jpnn.com, JAKARTA - Ekonom menilai temuan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terhadap kartel minyak goreng memang cukup serius.
Data Consentration Ratio (CR) yang dihimpun KPPU pada 2019 terlihat bahwa sekitar 40 persen pangsa pasar minyak goreng Indonesia dikuasai oleh empat perusahaan besar.
BACA JUGA: Pemintaan Khofifah untuk Minyak Goreng Enggak Muluk-muluk, Tolong Ya!
Menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira penguasaan empat perusahaan tersebut kemungkinan perusahaan minyak goreng juga menguasai perkebunan sawit.
"Ada korelasinya sehingga harga Crude Palm Oil (CPO) yang masuk ke pabrikan dengan harga minyak goreng yang dijual ke pasar. Disitulah mekanisme kartel mungkin terjadi," ungkap Bhima kepada JPNN.com, Senin (31/1).
BACA JUGA: Intervensi Harga Minyak Goreng, Gus Muhaimin: Lanjutkan Saja
Bhima melanjutkan peran kartel minyak goreng patut dicurigai ketika dalam tata kelola, lantaran melonjaknya kenaikan harga minyak goreng di pasaran padahal harga CPOnya belum naik signifikan.
Kemudian pola subsidi minyak goreng Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit ( BPDPKS ) yang cenderung tidak tepat sasaran dan tidak menyentuh golongan masyarakat menengah bawah menunjukkan ada peran pemerintah dalam menyuburkan praktik kartel.
BACA JUGA: Promo Minyak Goreng Rp 14 Ribu Masih Ada Lho, Coba Cek Toko Ini
"Agak aneh juga ketika ada minyak goreng subsidi, tetapi model terbuka tanpa pengawasan yang optimal, siapa yang beli atau benar ga alokasinya memang disalurkan ke konsumen akhir. Jadi tanda tanya besar," ungkap Bhima.
Selain itu, Bhima mengatakan adanya indikasi penimbunan minyak goreng, misalnya satu orang bisa membeli dengan limit tanpa batas karena tidak ada cross cek identitas di kasir minimarket.
"Maka saya mendukung langkah KPPU membawa kasus kartel ini ke ranah hukum sehingga bisa adu data untuk buktikan dugaan kartel," jelas Bhima.(mcr28/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur : Elvi Robia
Reporter : Wenti Ayu