jpnn.com - SURABAYA – Razia di kawasan eks lokalisasi Dolly-Jarak semakin sering dilakukan. Kamis kemarin (31/7) tak kurang dari 700 petugas gabungan dari Pemkot Surabaya, Polrestabes Surabaya, dan TNI terjun ke tempat itu.
Mereka menyisir beberapa wisma yang ditengarai akan buka lagi setelah Lebaran. Dalam razia tersebut tiga perempuan yang mengaku sebagai pekerja seks komersial (PSK) dibawa petugas untuk didata lebih lanjut.
BACA JUGA: Izinkan PNS di Pemko Batam Perpanjang Libur Lebaran
Penyisiran petugas sepanjang sore kemarin membuahkan hasil saat menggeledah rumah di Jalan Putat Jaya Gang 8B No 53. Di rumah itu petugas menemukan tiga perempuan yang mengaku sebagai PSK. Mereka adalah Jarni, 42, asal Kediri; Mariana, 45, dari Blitar; dan Nanik Ernawati, 29, asal Lumajang.
Saat didatangi petugas, tiga perempuan itu sedang duduk santai di dalam kamar. Tidak ada lelaki yang sedang menyewa mereka.
BACA JUGA: Jasad Anak Ditemukan Mengapung di Gendongan Ayahnya
Kepala Satpol PP Surabaya Irvan Widyanto menuturkan telah mendata tiga perempuan tersebut. Saat pendataan itu diketahui, tiga perempuan tersebut mengaku sebagai PSK. Mereka juga menyebut Karli sebagai mucikarinya. ”Kami akan berkoordinasi dengan dinas sosial untuk langkah selanjutnya,” ungkap dia.
Sangat mungkin para PSK itu akan dibawa ke lingkungan pondok sosial (liponsos) di Keputih, Sukolilo. Sedangkan mucikarinya akan ditelisik lebih lanjut. Bila terbukti menjalankan praktik prostitusi, bisa jadi mucikari itu akan dikenai pasal penjualan orang alias trafficking.
BACA JUGA: Xenia Masuk Jurang, Dua Tewas
Razia Kamis kemarin (31/7) memang bagian dari upaya pemerintah untuk menutup secara tuntas eks lokalisasi Dolly-Jarak. Selama bulan puasa, stiker dipasang di setiap wisma dengan stempel beberapa organisasi penolak penutupan lokalisasi yang telah dideklarasikan pemkot Surabaya pada 18 Juni lalu. Di stiker tersebut sekaligus dituliskan bahwa mereka akan buka lagi setelah Lebaran. Ada kabar, buka wisma itu akan dimulai pada hari ini (1/8).
Irvan menuturkan, pihaknya telah mendengar kabar soal rencana wisma yang akan buka lagi tersebut. Dia menyebutkan, informasi itu didapat dari sejumlah tim yang telah disebar di beberapa titik strategis di sekitar lokalisasi Dolly-Jarak.
”Kami pantau terus pergerakan di Dolly-Jarak. Kalau ada yang nekat buka, ya akan dirazia,” ujarnya yang ikut dalam razia kemarin.
Sebagai bukti keseriusan pemkot, kemarin diadakan razia gabungan. Sekitar pukul 15.30 pasukan yang menaiki truk polisi dan satpol PP itu datang beriringan dari Jalan Girilaya. Mereka berhenti di akses menuju ke Gang Dolly.
Anggota satpol PP perempuan masuk ke wisma Dolly Racun di sebelah Wisma New Barbara 22 yang telah dibeli pemkot. Satu per satu kamar di lantai 2 disisir, tapi tak ada satu pun PSK atau tamu. Mereka pun keluar dengan tangan hampa.
Di pintu keluar wisma itu hanya ada dua pemuda yang sedang membawa sapu. Mereka mengaku hanya orang suruhan untuk membersihkan wisma tersebut. Tidak jelas, setelah dibersihkan, wisma itu akan buka lagi atau tidak.
”Saya ndak tahu (buka lagi atau tidak). Orangnya sedang mudik. Saya cuma disuruh nyapu-nyapu,” ujar seorang pemuda yang mengaku tinggal di daerah Simo itu.
Di sepanjang Gang Dolly tersebut memang tak terlihat wisma yang buka. Semua tutup. Petugas lantas melanjutkan penyisiran di Jalan Putat Jaya Gang Lebar. Di kanan kiri gang itu dipenuhi rumah yang difungsikan sebagai karaoke dan wisma.
Salah satu rumah yang didatangi adalah rumah milik Mujiati, 70. Perempuan yang rambutnya telah penuh uban itu menuturkan bahwa sebagian rumahnya memang dikontrakkan kepada seorang perempuan bernama Dewi yang berasal dari Blitar. Rumah itu dijadikan tempat karaoke sekaligus wisma.
”Ada dua PSK-nya. Tapi, sedang mudik,” ungkap Mujiati yang mengaku sudah puluhan tahun tinggal tempat tersebut.
Saat didatangi petugas, Mujiati tampak gugup. Perempuan renta itu juga latah saat dikagetkan dengan suara keras atau gerakan cepat. Petugas lantas memberi tahu Mujiati bahwa setelah Lebaran, tak boleh lagi ada wisma yang buka. Bukan hanya wismanya, tapi juga karaoke.
Razia kemarin sore bukan hanya satpol PP dan polisi yang ikut menyisir eks lokalisasi Dolly-Jarak. Tapi, juga tim pengawas rumah hiburan umum (RHU). Mereka bertugas memantau perizinan RHU seperti rumah karaoke yang marak di Kelurahan Putat Jaya. ”Kami belum pernah keluarkan izin karaoke di Dolly-Jarak,” tegas Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disparta) Wiwiek Widayati.
Dia menyebutkan akan memantau terus situasi dan kondisi eks lokalisasi Dolly-Jarak setelah Lebaran. Sebab, ada indikasi wisma itu akan berubah fungsi menjadi tempat karaoke.
Insiden kerusuhan di eks lokalisasi Dolly Minggu lalu (27/7) masih berbuntut. Polisi mengamankan lagi warga Dolly karena kasus bentrokan tersebut. Lima orang sekaligus yang diamankan. Mereka juga ditetapkan sebagai tersangka.
Tiga di antara lima warga yang diciduk polisi itu berasal dari Putat Jaya Barat. Mereka adalah Pardi, Supari, dan Jaring Sari. Ketiganya merupakan mucikari. Dua lainnya adalah Mausul alias Brewok dari Kalongan Kidul dan Darmanto warga Kupang Gunung yang sehari-hari berjualan nasi rawon.
Kelimanya diamankan polisi Rabu malam (30/7). ”Kami mengamankan lagi warga Dolly karena terlibat kasus perusakan,” ujar Kapolrestabes Surabaya Kombespol Setija Junianta kemarin.
Perwira polisi asal Kediri itu menegaskan, aparatnya tidak asal mengamankan. Tapi, hal tersebut dilakukan setelah polisi mempelajari rekaman yang diambil tim kepolisian saat melakukan pengamanan di eks lokalisasi Dolly pada Minggu lalu. Selain itu, polisi mendasarkan langkah dari keterangan saksi-saksi yang diperiksa dan berita acara pemeriksaan (BAP) empat tersangka lainnya.
Sebelumnya polisi memang menetapkan empat tersangka buntut insiden kerusuhan di Dolly. Mereka adalah Sungkono Ari Saputro alias Pokemen yang merupakan ketua Paguyuban Penyelamatan Lokalisasi Jarak (PPLJ), Subekiyanto, Dwi Indarto, dan Kusnadi.
”Kemarin sore (Rabu, 30/7, Red) kami melakukan rapat untuk membahas temuan-temuan itu. Dari situ kami putuskan untuk mengamankan lima orang tersebut karena memang terbukti melakukan perusakan,” ujar Setija.
Karena itu, Setija menegaskan bahwa langkah mengamankan dan menetapkan lima tersangka baru dalam kasus bentrokan di Dolly tersebut sudah didasarkan pada bukti yang kuat. Mereka semua dijerat dengan pasal 170 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal tujuh tahun penjara.
Dengan diamankannya lima orang tersebut, kini total ada sembilan orang yang dijebloskan ke tahanan karena bentrokan di Dolly. Bukan tidak mungkin jumlah tersebut akan bertambah. Sebab, saat bentrokan, banyak yang terlibat. Baik yang menghasut, menyerang petugas keamanan, maupun membakar.
Seperti diberitakan, langkah antisipasi satpol PP agar warga tidak membuka lagi wisma pada Minggu lalu dihadang sejumlah warga dan pekerja Dolly. Mereka tidak hanya berupaya menghalangi petugas yang hendak memasang plang tanda larangan, tapi juga melakukan penyerangan. Warga melempari petugas dengan batu, bahkan bom molotov. Penyerangan itu akhirnya direspons polisi dengan mengamankan orang-orang yang melakukan penghadangan dan penyerangan tersebut.
”Melihat kondisi saat itu, bisa jadi bertambah (jumlah orang yang diamankan, Red). Sebab, penyelidikan kami belum berhenti,” tegas Setija.
Polisi, kata Setija, tidak akan melakukan pembiaran terjadinya aksi kekerasan seperti yang dilakukan warga Dolly. ”Negara tidak boleh kalah. Langkah positif Pemkot Surabaya tidak boleh dikalahkan,” katanya. (fim/c10/nw)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Santap Daging Ular Keramat, Enam Warga Kejang-kejang
Redaktur : Tim Redaksi