jpnn.com, JAKARTA - Lembaga Pemantau Akuntabilitas Pendidikan (LPAP) yang mendeklarasikan diri sebagai pengawal Nawacita Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla merilis temuannya. Yang menjadi objek penelitiannya adalah perbandingan kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan saat dipimpin M Nuh dengan Anies Baswedan.
Direktur LPAP Abi Rekso mengatakan, ada penurunan key performance index (KPI) saat dijabat Anies. Padahal kata dia, Anies yang memiliki latar belakang pendidik dan tokoh pluralisme diharapkan membawa perubahan yang lebih baik.
BACA JUGA: Demi Pemerintahan Jokowi, Pak Sabam Ajak Semua Kompak
“Jika dibanding masa M Nuh, KPI Anies tampak buruk saat masa transisi,” jelas Abi dalam diskusi bertajuk “Relasi Indeks Prestasi Pendidikan dan Dugaan Praktik Korupsi” di Jakarta, Senin (13/3).
Hadir dalam dialog, peneliti anggaran Seknas FITRA Gulfino Guevarrato dan peneliti LIPI Anggi Afriansyah, dipandu oleh Maria Anneke.
BACA JUGA: Semoga Investasi Arab Saudi Memperkuat Nawacita Jokowi
KPI diukur berdasarkan indikator kompetensi guru, indeks prestasi sekolah dan angka perkelahian siswa. Menurut Abi, pada masa Anies, grafiknya menurun, sulit untuk kembali menyetarakan ke masa M Nuh.
Kinerja Anies juga terbilang buruk dalam menghilangkan gejala puritanisme di sekolah-sekolah. “Sebagai tokoh pluralisme, tidak ada perubahan signifikan pada masa Anies,” papar Abi lebih lanjut.
BACA JUGA: Pak Jokowi, Please Waspadai Bu Rini Gerogoti Nawacita
LPAP mengukur indeks perbandingan pluralisme di sekolah-sekolah menengah di Jakarta, seperti keharusan membaca Alquran dan siswa perempuan berhijab.
LPAP juga menyoroti dugaan praktik korupsi seperti proyek pengadaan VSAT (Very Small Aperture Terminal) dan kelebihan dana sertifikasi guru sebesar Rp 23,3 T.
“ICW merilis adanya manipulasi 381 proyek pengadaan barang dan jasa senilai Rp 942 M pada masa Anies,” rinci Abi.
Sementara Gulfino menyebutkan, Riset FITRA menunjukkan besarnya anggaran pendidikan yang mencapai 20 persen tidak direalisasikan dengan baik di daerah-daerah. Belanja langsung atau program rata-rata di bawah 30 persen, sebagian besar habis untuk belanja tidak langsung atau biaya pegawai.
Gulfino melanjutkan, sering pula terjadi diskontinuitas dalam hal kebijakan setiap pergantian rezim atau menteri. “Menteri-menteri baru terjebak pada populisme, seperti Anies mengajak orang tua mengantar anak ke sekolah, tetapi bagaimana kalau si anak tidak punya orang tua? Apalagi di era media sosial, menteri-menteri sibuk mencari popularitas," kata Anggi. (jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Belasan Foto Jokowi dan JK Diturunkan
Redaktur : Tim Redaksi