Tegaskan Tak Ingin Jadi Capres/Cawapres

Minggu, 28 Maret 2010 – 06:53 WIB
MAKASSAR -- Kandidat calon ketua umum PBNU, KH Said Agil Siradj menegaskan dirinya tidak tergoda untuk menjadi calon presiden atau calon wakil presidenDia mengaku ingin memegang prinsip untuk tidak membawa NU ke politik praktis.
   
Dalam konferensi persnya di Wisma Dirgantara, Daya, sebelum terpilih, Said mengatakan penolakan itu sudah final

BACA JUGA: Voting Melelahkan Menangkan Said Agiel

Dirinya memastikan tidak akan menerima tawaran menjadi capres/cawapres selama menjabat ketua umum PBNU.
   
"Kalau ada kader NU lain yang maju, silakan
Biarlah saya menjadi pendukung dari belakang," katanya.Penolakan menjadi capres/cawapres itu bukan tanpa alasan

BACA JUGA: SBY: Rekomendasi soal Century Sudah Diteruskan

Menurutnya, ada konsekuensi negatif yang harus ditanggung Nahdlatul Ulama jika organisasi ini dibawa ke politik praktis, termasuk dalam pilpres.
   
Kalau menang, tambahnya, dampaknya bisa bagus bagi NU
Tetapi, jika kalah, itu sangat merugikan NU

BACA JUGA: SBY Disarankan Pecat Staf Khususnya

Sebagai organisasi terbesar di tanah air, NU bisa kehilangan kepercayaan.
   
"NU akan makin besar jika berani meninggalkan politik praktisSaya pribadi berkomitmen untuk itu," katanya.
   
Dalam kurun waktu 12 tahun terakhir, setidaknya ada tiga elite NU yang sempat masuk dalam arena politik praktisGus Dur bahkan sempat menjabat presiden selama dua tahun sebelum digantikan Megawati di tengah jalan.
   
Dua nama lainnya adalah Hasyim Muzadi dan Salahuddin Wahid alias Gus SholahHasyim yang maju sebagai cawapres berpasangan dengan Megawati pada Pilpres 2004 harus mengakui keunggulan pasangan SBY-JK.
   
Pada saat yang sama, Gus Sholah yang juga berposisi sebagai cawapres berpasangan dengan Wiranto juga kalahNah, kondisi seperti inilah yang mengaku dihindari Said sehingga memutuskan tidak berpolitik praktis.
   
Ke depan, lanjutnya, NU dihadapkan tantangan yang beratSalah satunya adalah arus globalisasi yang makin derasUntuk menghadapi tantangan itu, tidak ada pilihan lain kecuali kembali ke pesantren
   
"Dari pesantrenlah tumbuhnya peradaban Islam, budaya ukhuwahSalah satu contohnya tidak ada tawuran di pesantrenDi sana ada kemandirian," jelasnya.
   
Dia juga mengatakan bahwa NU ke depan harus fokus pada pendidikan, kemasyarakatan, pembangunan masyarakat sejahtera, sehat, dan cerdasItu sesuai cita-cita para pendiri NU tahun 1926 saat organisasi itu pertama kali dideklarasikan di Surabaya.
   
Dengan kembali ke khittahnya, NU juga bisa berperan menjadi pemersatu di tengah era multipartaiSaat ini, katanya, umat Islam terkotak-kotak dalam beberapa partai politikKondisi itu, katanya, bisa melemahkan Islam.
   
Perbaikan pola pikir juga harus menjadi salah satu fokus NU ke depanPola pikir yang bersifat impor, lanjutnya, apakah itu ekstrem kanan, sektarian, radikal, bahkan sampai teroris itu jelas-jelas tidak dikenal dalam pola pikir NU.
   
Pola pikir yang sekuler, liberal juga tidak dikenal dalam pola pikir ahlusunnah waljamaah di IndonesiaMasalah-masalah inilah yang akan dihadapi NU."Jangan sampai kita semua mengalami degradasi berpikirNU harus tetap menjadi penyangga kebhinnekaan, penyangga keberagaman, agama, dan budaya," katanya.(sap-amr)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pers Harus Kembangkan Budaya Berkonstitusi


Redaktur : Auri Jaya

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler