Tegang, Mengharukan, Terima Kasih Yuni!

Senin, 08 Agustus 2016 – 05:46 WIB
Sri Wahyuni Agustiani berhasil merebut medali perak angkat besi kelas 48 kilogram olimpiade, Rio de Janeiro, kemarin. Foto: AINUR ROHMAN/JAWA POS

jpnn.com, RIO DE JANEIRO - Sejak Raema Lisa Rumbewas menjadi sensasi nasional dengan meraih perak di Sydney 2000, angkat besi tak pernah putus mempertahankan tradisi medali pada ajang Olimpiade. 

Laporan: Ainur Rohman dari Rio de Janeiro 

BACA JUGA: Sri Wahyuni Absen Bela Indonesia pada Olimpiade 2020?

Kemarin di Riocentro, Pavilion 2, Barra da Tijuca, Sri Wahyuni Agustiani tampil luar biasa sebagai titisan Lisa. Seorang debutan Olimpiade, yang langsung meraih perak pada kelas 48 kilogram. 

"Belum waktunya dapat emas," kata Yuni, panggilannya lantas tersenyum setelah menjalani tes doping pasca perlombaan.

BACA JUGA: Mengharukan, Gagal Persembahkan Emas, Sri Wahyuni Mohon Maaf

Lifter yang pada 13 Agustus nanti berusia 22 tahun tersebut memang sangat berpeluang untuk meraih emas pertama dalam sejarah angkat besi nasional di Olimpiade. 

Kendali berada total di tangannya usai lifter Thailand Sopita Tanasan yang tidak pernah gagal pada lima angkatan pertama (snatch dan clean and jerk), ternyata tidak sukses saat mencoba mencatat 110 kg.

BACA JUGA: Sri Wahyuni jadi Wanita Ketiga yang Bisa Seperti Ini

Total akhir angkatan Tanasan adalah 200 kg. Yuni yang mendapatkan 85 kg dari snatch, sudah memastikan meraih perak dengan mencatat jumlah 192 kg. Itu didapatkan setelah dia sukses mengangkat 107 kg pada kesempatan pertama clean and jerk. 

Untuk mendapatkan emas, Yuni hanya butuh menyamai total angkatan Tanasan. Sebab, bobot lifter kelahiran Bandung itu lebih rendah, 47,25 kg berbanding 47,91 kg milik Tanasan. Jadi, tim pelatih tidak memiliki opsi selain memasang angka 115 kg.

Suasana kubu Indonesia diliputi ketegangan hebat. Di belakang panggung, pelatih Supeni menempelkan keningnya ke kepala Yuni. Dengan suara meninggi, Supeni mengatakan bahwa inilah saatnya. "Jangan berhenti, kami ingin emas!," ucapnya. 

Mendapatkan dorongan tersebut, Yuni menggigit bibir dan menganguk-anggukan kepalanya. Namun sayang, pada kesempatan pertama dia gagal. Ketegangan menjalar lebih hebat lagi. 

Para penonton Indonesia di Riocentro yang terdiri dari Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi dan para pengurus olahraga nasional, serta Duta Besar Indonesia Toto Riyano untuk Brasil terlihat resah. 

"Ayo, perbaiki lagi posisinya, perhatikan lagi ototnya," kata Peni sebelum Yuni melakukan angkatan terakhirnya pada perlombaan tersebut. Di sisi lain, Tanasan juga sangat tegang. 

Dia tidak berani melihat aksi Yuni dan memilih memeluk pelatihnya. Namun sayang sekali Yuni kembali gagal. Peluang sangat besar itu, gagal direalisasikan menjadi emas.

Yuni mengatakan, sebetulnya dia bisa mengangkat clean and jerk 116 sampai 118 kg saat latihan. Namun, jika bobot badannya 51 kg. Nah, ketika berat tubuhnya di bawah 48 kg, Yuni kadang bisa menembus angka 117 kg. Namun tidak rutin. 

"Saya sih tidak tegang, biasa saja. Saya juga sudah bisa memprediksi bahwa Thailand itu akan sangat kuat," ujarnya. "Saat mulai takut, saya hanya mengingat Indonesia..," imbuhnya. 

Lifter kelahiran Bandung itu menuturkkan, Tanasan sebelumnya berkompetisi di nomor 53 kg. Nah, atlet berusia 21 tahun tersebut turun kelas karena juara dunia 2015 Jiang Huihua (Tiongkok) memutuskan bertanding ke kelas 53 kg. Jiang merasa, kansnya lebih besar akibat pencoretan Keniia Maksimova (dan seluruh lifter Rusia) di Rio 2016 karena skandal doping.

Pelatih Supeni mengatakan mengingat usianya, Yuni masih memiliki kans untuk mengukuir prestasi lebih besar lagi di masa depan. Target emas di Olimpiade Tokyo 2020 rasanya tidak berlebihan. Apalagi, kata Peni, panggilannya, usia emas lifter biasanya berada di angka 23 sampai 27 tahun. "Satu lagi, jangan kawin dulu ha ha ha," katanya. 

Peni mengaku sanggat bangga menjadi pelatih Yuni. Peraih perak Asian Games 2014 Incheon tersebut adalah seorang atlet yang sangat fokus, tidak neko-neko, dan pekerja yang luar biasa keras. Yang jelas empat tahun lagi, kata Peni, mental Yuni sudah semakin matang dan jauh lebih kuat.

Menpora Imam Nahrawi menjanjikan akan mengguyur Yuni dengan bonus Rp 2 miliar plus tunjangan Rp 15 juta perbulan seumur hidup atas prestasi fenomenal ini. Ketua PP PABBSI Rosan P. Roeslani juga akan memberikan bonus besar meski dia tidak menyebut angka.

Namun Yuni seolah tidak tertartik. Ketika Jawa Pos mengatakan nominal bonus yang akan diterimanya, Yuni malah menutup telingga dan mengegelangkan kepala dengan keras. 

"Saya tidak mau tahu! Yang jelas, sebagai atlet, tugas saya hanya latihan yang keras dan mencapai hasil terbaik," tegasnya dengan wajah yang tiba-tiba serius. 

Nahrawi menuturkan, bonus tersebut akan segera dicairkan. Maksimal pada akhir tahun ini juga, Yuni bisa menikmati hasil keringatnya. 

"Saya berharap Eko Yuli dan Triyatno juga bisa menyumbangkan medali lagi untuk Indonesia," kata politisi asal Bangkalan itu. 

Indonesia memang sangat berharap bisa kembali mendulang medali dari angkat besi. Terutama lewat Eko Yuli Irawan dan Triyatno yang turun di kelas 62 dan 69 kilogram. Dini hari tadi WIB, lifter putri nasional Dewi Safitri berlomba pada nomor 53 kilogram. Dia akan berkompetisi melawan enam lifter lainnya. (nur)


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler