Antara Gerhana Matahari Total, Dewa Wisnu dan Agama Hindu

Selasa, 08 Maret 2016 – 23:04 WIB
Ilustrasi. FOTO: dailymail

jpnn.com - DENPASAR – Menikmati fenomena gerhana matahari total (GMT) yang terjadi Rabu (9/3) pagi hanya bisa dirasakan di Indonesia. Ya, sejumlah wilayah di tanah air dilalui GMT. Uniknya, fenonema langka kali ini bertepatan dengan Hari Raya Nyepi umat Hindu. Bagaimana sih sebenarnya fenomena Gerhana Matahari terjadi  menurut ajaran Hindu?

Dilansir dari sejumlah sumber, terutama dari kekawin Adi Parwa yang dikutip Baliexpressnews.com (JPNN Group), dikisahkan sosok Kala Rau, raksasa yang menyamar menjadi Dewa sewaktu terjadinya pemutaran gunung Mandara Giri untuk memperoleh Tirta Amerta atau air suci keabadian. 

BACA JUGA: Bila Saya Jokowi...

Dewa Wisnu yang mengetahui penyamaran Raksasa Kala Rau, seketika melepaskan panah saktinya. 

Kepala terpenggal dan bagian tubuh Kala Rau jatuh ke bumi, kemudian disimbolilasi menjadi lesung.

BACA JUGA: Pelaut Kudu Baca Nih...Rahasia Sukses Pelayaran Paling Legendaris di Abad 20

Adapun kepalanya tetap melayang di angkasa. Nah yang kemudian dipercaya menjadi penyebab terjadinya gerhana adalah sewaktu raksasa Kala Rau berupaya menelan Dewi Ratih (Dewi Bulan).

Mitos Kala Rau juga muncul di Mesir dan India.

BACA JUGA: Begini Cara Pelaut Ulung Menyisir Ombak Membelai Badai

Dalam mitologi Mesir Kuno, ada satu dewa yang paling penting, yaitu Ra (Dewa Matahari), memimpin sebuah perahu yang ditumpangi banyak dewa guna melintasi langit.

Dalam cerita itu, gerhana matahari diyakini saat Apep (Dewa Ular Laut yang jahat) telah berhasil menghentikan Ra.

Walaupun pada akhirnya Ra berhasil meloloskan diri, dan matahari kembali bersinar seperti sedia kala. 

Sedangkan Hindu di India meyakini, dua penguasa kegelapan yakni Rahu dan Ketu yang diyakini menelan matahari sehingga terjadinya gerhana.

Catatan tertulis tertua mengenai gerhana ditemukan di lempeng tanah bangsa Babilonia, di Ugarit, Suriah. Sejumlah peneliti menyebut gerhana tersebut terjadi 3 Mei 1250 SM.

Namun T de Jong dan WH van Soldt di Nature, 16 Maret 1989, menunjukkan kejadian itu 5 Maret 1223 SM. Tak hanya akurat, catatan itu juga menyuratkan pengulangan gerhana yang dikenal sebagai siklus Saros. 

Di Indonesia, catatan gerhana muncul belakangan, lebih mengemuka untuk gerhana Bulan, sangat jarang untuk Gerhana Matahari. 

Melalui lembar publikasinya, Asosiasi Ahli Epigrafi Indonesia, 2001, mengungkapkan catatan tertua gerhana Bulan ditemukan di Prasasti Sucen di Temanggung, Jawa Tengah, yakni gerhana 19 Maret 843. (mus)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Luar Biasa, Perjuangan Para Pelaut ini Mengharumkan Nama Indonesia


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler