jpnn.com, JAKARTA - Partai Golkar sebagai salah satu partai terbesar di Indonesia sudah memiliki sejarah panjang dalam hubungan luar negeri dengan partai lain. Bahkan dengan Partai Komunis Tiongkok (PKC). Hubungan antara Golkar dan PKC sudah berjalan sejak era Presiden Soeharto memimpin Indonesia.
Penegasan ini disampaikan langsung oleh Agung Laksono, Ketua Dewan Pakar Partai Golkar. Ia perlu menegaskan hal itu lantaran banyak isu miring yang dimunculkan pihak tertentu.
BACA JUGA: DPD Golkar Raja Ampat Solid Dukung Airlangga Hartarto
Terlebih setelah pertemuan antara Ketua Umum Partai Golkar dengan Kepala Politbiro Hubungan Internasional Partai Komunis China Song Tao. Pertemuan di Hotel Shangri-La, Jakarta Pusat, Sabtu (21/9) lebih bersifat misi antara dua negara yang bersahabat, Indonesia dan Tiongkok.
“Dalam pertemuan itu tidak dibahas tentang pertukaran kader, tetapi lebih pada misi kebudayaan, misalnya tukar souvenir. Jangan diartikan yang aneh-aneh. Kedua pihak juga setuju untuk saling berkunjung,” kata Agung.
BACA JUGA: Agung Laksono Peringatkan Elite Partai Lain: Jangan Ikut Campur Urusan Golkar!
Ia menyatakan bahwa pertemuan antara Golkar sudah sesuai dengan amanat UUD 1945, yakni aktif menjaga perdamaian dunia.
Dalam hubungan luar negeri Indonesia dan Golkar berpatokan pada kebijakan luar negeri "bebas dan aktif" yang bersifat non-blok dengan mencoba mengambil peran dalam berbagai masalah regional sesuai ukuran dan lokasinya.
BACA JUGA: Ridwan Hisjam: Saatnya Reformasi Golkar Jilid II
Kunjungan Partai Golkar ke Partai Komunis Tiongkok sendiri sudah dilakukan sejak lama. “Bahkan era Pak Wahono menjadi Ketua Umum Golkar saya menjadi perwakilan yang berkunjung ke China, ke PKC,” ungkap Agung.
Bahkan Agung menyatakan Tak hanya sekali ia mengunjungi PKC. “Sudah tiga kali saya berkunjung ke PKC, era Pak Wahono, era Pak Harmoko dan era Pak Akbar Tanjung. Yang kami lakukan adalah meninjau sekolah kader di PKC, dan melihat bagaimana mereka mengelola partai dan asetnya. Kemudian jamuan makan malam dan makan siang dengan pejabat di sana,” kata Agung.
Agung menyatakan tidak benar seperti diisukan bahwa pada era Airlangga Hartarto baru ada kerja sama dengan PKC dan tukar-menukar kader.
Agung juga menjelaskan jika kunjungan dan kerja sama itu tak mengubah dirinya untuk berpaham komunis. Kunjungan itu hanya semata-mata studi banding antara partai. “Saya tetap antikomunis, saya tetap Golkar,” tegas Agung.
Terakhir Golkar juga mengirimkan kadernya seperti Roro Esty, Sari Yulianti dan Melki Lakanena berkunjung ke Tiongkok. “Sekarang malah lebih banyak bicara soal ekonomi. Berbicara soal jalur sutera atau One Belt One Road, bahkan saya lihat lebih banyak bicara soal kapitalis,” ungkap Agung.
Agung juga menegaskan jika kunjungan ke Tiongkok tak hanya dilakukan oleh Golkar. PDIP, Partai Gerindra, Partai Nasdem, PKS dan PP dan PKB juga berkunjung ke PKC di Tiongkok. Bahkan saat PKC pekan ini berkunjung ke Indonesia, juga menyempatkan diri bertemu PDIP dan Gerindra. “Tiga partai itu secara khusus mereka kunjungi. Jadi kenapa diributkan soal Golkar yang aneh-aneh,” ujarnya.
“Kami tetap antikomunis, tetapi dari saling kunjung ini, kita tahu apa yang dilakukan PKC untuk negerinya. Ini sifatnya ilmiah. Jadi jangan keliru menterjemahkannya. Sampai-sampai kita terbawa-bawa Golkar dengan PKC yang komunis. Kami kerja sama bukan soal ideologinya. Akan tetapi lebih pada tata cara pengelolaan partai. Saya setuju untuk tetap diteruskan kerja sama ini,” tutur Agung.
Agung meminta semua pihak untuk tidak berprasangka buruk atas kunjungan PKC ke Golkar. “Jangan phobia, hubungan kita tetap terbuka dan Golkar selalu menjaga dan menghargai kedaulatan masing-masing. Saya kira PKC juga sama,” ucapnya.
Agung merasa perlu meluruskan hal itu karena ada pihak-pihak yang memakai momen kunjungan PKC ini untuk mendiskreditkan Airlangga Hartarto dan Golkar. “Ini menjelang Munas Golkar, jadi ada yang berusaha goreng-goreng pertemuan seolah-olah Golkar melenceng. Perlu saya tegaskan, Golkar tetap partai moderat siapa pun yang memimpin. Golkar tetap partai tengah, tetap partai kebangsaan dan tetap partai kemajemukan dan ideologi Pancasila,” tegas Agung Laksono. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil