TB Hasanuddin: Tak Mudah Menjatuhkan Presiden Pilihan Rakyat

Kamis, 04 Juni 2020 – 12:16 WIB
TB Hasanuddin. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR Fraksi PDI Perjuangan TB Hasanuddin menanggapi maraknya isu pemakzulan presiden yang berkembang akhir-akhir ini.

Isu itu bahkan menimbulkan kegaduhan tersendiri di tengah-tengah masyarakat apalagi saat ini Indonesia masih bergulat melawan pandemi Covid-19.

BACA JUGA: Respons Ujang Komarudin Terkait Wacana Pemakzulan Presiden

Kang TB, panggilan akrabnya, menegaskan bahwa tidak mudah untuk menurunkan presiden pilihan rakyat.

"Tidak mudah menurunkan presiden pilihan rakyat. Proses pemakzulan presiden cukup sulit," kata Hasanuddin dalam keterangan elektronik, Kamis (4/6).

BACA JUGA: Pemakzulan Donald Trump Dorong Emas Berjangka Melonjak

Hasanuddin membeberkan, dengan konfigurasi koalisi partai politik saat ini proses pemakzulan presiden nyaris tak mungkin.

Bila memang terjadi, mekanismenya DPR harus menggunakan hak menyatakan pendapat (HMP).

BACA JUGA: Tidak Usah Khawatir Pansus Jiwasraya akan Berujung Pemakzulan Presiden

Hak ini untuk menyatakan pendapat atas kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di dalam atau di luar negeri, terdapat dugaan presiden dan/atau presiden melakukan pelanggaran hukum atau pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, maupun tindakan tercela (UU MD3, Pasal 79 Ayat 4) .

"Hak menyatakan pendapat ini diusulkan oleh minimal 25 orang anggota DPR, dan bila memenuhi persyaratan administrasi bisa dilanjutkan dalam sidang paripurna," ujar dia.

Hasanuddin menegaskan, keputusan ini akan sah bila dihadiri oleh minimal 2/3 dari jumlah anggota DPR dan minimal 2/3 dari jumlah itu menyetujuinya, sebagainana diatur UU MD3, Pasal 210 Ayat 1 dan 3) .

Bila keputusannya disetujui, kata dia, maka wajib dibentuk panitia khusus (pansus) yang anggotanya terdiri dari semua unsur fraksi di DPR, sebagaimana UU MD3, Pasal 212 Ayat 2.

"Setelah pansus bekerja selama paling lama 60 hari, hasilnya kemudian dilaporkan dalam rapat paripurna DPR," kata dia.

Ia menegaskan, keputusan DPR atas laporan pansus dianggap sah bila anggota yang hadir minimal 2/3 dari jumlah seluruh anggota DPR dan disetujui oleh 2/3 anggota yang hadir, sebagaimana UU MD3, Pasal 213 Ayat 1 dan Pasal 214 Ayat 4) .

Persetujuan DPR ini selanjutnya dilaporkan ke Mahkamah Konstitusi (MK); disertai bukti dan dokumentasi pelengkapnya. "MK kemudian bersidang. "Bila MK menyatakan terbukti maka DPR menyelenggarakan rapat paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden kepada MPR (UU MD3, Pasal 215 Ayat 1)," ujarnya.

Setelah itu, MPR melakukan sidang paripurna untuk memutuskan usul pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden oleh DPR.

Menurut Hasanuddin, keputusan MPR terhadap pemberhentian tersebut dinyatakan sah apabila diambil dalam sidang paripurna MPR yang dihadiri paling sedikit 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh paling sedikit 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, sebagaimana UU MD3, Pasal 38 Ayat 3.

"Melihat komposisi koalisi fraksi-fraksi pendukung presiden di DPR, rasanya seperti mimpi di siang bolong kalau kemudian ada yang bercita-cita melengserkan presiden pilihan rakyat," tegasnya.

Dia menambahkan bila kemudian ada aspirasi menurunkan presiden lewat aksi anarkistis di jalanan, maka hal tersebut melanggar UU bahkan dapat dikenakan tindakan pidana makar.

"Inilah demokrasi yang kita sepakati dan menjadi kesepakatan nasional . Diskusi ilmiah dengan norma akademis mengenai pemakzulan sih boleh-boleh saja karena dijamin menurut UU, tetapi kalau aksi anarkistis minta presiden diturunkan di jalanan, itu telah melanggar ketentuan," pungkasnya. (boy/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler