jpnn.com, JAKARTA - Pekan lalu, kurs rupiah melemah dan sempat menyentuh angka Rp 13.800 per USD.
Bank Indonesia (BI) pun masuk ke pasar untuk melakukan intervensi, baik di pasar valas maupun pasar obligasi.
BACA JUGA: Tenang, Tekanan Kurs Hanya Sementara
Ya, BI punya cukup amunisi untuk meredam pelemahan rupiah. Salah satunya cadangan devisa yang dimiliki Indonesia pada Januari 2018 lalu sebesar USD 131,98 miliar, naik dibanding posisi Desember 2017 yang sebesar USD 130,20 miliar.
Hasilnya, rupiah pada akhir pekan lalu ditutup di harga Rp 13.746 per USD, keluar dari area Rp 13.800 per USD.
BACA JUGA: Ya, Semoga Saja Tekanan Terhadap Rupiah Hanya Sementara
Namun jika dihitung lebih luas, kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) dalam sepekan tercatat melemah 0,56 persen. Sementara sejak awal Februari 2018, rupiah melemah 2,57 persen.
Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Dody Budi Waluyo mengatakan, tren kenaikan cadangan devisa yang kuat ditopang oleh membaiknya perekonomian sepanjang tahun lalu.
BACA JUGA: Kurs Rupiah Terendah, Ini Daftar Risikonya
Dia yakin cadangan devisa nantinya masih akan mampu tumbuh lebih baik kendati BI harus melakukan operasi pasar.
"Pemerintah menerima devisa dari pajak minyak dan surat utang valas, yang kemudian masuk ke APBN. Dana valas tersebut kemudian ditukar ke rupiah di bank sentral, kemudian valasnya masuk ke cadangan devisa. Saya tidak bisa meramalkan cadangannya akan jadi berapa, tetapi yang pasti masih bisa naik," ujarnya di sela-sela pelatihan wartawan ekonomi, Sabtu (3/3).
Dia menambahkan, BI melihat perekonomian dalam jangka panjang. Sehingga, pelemahan rupiah yang disebut hanya sementara ini tak mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia yang sesungguhnya. Jika melihat tren USD yang menguat, Dody yakin cadangan devisa bisa meningkat.
Namun, ditanya soal aliran dana asing, dia tak menjawab detail. Hingga akhir Januari, aliran dana asing masih tercatat masuk ke Indonesia sebesar USD 2 miliar.
"Untuk yang Februari, saya belum pegang datanya. Maret akan seperti apa, I don't know," lanjutnya.
Dengan peringkat investment grade yang disematkan oleh lembaga-lembaga rating ke Indonesia, ditambah data inflasi yang rendah dan pertumbuhan ekonomi yang positif, Dody yakin tahun ini Indonesia masih akan menjadi tujuan investasi asing, baik investasi asing langsung (foreign direct investment) maupun portofolio. "Tapi memang sudah ada dana yang keluar, dari surat utang dan saham," ungkapnya.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Doddy Zulverdi mengatakan, volume intervensi BI di pasar tak bisa serta merta diukur dari cadangan devisa.
"Misalnya kalau ada penurunan cadangan devisa, berarti BI intervensinya sejumlah selisih dari cadangan yang sekarang dengan yang sebelumnya, enggak begitu," tuturnya.
Sebab, cadangan devisa juga dibentuk oleh variabel-variabel yang lain. Misalnya, pembayaran utang, penerimaan ekspor migas, dan penerimaan lelang surat utang.
Doddy menjelaskan, cadangan devisa pada akhir Januari 2018 cukup untuk membiayai 8,5 bulan impor atau 8,2 bulan impor serta pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Cadangan tersebut juga berada di atas standar kecukupan internasional yakni sekitar tiga bulan impor. Cadangan devisa kali ini termasuk yang terbaik, karena merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah.
Pada saat Indonesia menghadapi krisis tahun 1998, cadangan devisa kala itu sebesar USD 17,4 miliar. Kemudian pada tahun 2008, cadangan devisa sebesar USD 80,2 miliar.
Cadangan devisa Indonesia saat ini telah melesat 664 persen dibanding pada saat krisis tahun 1998 silam. Juga, lebih tinggi 62 persen dibanding pada saat ekonomi AS mengalami bubble properti tahun 2008.
"Meski ekonomi AS mengalami akselerasi dan suku bunga The Fed diekspektasikan naik tiga kali tahun ini, dari sisi buffer, cadangan kita cukup kuat dan likuiditas masih aman. Kita juga punya potensi pariwisata yang dapat menopang perekonomian," ujar Doddy.
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, melemahnya rupiah memang hanya sementara.
Dia menilai pasar lebih dipengaruhi sentimen-sentimen di AS. Sementara dari sisi domestik, perekonomian Indonesia masih cukup baik meski pertumbuhan ekonomi belum mampu melaju kencang.
"Ini hanya sementara, soal USD menguat. Suku bunga di dalam negeri memang sepertinya tidak ada ruang untuk penurunan kembali kalau rupiahnya seperti ini," ungkapnya.
Ekonom Indef Bhima Yudistira mengatakan, cadangan devisa bisa berkurang jika volume intervensi dari pemerintah untuk menaikkan rupiah cukup besar.
"Pemerintah perlu mencari sumber devisa lain di luar sektor migas. Misalnya menaikkan devisa ekspor non migas dan devisa dari pariwisata," tuturnya. (rin)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 1997, Rupiah Melemah juga Usai Petinggi IMF Datang, Ada Apa?
Redaktur & Reporter : Soetomo