Tentang Bu Miryam, Durian,Muntah dan Korupsi e-KTP

Kamis, 30 Maret 2017 – 12:26 WIB
Miryam S Haryani. Foto: dok/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Mantan anggota Komisi II DPR Miryam Haryani mengaku pernah diancam Penyidik KPK Novel Baswedan ketika proses pemeriksaan sebagai saksi korupsi proyek e-KTP.

Miryam menjelaskan, pemeriksaan pertama sebagai saksi e-KTP dijalaninya pada 1 Desember 2016. "Itu pas ulang tahun saya. Karena ulang tahun, saya kurang tidur. Terus dapat panggilan," kata Miryam di persidangan perkara korupsi proyek e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (30/3).

BACA JUGA: Bu Miryam Diancam, Kalau Ngaku Dijebloskan ke Sel

"Karena kurang tidur dan maaf yang mulia saat itu saya juga lagi datang bulan. Dengan kondisi seperti itu saya datang pukul 10.00," tambah Miryam yang kini duduk di Komisi V DPR itu.

Miryam mengatakan, dia menjalani pemeriksaan pertama itu mulai pukul 10.00 hingga pukul 19.00 di ruangan ukuran 2 x 2 meter. Nah, kata Miryam, di awal pemeriksaan itulah dia mendapat ancaman dari Novel.

BACA JUGA: Ternyata, Miryam Bercerita Tanpa Dipaksa

"Awal pemeriksaan Novel cerita ke saya Bu Yani harusnya tahun 2010 mau ditangkap. Belum ditanya macam-macam, sudah begitu," katanya.

Miryam pun mengaku langsung drop dan tertekan. Kepalanya pusing. Dia semakin tidak nyaman karena ruangan pemeriksaan kecil. "Itu membuat saya stres sehingga membuat saya tidak nyaman," katanya.

BACA JUGA: Penyidik KPK Ungkap Bamsoet Cs Ancam Miryam

Lalu pada pemeriksaan kedua 7 Desember 2016, Miryam mengaku masih trauma dengan peristiwa 1 Desember 2016 yang dialaminya. "Dari pagi sampai magrib saya sering ditinggal. Dikasih makan sih yang mulia," katanya.

Lalu pada pemeriksaan ketiga 14 Desember 2016, Miryam mengaku bicara ke penyidik supaya tidak lama diperiksa karena masih ada acara. "Saya dapat telepon ibu saya sakit parah. Kepala saya terpecah, tidak fokus," ujarnya.

Nah, pada pemeriksaan keempat 24 Januari 2017, Miryam mengaku dibikin mabuk karena mencium mulut Novel bau durian. Lalu, Miryam mengaku lari ke luar ruangan menuju lorong kecil. "Saya bilang aduh saya pusing Pak Novel. Tapi, saya ditinggal di lorong tidak ditolong," kata Miryam.

Lebih lanjut Miryam mengaku penyidik mengarahkannya untuk menjawab setiap pertanyaan. Dia mengklaim disodorkan berita acara yang sudah jadi. "Saya disodorkan, saya tulis saja. Karena tertekan saya senangkan mereka saja," ujar dia.

Penyidik senior KPK Ambarita Damanik membantah keterangan Miryam soal pemeriksaan ketiga 14 Desember 2016.

Dia mengatakan, alasan yang disampaikan Miryam berbeda. "Beliau saat itu izin dengan penyidik karena ada rapat. Tapi saat ini (di persidangan) beliau sampaikan orang tuanya sakit. Ini berbeda," jelas Damanik di persidangan itu.

Novel Baswedan pun menjawab bahwa semua keterangan yang disampaikan Miryam di persidangan tidak benar. "Yang disampaikan saksi menurut saya bohong," kata Novel di persidangan ini.

Novel menjelaskan, ruang pemeriksaan bukan berukuran 2 x 2 meter. Menurut dia, Miryam pertama kali diperiksa di ruang 24 lantai 4, gedung KPK, Kavling C1, Kuningan, Jakarta Selatan. "Ruangan itu bukan 2 x 2 meter. Lebih besar, ini ruangan standar," katanya.

Soal bau durian, Novel juga membantah semua keterangan Miryam. Dia menjelaskan, saat itu 24 Januari 2017 pemeriksaan keempat sudah selesai dilakukan. Saat selesai, Novel memberikan berita acara pemeriksaan kepada Miryam untuk dibaca dan dikoreksi.

Setelah itu, Novel kembali ke meja kerjanya. Lalu, dia makan kue roti isi durian. "Jadi, saya tidak tahu kalau yang bersangkutan mabuk durian. Di KPK itu tidak boleh membawa durian karena baunya menyengat. Jadi saya cuma makan roti, roti durian," ujar Novel.

Dia menegaskan, pemeriksaan kala itu sudah selesai. Menurut dia, secara pribadi mungkin mengganggu Miryam. "Tapi, karena sudah selesai pemeriksaan maka tidak berkorelasi dengan keterangan yang bersangkutan," papar Novel di hadapan hakim yang diketuai John Halasan Butarbutar itu.

Novel juga membantah membiarkan Miryam muntah di lorong gedung. Dia menegaskan, itu merupakan jalan di dekat ruang print. "Saya pastikan tidak ada muntah. Kalau kelihatan tentu saya panggil dokter," katanya.

Ihwal ancaman penangkapan 2010 seperti yang dituduhkan Miryam, Novel punya versi tersendiri. Menurut Novel, kronologisnya mengucapkan itu karena pada 2010 KPK sudah memegang transkrip penyadapan adanya dugaan peran Miryam selaku anggota DPR dalam suatu kasus tertentu.

Hanya saja Novel enggan memerinci. Yang jelas, bukti yang sudah dimiliki itu akan dijadikan bahan penyidikan berikutnya. "Itu yang kami garis bawahi. Bukti itu akan kami gunakan untuk proses penyidikan berikutnya," kata purnawirawan Polri ini. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kang Agun Hanya Mau Blakblakan di Sidang e-KTP


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler