Ribuan Tentara Nasional Australia menyatakan ketidakpuasannya soal tawaran gaji, yang diajukan dengan Pemerintah Federal.
Tribunal Remunasi Angkatan Bersenjata Australia (DFRT) akan mempertimbangkan kesepakatan soal kenaikan gaji sebesar 1,5 persen per tahun. Tawaran ini akan berlaku selama tiga tahun ke depan. Mereka juga mempertimbangkan soal tawaran cuti.
David Jamison dari Asosiasi Kesejahteraan Angkatan Bersenjata Australia (DFWA) mengatakan tawaran kenaikan gaji tersebut berada di bawah inflasi. Mereka menilai para pasukan akan mengalami kerugian.
BACA JUGA: Pemalsuan Seni Indonesia Dibahas di Melbourne
Jamison mengatakan ribuan anggota tentara telah menentang tawaran tersebut.
"Pemerintah telah melakukan 'pemerasan', pada saat yang sama semakin banyak yang dikirim ke negara lain untuk berperang," ujar David.
BACA JUGA: Permukaan Air Laut Naik Drastis Dalam 150 Tahun Terakhir
Jamison mengatakan perlu campur tangan Perdana Menteri Tony Abbott untuk masalah ini.
"Perdana Menteri benar-benar perlu terlibat untuk memastikan bahwa mereka yang melayani bangsa diperlakukan. Terutama para veteran cacat yang membutuhkan perlakuan khusus," tambahnya.
"Berdasarkan ketentuan anggaran yang baru-baru ini diumumkan, dan melihat tawaran gaji baru, mereka ttidak mendapat perlakuan secara layak," katanya.
Pemimpin Oposisi, Bill Shorten dari Partai Buruh telah menulis surat kepada PM Abbott agar mendesak keterlibatannya, dengan alasan kenaikan tersebut di bawah tingkat inflasi, sehingga sama saja dengan pemotongan upah.
"Harus melihat gaji di Angkatan Bersenjata Federal (ADF), serta masalah pengurangan hak cuti, termasuk cuti natal," tegas Shorten.
BACA JUGA: Gempa di Laut Banda Terasa Hingga ke Kota Darwin
BACA ARTIKEL LAINNYA... Turis Medis: Bisnis Berobat ke LN yang Makin Marak