Tentang Perempuan Menemukan Tujuh Telur dan Cenderawasih

Sabtu, 21 Juni 2014 – 15:30 WIB
CANTIK DAN BERPRESTASI: Monica Witarsa membatik kain bermotif Raja Ampat di Batik Banyusumilir, Rabu (18/6). Foto: Freddy for Jawa Pos

jpnn.com - GADIS berparas cantik itu tidak berhenti menggoreskan lilin panas dari canting listriknya ke selembar kain katun putih di Batik Bayusumilir, Rabu (18/6). Sesekali dia meraba-raba kain tersebut hanya untuk memastikan cara membatiknya sudah benar. ’’Harus hati-hati dalam membatik,’’ ucap Monica Witarsa, gadis itu.

 

Tidak lama, motif batik di kain putih tersebut mulai tampak jelas. Ada bunga sepatu dan anggrek, burung cenderawasih, serta berbagai ornamen dari Papua. Hampir seluruh unsur dari Kepulauan Raja Ampat tertuang dalam motif batik karya Monica.

BACA JUGA: Dua Kali Menangi Lomba Mobil Hemat Energi

Saat itu, gadis 19 tahun tersebut sedang asyik membatik. Dia ingin segera menyelesaikan kain batik tersebut untuk diaplikasikan pada busana rancangannya. Sebab, Monica akan menggunakan busana itu dalam acara penyerahan hadiah utama desain batik Raja Ampat pada Agustus mendatang, berbarengan dengan event besar pemerintah, Sail Raja Ampat 2014.

BACA JUGA: Menahan Lapar, Tidur di Trotoar Depan Istana

Ya, Monica adalah sang jawara utama desain batik Raja Ampat yang diselenggarakan Sekretaris Kabinet Republik Indonesia pada 17 Maret. Dia bersaing bersama 583 peserta dari seluruh Indonesia dalam kategori umum.

’’Batik yang saya bikin ini desain baru. Temanya sama, Raja Ampat. Desain yang dilombakan sudah menjadi hak paten penyelenggara,’’ ujar gadis yang baru lulus dari SMK Katolik Mater Amabilis itu.

BACA JUGA: Dijemput Mobil, Bawa Baju Sisa yang Kering

Desain batik Raja Ampat merupakan karya pertama Monica. Butuh waktu sekitar seminggu untuk menentukan ide hingga membuat sketsa. Saat itu Monica tidak mendesain batik tersebut dalam selembar kain.

Namun, dia membuatnya di kertas berukuran A-4 dengan cat air. Dia pun harus berkonsultasi dengan pembimbing dari komunitas belajar membatik binaan Bayusumilir Surabaya. ’’Saya bikin sketsanya cepat sekali,’’ kelakarnya.

Desain batik yang mampu membawanya menjadi jawara pada ajang bergengsi tersebut berawal dari ide sederhana. Yaitu, tentang filosofi Kepulauan Raja Ampat. Mitos tentang seorang perempuan yang menemukan tujuh telur. Kemudian, empat butir telur tersebut menetas dan berubah menjadi seorang pangeran yang terpisah oleh pulau.

Masing-masing pangeran itu pun menjadi raja di daerah Waigeo, Salawati, Misool Timur, dan Misool Barat. Sementara itu, tiga telur lainnya berubah menjadi hantu, perempuan, dan batu. Dari situlah Monica berusaha memasukkan seluruh unsur pada kepulauan di Papua Barat. ’’Aku pelajari filosofinya lewat internet,’’ papar Monica.

Anak bungsu pasangan Andri Witarsa dan Julia Sathyawan tersebut membuat desain batiknya dengan cerita yang kuat tentang Raja Ampat. Tidak hanya tentang filosofi, dia juga memasukkan burung cenderawasih, kopi, serta bunga sepatu dan anggrek sebagai ciri khas Raja Ampat.

Bahkan, mata pencaharian warga Papua sebagai nelayan, keindahan taman laut dengan karang merah, serta ikan dan ornamen-ornamen Papua tertuang dalam desain batik tersebut. Untuk pilihan warna, Monica mengaplikasikan warna-warna cerah dari Papua. Misalnya, merah, kuning, biru, dan hijau.

Siapa disangka, ide sederhana tersebut justru membawa perempuan kelahiran 30 November 1995 itu menang. Padahal, dunia batik adalah dunia baru bagi Monica. Baru dua bulan terakhir ini dia menekuni batik. Saat ini Monica benar-benar jatuh cinta pada batik. ’’Saya hanya diinfo melalui telepon oleh panitia. Karena itu, saya masih tidak percaya,’’ ujar gadis yang hobi menggambar tersebut.

Selain mendapat hadiah Rp 25 juta dari pemerintah, karya desain batik Raja Ampat milik Monica bakal digunakan sebagai seragam pejabat pemerintahan dalam Sail Raja Ampat 2014. Ajang internasional tersebut merupakan pengenalan Kepulauan Raja Ampat kepada seluruh dunia yang diselenggarakan di Pantai Waisai Torang Cinta (WTC), Kota Waisai, Raja Ampat, Papua Barat.

Hal tersebut membuat Monica bangga. Karena itu, dia terus bersemangat untuk berkreasi, khususnya di bidang batik. Bahkan, dia ingin membuat batik lebih eksis di kalangan anak muda, baik di dalam negeri maupun luar negeri. ’’Kan masih sedikit anak muda yang memakai batik. Batik itu kan nggak kuno. Saya ingin mengubah mindset itu,’’ tegasnya.

Monica mengaku, kecintaannya pada batik berawal dari kebiasaannya melihat ornamen-ornamen batik di rumahnya. Terlebih, sang ibu merupakan penggemar batik. Hampir setiap hari orang tuanya mengenakan batik. Lambat laun, dia merasa batik memiliki nilai seni dan budaya yang sangat tinggi.

Dari situlah Monica ingin menekuni batik. Dia pun berusaha mencari wadah yang bisa menampung dirinya untuk memperdalam cara membatik. Bersama sang ibu, dia sempat ingin belajar di SMKN 12 Surabaya yang terkenal dengan kegiatan membatik. Namun, hal tersebut gagal. ’’Syaratnya saat itu harus bersekolah di sana. Nggak mungkin lah, saya kan sudah lulus. Akhirnya, pihak sekolah menyarankan ikut komunitas binaan,’’ ungkapnya.

Sementara itu, di sekolahnya, tidak ada pembelajaran membatik. Terlebih, saat itu Monica mengambil jurusan tata boga. ’’Nggak nyambung ya. Tapi, saya memang suka batik,’’ tambahnya.

Melalui komunitas belajar membatik binaan Bayusumilir, hobi Monica tersalur. April lalu dia mulai belajar nyanting, japlak, pewarnaan, hingga nyelup. Semua dipelajari dengan tekun. ’’Paling susah pewarnaan. Saya masih berusaha segera menguasainya,’’ ujarnya.

Setelah berhasil menguasai teknik membatik, Monica ingin menjadi fashion designer yang berfokus pada batik. Dia pun ingin membuat motif batik sendiri sebagai ciri khasnya.

Yaitu, motif yang unik dan mudah dipakai anak muda. Perempuan kelahiran Malang tersebut juga ingin motif batik yang dibuatnya selalu memiliki filosofi. Dengan demikian, orang yang mengenakan desain busananya bisa mengerti karakter motif tersebut.

Ya, itu sangatlah wajar. Sebab, Monica memiliki bakat di bidang fashion. Sebelumnya, dia aktif di dunia fashion designer dan beberapa kali mengikuti lomba. Salah satunya lomba Surabaya Fashion Parade dan lomba desain busana yang dihelat Arva School of Fashion. ’’Sementara ini saya ingin fokus dengan batik dulu,’’ tambahnya.

Keinginannya memperkenalkan batik kepada kalangan anak muda tersebut terinspirasi fashion designer Iwan Tirta, maestro batik Indonesia. Kiprah Iwan yang berhasil memperkenalkan batik saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) VI negara-negara Asia-Pasifik Economic Cooperation (APEC) di Indonesia pada 1994 membuat Monica kagum.

’’Saat itu, menurut cerita, Presiden Amerika Serikat Bill Clinton juga memakai batik. Batik jadi terkenal,’’ ungkapnya.

Pembimbing komunitas belajar membatik binaan Banyusumilir, Ary Widarto, menyatakan sangat senang saat ini mulai banyak generasi muda yang melirik batik sebagai hobi.

Karena itu, anggota komunitas yang bergabung tidak hanya dibina untuk bisa membatik. Mereka juga harus bisa berkreasi dan berprestasi. ’’Komunitas ini memang didedikasikan untuk mencetak prestasi anak muda di bidang batik,’’ ujarnya.

Bagi Ary, yang terpenting dalam membatik adalah membuat konsep cerita atau filosofi. Kemudian, baru desain motif. Jangan sampai terbalik. Jadi, setiap batik yang didesain memiliki cerita atau maksud tertentu.

’’Bukan hanya desain cantik, tetapi ada makna di baliknya,’’ katanya. (Septinda Ayu Pramitasari/c5/dos)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Merasakan Malam Terakhir Lokalisasi Dolly sebelum Ditutup Selamanya


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler