Teras: Segera Selesaikan Pembahasan RUU Masyarakat Hukum Adat

Minggu, 20 Juni 2021 – 07:25 WIB
Senator atau Anggota DPD RI dari Dapil Kalimantan Tengah Teras Narang. Foto: Humas DPD RI

jpnn.com, JAKARTA - Anggota DPD RI dari Provinsi Kalimantan Tengah Teras Narang mendorong Presiden Jokowi bersama pimpinan partai politik melalui fraksi-fraksi di DPR segera menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat (RUU MHA).

“Kami harapkan Presiden Jokowi maupun pimpinan parpol melalui fraksi-fraksi di parlemen memberi atensi lebih pada RUU MHA yang sangat mendesak ini,” kata Teras Narang dalam keterangan persnya pada Minggu (20/6).

BACA JUGA: DPD RI Ajak Pemerintah Mewaspadai Ancaman Kawasan Akibat Konflik Laut China Selatan

Teras menilai RUU MHA sebenarnya sudah dimuai pembahasan sejak periode pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, namun tak kunjung selesai.

“Ini ada indikasi tidak seriusnya negara dalam memberikan perlindungan bagi masyarakat hukum adat,” kata Teras yang juga Presiden Majelis Adat Dayak Nasional Periode 2005-2015 ini.

BACA JUGA: Fakta Mengejutkan terkait Covid-19 yang Menyerang Anak-Anak

Padahal, menurut Teras, dalam sistem sosial dan bangunan kehidupan masyarakat hukum adat itu, Pancasila hidup dan kearifannya digali oleh Presiden Soekarno untuk dijadikan sebagai dasar negara yang menjadi sumber dari segala sumber hukum negara.

“Jangan sampai kita menyebut diri Pancasila tetapi melupakan ruang sosial yang melahirkan dasar negara kita. Ini dosa kebangsaan bila mengabaikan Masyarakat Hukum Adat,” tegas Senator Teras Narang.

BACA JUGA: Teras Desak Pemerintah Selesaikan Persoalan Tata Ruang Provinsi Kalteng

Oleh karena itu, Teras menekankan pentingnya payung hukum untuk menindaklanjuti amanat konstitusi yang mengakui dan menghormati masyarakat hukum adat.

Teras menyebutkan, tidak tuntasnya RUU Masyarakat Hukum Adat ini menimbulkan tumpukan masalah atas pendekatan hukum sektoral yang selama ini dinilai merepotkan dan merugikan.

Menurut Teras, pendekatan baru terhadap masyarakat hukum adat yang sungguh berkeadilan semestinya bisa dilakukan dalam kerangka membangun perekonomian nasional.

Gubernur Kalimantan Tengah periode 2005-2015 tersebut pun mengutip UUD 1945 Pasal 33 yang menekankan prinsip perekonomian nasional.

Teras menyebut prinsip itu antara lain kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Prinsip ini dinilai erat dengan kehidupan masyarakat hukum adat yang mestinya tidak dipersulit untuk mendapatkan hak mereka dalam terlebibat membangun perekonomian nasional.

“Jangan sampai prinsip yang mengawal kemakmuran rakyat itu diabaikan. Apalagi kalau menimbulkan kesan ketidakadilan. Hari ini, konflik antara masyarakat hukum adat dan investasi marak terjadi dan ini berbahaya bila terus berlangsung. Kehadiran UU Masyarakat Hukum Adat mendesak diperlukan” ujarnya.

Teras melanjutkan bahwa pengakuan konstitusi yang diteruskan dengan aturan terkait perlindungan lewat RUU MHA mesti jadi perhatian bersama.

Parlemen dan pemerintah menurutnya jangan sampai dinilai hanya ramah pada investasi dengan produk Omnibus Law UU Cipta Kerja yang dapat lekas dituntaskan. Berbanding terbalik dengan proses penyusunan RUU MHA yang disebut sudah bertahun-tahun tak tuntas.

“Berhasilnya metode omnibus law untuk UU Cipta Kerja, semestinya malah jadi momentum baik agar parlemen dan pemerintah melakukan Langkah serupa untuk menuntaskan RUU MHA. Itulah keadilan,” tegas Teras.

Teras pun memahami bahwa ada kerisauan bahwa RUU MHA akan kontraproduktif dengan upaya meningkatkan investasi.

Sebaliknya, Teras meminta pemangku kepentingan untuk percaya dengan konstitusi dan membuat pengaturan yang berkeadilan agar baik investasi maupun perlindungan masyarakat adat dapat berjalan beriringan.

Banyak praktik di luar negeri yang disebut malah sangat Pancasilais yang bisa dijadikan rujukan menyelaraskan dua kepentingan yang berdimensi luas ini.

“Jadi harap agar RUU yang penting ini jangan hanya dijadikan alat politik pendulang suara tetapi tidak diselesaikan. Apalagi bila isinya juga tidak mencerminkan aspirasi masyarakat adat yang berharap tak lagi dipersulit dengan proses yang rumit dan tidak mencerminkan semangat pelayanan publik yang baik,” tandasnya.(fri/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Cinta Negara pada Masyarakat Hukum Adat


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler