Pricing Compliance and International Tax TaxPrime Emanuel Dewo Adi Winedhar menyebutkan terdapat dampak berupa koreksi kewajaran yang perlu dimitigasi Wajib Pajak dalam penerapan PKKU.

Adi menjelaskan terdapat pengaturan mengenai mekanisme primary adjustment, mekanisme secondary adjustment, klarifikasi dan limitasi kewenangan DJP dalam koreksi Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan corresponding adjustment.

“Pada prinsipnya hal yang ingin kami highlight bahwa dalam ketentuan PMK sebelumnya, terutama di PMK Nomor 22 Tahun 2020 masih terdapat kemungkinan potential double taxation, karena memang belum diatur secara spesifik terkait dengan corresponding adjustment. Tetapi dengan adanya PMK 172 Tahun 2023, corresponding adjustment ditegaskan dapat dilaksanakan dan itu memudahkan Wajib Pajak,” jelas Dewo.

Secara simultan, PMK Nomor 172 Tahun 2023 juga menambah ketentuan serta mempertegas mengenai ketentuan terkait Mutual Agreement Procedure (MAP) dan Advance Pricing Agreement (APA) yang telah diatur dalam ketentuan sebelumnya.

Menurut Dewo, hal ini menandakan langkah progresif DJP yang dapat memberikan keadilan dan kemudahan bagi Wajib Pajak, terutama terkait peniadaan sanksi administrasi atas konsekuensi hasil APA, masih terdapatnya kemungkinan Unilateral APA dalam hal terdapat pencabutan permohonan Bilateral APA/Multilateral APA, serta terdapatnya tambahan waktu untuk melakukan penyampaian atas pembaharuan APA.

“Sangat penting dipahami bahwa PMK-172 ini memperhatikan aspek keadilan dan kepastian, baik bagi Wajib Pajak maupun DJP,” tambah Dewo.

Dalam perspektif global, Partner/Senior Foreign Attorney Kee & Ko South Korea Stave Minhoo Kim mengapresiasi amandemen regulasi penetapan transfer pricing di Indonesia.

Kim menganalisis, perubahan yang dilakukan Indonesia sangat komprehensif, khususnya terkait mekanisme APA.

“Masalah transfer pricing Indonesia bagi grup-grup usaha atau Wajib Pajak Korea yang sangat mencolok bagi saya, khusunya penerapan PKKU. Saya mendapatkan kesan bahwa Pemerintah Indonesia berusaha menjaga relevansi ketentuan domestik dengan perkembangan OECD dengan menyelaraskan regulasi dan mempertimbangkan bahwa pemerintah sangat menekankan analisis industri dan tahapan penerapan PPKU untuk memberikan kepastian hukum,” ungkap Kim.

Hal senada juga diungkapkan oleh Partner Transfer Pricing KPMG Tax Corporation Japan Yuri Numata. Menurutnya, PMK 172/2023 memberikan penjelasan dan ketenangan dari berbagai aspek, khususnya bagi perusahaan Jepang yang berada di Indonesia.

“Jepang juga mengadopsi panduan transfer pricing OECD sebagai dasar untuk peraturan dan penegakan hukum. Sekarang, PMK Nomor 172 Tahun 2023 mulai berlaku, saya percaya ini memberikan gambaran yang jauh lebih jelas bagi Wajib Pajak Indonesia, termasuk perusahaan-perusahaan Jepang yang beroperasi di Indonesia atau Asia,” pungkas Numata.

Sebagai informasi, TaxPrime adalah konsultan pajak yang berdiri sejak 2012 dengan pertumbuhan terpesat di Indonesia.

TaxPrime memiliki lebih dari 200 advisor, di mana 26 di antaranya memiliki pengalaman sebagai pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang menduduki berbagai posisi. Dua dari 26 advisornya adalah eks Direktur Jenderal Pajak Indonesia, pejabat tertinggi di otoritas pajak Indonesia.(mcr10/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
pajak   WP   wajib pajak   PKKU   Bisnis   DJP  

Terpopuler