jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy mengkritisi pemerintahan Jokowi Widodo yang langsung menggunakan senjata pemungkas dengan membubarkan organisasi kemasyarakatan (ormas).
Dalam pandangannya, ada kriteria yang harus dipenuhi pemerintah dalam membubarkan ormas sekalipun berbau radikal. Termasuk, pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang dilabeli pemerintah sebagai ormas anti-Pancasila.
BACA JUGA: Ikatan Pesantren Indonesia Minta HTI Tunduk Pemerintah
"Membubarkan ormas harus memenuhi syarat-syarat, enggak bisa sembarangan. Kalau sembarangan bisa melanggar kebebasan berkumpul," ujar Lukman di kompleks Parlemen Jakrta, Rabu (10/5).
Menurut politikus PKB yang akrab disapa LE, ada tahapan peringatan kepada ormas sebelum pemerintah memutuskan membubarkannya. Itupun harus dilakukan secara selektif dalam melihat ideologi ormasyang berkembang.
BACA JUGA: Ini Alasan Jokowi Naik Motor di Jalur Trans Papua
"Harus dipantau jangan sampai sudah terlanjur kontra produktif, sudah terlanjur radikal, baru kemudian pemerintah membubarkan," sebut LE.
Hal itu penting karena ormas-ormas yang ada pembinanya adalah pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Dia bahkan sudah memeringatkan Mendagri Tjahjo Kumolo sejak tahun lalu supaya ormas yang dinilai melenceng dibina langsung oleh pejabat Direktorat Kesatuan Bangsa (Kesbang).
BACA JUGA: Jangan-Jangan Vonis Ahok jadi Barter Pembubaran HTI
Sekarang, lanjut LE, apa yang dia khawatirkan terjadi. Namun pemerintah sudah terlambat dalam meluruskan adanya ormas yang dianggap melenceng dari ideologi negara. Dia tidak menyalahkan organisasi yang berkembang, tapi pemerintahlah yang harus bertanggung jawab.
Sebab di era keterbukaan informasi saat ini, orang bisa mengakses secara terbuka aliran apa saja, paham apa saja. Dalam kondisi itu, tugas pemerintah sebagai filter dan melakukan pembinaan melalui lembaga yang ada.
Seharusnya, langkah yang ditempuh pemerintah sejak awal mendatangi ormas yang dinilai radikal atau berbeda paham dengan negara. Ini menurutnya dilakukan oleh Malaysia. Begitu ada ormas bicara ideologi bangsa, aparat pemerintah hadir meluruskannya.
"Pemerintah kita lelet, lambat. Harusnya diantisipasi dari awal. Tanya Pak Tjahjo, saya sudah ingatkan, langsung masuk datangi ormas itu," kata politikus asal Riau ini.
Contohnya Gafatar, pemerintah lambat menangani karena baru hadir setelah mereka menguasai satu daerah dan diikuti ribuan orang. Padahal, pemerintah seharusnya sudah mendapat informasi sejak awal dan melakukan pembinaan.
"Tapi tidak dianggap, sudah membesar baru (sibuk). Kalau seperti ini kita puji Orba, Pak Harto dulu kalau ada begini-begini langsung datang," sebut mantan menteri PDT itu.
Salah satu contoh di era Soeharto adalah Lembaga Karyawan Islam (Lemkari). Begitu organisasi tersebut dianggap sesat, pemerintah langsung datang dan bertanya apakah mau terus atau ditangkap.
"Kalau mau terus ganti nama, ganti ideologi. Ya ganti dia Menjadi LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia-red). Kemudian, jadi underbow Golkar supaya dibina. Jadilah dia underbow Golkar, dibina oleh Golkar. Gitu loh. Sehingga paham kebangsaan tidak terganggu," pungkasnya.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Setya Novanto Apresiasi Pembubaran HTI, Lebih Cepat Lebih Bagus
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam