jpnn.com - PLINY the Elder, sejarawan Romawi dalam bukunya Natural Histories bercerita tentang kedatangan perahu bercadik dengan muatan kayu manis.
"Perahu itu bukan digerakkan oleh layar, melainkan oleh semangat dan keberanian," tulis Pliny yang hidup pada awal Masehi.
BACA JUGA: Antara PWI dan AJI...Ini Tragedi dalam Sejarah Pers di Indonesia
Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network
Philip Beale, veteran Angkatan Laut Inggris pelesir ke Candi Borobudur, 1982.
BACA JUGA: Bukan SP 11 Maret, Tapi 12 Maret! Ini Faktanya...
Begitu mendapati relief perahu kuno di candi itu, Beale menghentikan langkah. Lama dia mematut-matut. Seolah hendak memecahkan teka-teki di relief itu.
Beale mendapati 10 relief perahu di Borobudur. Enam perahu besar dan 4 perahu kecil. Perahu besar berlayarkan cadik. Dan perahu kecil menggunakan dayung.
BACA JUGA: Sebelum Supersemar Diteken, Bung Karno Marah Sampai Lempar Asbak
Beale terpikat. Semenjak itu, setelah 20 tahun lamanya melakukan riset, Beale pun menarik kesimpulan:
…nenek moyang bangsa Indonesia tampaknya telah berlayar hingga ke Pantai Barat Afrika pada abad ke-9 untuk berdagang rempah-rempah termasuk kayu manis.
Ditemukan dalam berbagai literatur, bahwa orang Yunani kuno sudah menggunakan kayu manis (cinnamon) sejak sebelum Masehi.
Dan, "kayu manis hanya tumbuh di udara tropis, di Timur Jauh. Yakni, Kepulauan Indonesia," tulis Abdul Nasier dalam buku Saya Asal Macassar.
Kapal Borobudur
Beale belum puas dengan hasil penelitiannya jika belum mewujudkan relief perahu di Borobudur itu dalam bentuk nyata.
Untuk mewujudkan mimpinya, Beale dibantu Nick Burningham, arkeolog maritim dari Inggris.
Disambangilah Assad Abdullah al-Madani, orang Pulau Pagerungan Kecil, Sumenep, Madura yang sohor sebagai pembuat perahu tradisional Indonesia.
Berbekal gambar yang disodorkan Beale dan sedikit arahan dari Nick, dalam waktu 4 bulan 6 hari, kapal tiruan itu selesai dibangun Asaad dan kawan-kawannya.
Panjangnya 18.29 meter. Lebar 4,25 meter. Tinggi 2,25 meter.
Dibuat dari campuran kayu jati, ulin, bungor, bintagor dan kalimpappa. Jenis-jenis kayu berkualitas baik.
Kapal bercadik itu dinamai Samudra Raksa. Bobot 30 gross tonnage (GT) dengan kapasitas 15 orang.
Samudra Raksa (pembela samudra), diresmikan Menteri Pariwisata dan Kebudayaan Republik Indonesia I Gede Ardika bersama perwakilan Unesco Philippe Delanghe di Pelabuhan Benoa, Bali, 15 Juli 2003.
Jalur Kayu Manis
Setelah diuji-coba, Samudra Raksa kemudian dilayarkan menapak-tilasi Jalur Kayu Manis; Indonesia-Maladewa- Madagaskar-Cape Town hingga Ghana.
Mengusung nama Ekspedisi Borobudur, perahu berkekuatan layar dan dayung itu menempuh pelayaran sejauh 12.210 mil melintasi Samudera Hindia dan perjumpaan Samudera Atlantik.
Perahu yang diawaki belasan orang Indonesia dan orang asing itu, dilepas Presiden Megawati di Ancol, Jakarta, 15 Agustus 2003.
Setelah berlayar selama 8 bulan, Senin, 23 Februari 2004 sore, perahu bercadik itu lempar sauh di perairan lepas pantai pesisir barat daya Afrika. Di Pelabuhan Tema, Accra, ibu kota Ghana.
Keberhasilan pelayaran ini sekaligus membuktikan bahwa sebelum Vasco da Gama berlayar ke Timur Jauh pada abad ke-15, pelaut kita sudah berlayar ke Afrika dengan perahu bercadik sebagaimana tertoreh di relief Candi Borobudur.
Nah, siapa nakhoda perahu bercadik saat pelayaran Jalur Kayu Manis itu?
"Saya nakhodanya," kata I Gusti Putu Ngurah Sedana, dalam sebuah perbincangan dengan JPNN.com, Selasa (22/3) malam.
Putu pun bercerita…--bersambung (wow/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Antara Gerhana Matahari Total, Dewa Wisnu dan Agama Hindu
Redaktur : Tim Redaksi