Tekan Angka Perokok, Pemerintah Perlu Terapkan Strategi Komunikasi Tersegmentasi

Senin, 10 Mei 2021 – 15:11 WIB
Perokok (Ilustrasi). Foto: Ricardo/jpnn.com

jpnn.com, JAKARTA - Guru Besar Universitas Sahid Jakarta, Profesor Kholil meminta pemerintah untuk menerapkan strategi komunikasi yang berbeda untuk menurunkan angka perokok agar lebih efektif.

Pasalnya, pemerintah dinilai belum berhasil dalam menurunkan prevalensi merokok di Indonesia melalui peringatan gambar kesehatan.

BACA JUGA: Lewat Produk Tembakau Alternatif, Masalah Rokok di Indonesia Harus Segera Diatasi

“Perlu strategi komunikasi secara tersegmentasi untuk mengedukasi masyarakat, karena perokok berat berbeda dengan perokok ringan. Begitu juga latar belakang usia, pendidikan dan pekerjaan berbeda karakteristiknya,” ujar Kholil.

Berdasarkan hasil kajian ilmiah terhadap 930 responden yang melibatkan sejumlah akademisi, dokter, tenaga kesehatan, perokok, dan pengguna produk tembakau alternatif, hanya sekitar 7,96% yang memilih opsi label peringatan kesehatan sebagai strategi yang sesuai agar perokok berhenti merokok.

BACA JUGA: Penjelasan Wilmar Group Terkait Gugatan Farma International

Sebesar 29,89% edukasi memilih edukasi melalui media online, 27,42% diskusi komunikasi tersegmentasi, dan 22,47% regulasi.

“Edukasi melalui bungkus rokok itu sama, padahal dari segi pemahaman, karakteristik, perilaku para perokok itu berbeda-beda. Kalau digeneralisasi seperti sekarang ini, tidak efektif. Jadi harus dilakukan pendekatan secara tersegmentasi,” tutur Kholil.

BACA JUGA: Nangis Ingat Istri mau Melahirkan, Sapri: Saya Enggak Punya Siapa-siapa

Kholil menjelaskan strategi komunikasi bagi perokok usia 25-35 tahun perlu dengan cara meningkatkan kesadaran mengenai hidup sehat tanpa rokok, pengetahuan tentang perbedaan nikotin dan TAR, preferensi untuk memilih hidup sehat, serta aksi untuk berhenti merokok secara bertahap. 

“Apa sih yang jadi bahaya merokok itu? Jadi bahaya rokok ada pada TAR yang muncul karena pembakaran tembakau, kemudian menghasilkan karsinogen,” kata dia.

Terkait dengan aksi untuk berhenti merokok secara bertahap, Kholil melanjutkan perokok dewasa bisa beralih ke produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau yang dipanaskan dan rokok elektrik.

Sebab, untuk berhenti merokok secara langsung sangatlah sulit.

Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang berbeda dengan didukung penyebaran informasi akurat mengenai produk tembakau alternatif.

Sebab, sebanyak 52,4% responden mengaku belum mengetahui adanya produk tembakau alternatif yang memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah daripada rokok.

“Pemerintah harus mendukung keputusan masyarakat yang mencoba untuk mengurangi rokok. Hasil temuan kami menunjukkan bahwa produk tembakau alternatif dapat membantu mengurangi bahaya rokok. Paling bagus tentu adalah berhenti merokok, tapi itu tidak mudah,” ungkap Kholil.

Selain itu, strategi ini perlu diperkuat dengan dukungan dari para pemangku kepentingan agar lebih efektif dalam menurunkan prevalensi merokok.

“Harus ada kolaborasi antara pemerintah, komunitas, pelaku usaha, dan media. Semuanya harus bersatu agar bisa menyampaikan pesan-pesan komunikasi yang tersegmentasi. Jika pesan komunikasi antara orang tua dan milenial disamakan, maka tidak efektif,” seru Kholil.(chi/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pupuk Indonesia Siapkan Stok Hingga 6 Minggu ke Depan & Kerahkan 612 Petugas di Berbagai Daerah


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler