Jumlah wanita pilot yang bekerja di penerbangan komersial di Indonesia masih bisa dihitung dengan jariDi tengah lingkungan profesi yang masih dikuasai laki-laki, mereka harus membuktikan ”keahlian” yang lebih
BACA JUGA: Istri Kedua 12 Tahun, Langsung Ditunjuk Jadi GM
IWAN UNGSI- IMAM SYAFEI, Jakarta
SEJAK masa kanak-kanak Monika Anggraeni akrab dengan pesawat terbang
”Sejak kecil saya sering diajak Bapak melihat pesawat,” kata Monik, panggilan akrabnya, saat ditemui Jawa Pos di sela-sela rehat Coffee Bean, Plaza Senayan, Jakarta.
Mungkin karena masih langkanya wanita yang jadi penerbang di Indonesia, selepas SMA Monika tidak langsung ingin merealisasikan cita-citanya
BACA JUGA: Kisah Mahasiswa Transfer Palsu Fakultas Kedokteran Undip
Dia malah mendaftarkan diri ke Teknik Sipil Universitas Trisakti”Saya keluar lalu pindah sekolah ke Juanda Flying School (JFS) di Surabaya,” katanya
BACA JUGA: Aktivitas Pialang Saham saat Tak Ada Transaksi
Setelah dua tahun di JFS (1994-1996), Monik meneruskan sekolahnya di Avindo Angkasa yang berada di areal Halim Perdana KusumahSekolah penerbang itu dilalui dengan mudahSetelah mengantongi PPL (private Pilot License) dan CPL (Commercial Pilot License), Monik juga lulus prasyarat untuk menerbangkan pesawat komersial berpenumpang yakni multi engine (untuk menerbangkan pesawat bermesin ganda) dan instrumen rating.
Namun, tantangan sekolah dan dunia kerja ternyata ibarat bumi dan langitDengan berbagai lisensi dan ijazah penerbang itu, dia pun melamar ke berbagai maskapai penerbangan nasionalNamun, tidak ada satu pun maskapai yang memanggilnya
“Saat itu saya sudah hampir putus asaMungkin menjadi pilot bukan jalan saya,” kenangnya.
Setelah dua tahun menganggur, dia kemudian kuliah lagi di Universitas TrisaktiKali ini wanita kelahiran Jakarta, 17 November 1975, itu masuk Jurusan Akuntansi. Setahun setelah merai gelar sarjana akuntasi (2002), dia bergabung menjadi tenaga keuangan di IndomobilSetelah itu, dia juga sempat bekerja sebagai staf marketing perusahaan penyewaan pesawat carteran
Booming maskapai penerbangan swasta di tanah air membuat impian untuk menjadi pilot terbuka lagiSebab, dengan banyaknya maskapai baru yang tumbuh, kebutuhan akan pilot juga ikut naik pesatPada 2004, Star Air menerima lamarannya menjadi co-pilotMonik sangat bersyukur karena hampir delapan tahun SIM pesawat komersial yang dimilikinya hanya menjadi pajangan di kamar.
Kini, empat tahun setelah menjadi pilot dengan pengalaman 2.800 jam terbang, Monik tampil modis laiknya mahasiswi ibu kota yang suka ke malRambut dicat dengan warna merah kecoklatan bak rambut tongkol jagung serta kacamata warna senada
Hanya 10 bulan berada di Star Air atau pada Juli 2005, maskapai nasional itu kesulitan pendanaan sehingga harus berhenti beroperasiWanita yang masih melajang itu bergabung dengan AirAsia
Selain pesawat Boeing 737-300 dan MD-82 yang ”dipiloti” pada awal karir, sejak September 2008 Monik terbiasa menongkrongi pesawat Airbus 320 yang dipoduksi konsorsium Eropa itu
Maskapai yang berpusat di Malaysia tersebut benar-benar memberikan kesempatan bagi Monik untuk meningkatkan kemampuannyaSetelah digembleng kembali di pusat pelatihan AirAsia di Sepang, Malaysia, Monik juga dipercaya untuk menjadi co-pilot untuk rute regional Bangkok, Malaysia, Kinabalu dan Kuching.
Dengan jadwal kerja empat hari kerja dan dua hari istirahat (off) ini, Monik mengaku mencoba untuk tetap dekat dengan keluargaDalam seminggu dia bisa terbang tiga kaliSetelah mendapatkan SIM Airbus pada April 2008, Monik kini lebih banyak melayani rute-rute dalam negeri yakni Balikpapan, Batam, Denpasar, dan Padang.
Sebagai pilot, Monik memang sibukBahkan, pada Lebaran lalu, saat mayoritas masyarakat asyik menyantap ketupat dan opor masakan khas Lebaran, dia harus merayakan Lebaran hari kedua di udara“Saya kebagian terbang ke PadangAsyik juga Lebaran di udara,” katanya.
Di tengah tudingan kurang amannya penerbangan di tanah air, Monik mengakui ada sebagian keluarganya yang khawatir dengan profesinyaNamun, soal keselamatan diri itu Monik mengaku menyerahkan sepenuhnya kepada Yang Maha Kuasa.
“Ya, paling kalau turbulensi atau cuaca buruk ya banyak-banyak membaca ayat kursiIbu (Susi Handayati, 60) juga minta (dirinya) untuk (perbanyak) tahajud karena kondisi cuaca saat ini sering tidak bersahabat,” kata waniya yang hobi renang ini.
Sebagai pilot, berbagai situasi yang tidak mengenakkan pernah dialamiMisalnya pengalaman pendaratan darurat setidaknya dua kaliMonik bangga perusahaan tempat dia bekerja memiliki standar keamanan yang cukup tinggi.
“Kalau memang tidak save, kita nggak bakal bertaruhKami memiliki standard operating procedure yang mapan,” sebut Monik yang pekan ini ditugasi perusahaannya untuk mengambil pesawat Airbus baru di Toulouse, Prancis.
Setelah cita-citnya jadi penerbang tercapai, Monik tidak berhenti bermimpiDia memiliki keinginan untuk bisa mempunyai airlines sendiri“Kalau bisa juga ingin sekolah lagiAmbil master di bidang AviationMudah-mudahan ada yang mau memberikan sponsor,” kata Monik.
Sebagai salah satu pilot wanita, Monik mengakui bahwa hingga saat ini wanita yang punya profesi sebagai pilot tetap langka di Indonesia“Mas sendiri bagaimana perasaannya kalau ibunya atau istrinya seorang pilot pesawat,” tanyanya.
Dia pernah mencoba untuk mengumpulkan pilot-pilot wanita di IndonesiaBersama rekan-rekannya, saat itu terkumpul delapan orang yang terdiri dari enam pilot pesawat komersial dan dua orang instruktur sekolah penerbanganPadahal, menurut Monik, negeri jiran Malaysia ada lebih banyak wanita yang memilih berprofesi sebagai pilot pesawat komersial.
“Kami pernah kumpul di Citos (Cilandak Town Square, Jakarta)Kalau nggak salah pada November 2007Pada awal tahun ini kembali coba kumpulin ternyata susahKarena ada yang rutenya luar negeri,” paparnya.
Layaknya, wanita-wanita yang berkumpul, pembicaraan yang dilakukan para pilot wanita pun seputar toko sepatu ataupun toko baju yang menjual model-model terbaru Tidak ada pembicaraan mengenai model-model pesawat terbaru atau kondisi maskapai penerbangan masing-masing“Ya namanya juga perempuan MasKalau yang sudah berkeluarga ya ngomongin anak-anak,” kata Monik
Monik mengakui, kondisi pilot wanita saat ini sudah jauh lebih baik dibanding sebelum krisisTerutama disebabkan maraknya bisnis maskapai penerbanganMonik sendiri belum tertarik untuk pindah maskapai lainnya, meski ditawari gaji selangit.
“Dalam pekerjaan itu, ada hal-hal lain selain uang MasLingkungan kerja yang nyaman membuat saya betah di perusahaan yang sekarang,” imbuhnya.
Meski demikian, dia mengakui banyak pilot tanah air yang memilih bekerja di maskapai asing untuk mendapatkan penghasilan lebihMonik menilai, hal itu hak masing-masing individu untuk memilih jalannya.
Soal mengapa masih membujang, Monik mengaku semata-mata karena memang belum bertemu jodoh sajaMasih soal melajang ini, dia adalah co-pilot yang sering mendapat tugas dari pilot menjadi ”duta” orang kokpit saat menjenguk ke kabin penumpangSiapa tahu bertemu laki-laki idaman di udara(el)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dinamika Suku Tengger, Antara Toleransi dan Pindah Keyakinan
Redaktur : Tim Redaksi