Mantan Menteri Sosial Juliari P. Batubara dijatuhi hukuman pidana penjara selama 12 tahun dengan denda karena "terbukti bersalah melakukan tindakan pidana korupsi secara bersama-sama" proyek pengadaan bantuan sosial COVID-19.
Vonis tersebut diumumkan hari ini (23/08) di PN Jakarta Pusat yang disiarkan langsung melalui kanal Youtube KPK RI.
BACA JUGA: Tok! Hakim Vonis Juliari Batubara Sebegini
Denda sebesar Rp500 juta juga dikenakan kepada mantan politisi PDIP itu. Juliari bisa dikenakan pidana kurungan selama enam bulan bila denda ini tidak dibayarkan.
Terdakwa Juliari juga harus membayar uang pengganti sejumlah 14 miliar 597 juta 450 ribu rupiah.
Bila tidak dibayarkan paling lama satu bulan setelah perkara, harta bendanya dapat dirampas "untuk menutupi kerugian keuangan negara".
Hukuman pidana penjara selama dua tahun dapat dijatuhkan bila harta bendanya tidak cukup untuk membayar uang pengganti.
Selain itu, hak untuk dipilih dalam jabatan publiknya juga dicabut empat tahun setelah menjalani pidana pokok.
Putusan ini diambil berdasarkan barang bukti dan keterangan dari 44 orang saksi dan dua orang ahli di pengadilan.
Akhir tahun lalu (06/12), Juliari ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan bansos sembako dalam penanganan COVID-19 yang dananya bersumber dari APBN tahun 2020.
Vonis ini sedikit lebih berat dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK beberapa waktu lalu yang menuntut Juliari dengan pidana penjara selama 11 tahun.
Hal yang sama antara vonis dan tuntutan adalah jumlah denda dan larangan dipilih dalam jabatan publik selama empat tahun usai menjalani pidana pokok.
Menurut UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ayat (1), hukuman terlama bagi tersangka kasus korupsi adalah penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun.
Sementara itu, denda bagi tersangka kasus korupsi paling sedikit adalah dua ratus juta rupiah dan paling banyak satu milyar rupiah.
"Dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan", sebagaimana tercatat pada ayat (2).
Menanggapi putusan ini, Kuasa Hukum Maqdir Ismail mewakili Juliari memutuskan untuk pikir-pikir.
"Kami sudah sempat berdiskusi sedikit dengan terdakwa. Untuk menentukan sikap kami akan coba mengambil sikap terlebih dahulu untuk pikir-pikir, Yang Mulia," katanya.
"Sehingga nanti ada kesempatan yang cukup bagi kami untuk mempelajari dan melihat kembali bunyi putusan dan alasan-alasan di dalam putusan tentang penerimaan sejumlah uang dan yang lain-lain tadi yang tadi sudah dibacakan oleh Majelis Hakim." Bantuan sosial dalam penanganan pandemi COVID-19
Sejauh ini, Kementerian Sosial RI (Kemensos) memiliki beberapa skema bantuan bagi warga di tengah pandemi.
Disebutkan Presiden Joko Widodo dalam Pidato Presiden 2021 (17/08), bantuan tersebut meliputi Program Keluarga Harapan, kartu sembako, diskon listrik, subsidi gaji, bantuan produktif usaha mikro, bantuan sosial tunai, BLT Dana Desa, dan Program Kartu Pra Kerja.
Warga dapat mendaftarkan diri untuk menerima bantuan ini melalui situs cekbansos.kemensos.go.id.
Namun, masalah seperti penundaan penyaluran sampai pungutan liar oleh pendamping semakin marak terjadi di tengah PPKM karena adanya sengkarut data bansos.
Kepada Tirto, Manajer Riset Transparency International Indonesia (TII) Wawan Suyatmiko mengatakan Kemensos sempat menahan penyaluran bansos karena masih menyesuaikan data.
Sebanyak 99.763 data penerima bantuan sosial di Jakarta ditunda karena Kemensos dan Pemprov DKI masih melakukan sinkronisasi data.
"Jika seperti ini masyarakat yang terkena dampaknya," kata Wawan kepada Tirto (03/08).
Menurut survei yang dilakukan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) tahun lalu, 82 persen penerima bansos di Jakarta menyatakan jika pemberian uang tunai adalah jenis bansos yang ideal.
"Bantuan sebaiknya tidak dalam bentuk barang, tetapi berupa tunai, cash transfer ke masing-masing rekening penerima," kata Misbakhul dari FITRA.
"Jadi data yang ada diverifikasi terlebih dahulu, kemudian ditambahkan dengan data nomor rekening, pemerintah kemudian bekerja sama dengan bank menyalurkan dana bansos ini." Bagaimana agar bansos tidak rentan dikorupsi?
Menurut Alamsyah Saragih, komisioner Ombudsman RI, skema pemberian bansos dalam bentuk konvensional harus diubah agar tidak rentan dikorupsi.
Bantuan tersebut misalnya bisa dihubungkan dengan "skema bantuan pangan non-tunai yang bekerja sama dengan perbankan atau retail lokal".
"Secara politik mungkin pengadaan barang baik, [karena] pemerintah ingin menunjukkan bahwa negara hadir.
"Tapi setelah tiga bulan pertama, menurut kami sebaiknya segera ditiadakan dan diintegrasikan ke skema elektronik," tambahnya.
"Jadi uang ditransfer dengan e-money untuk bisa digunakan untuk membeli kebutuhan pokok di retail terdekat yang sudah ditunjuk. Sesederhana itu sebenarnya."
Ia pun menuturkan bahwa modus korupsi yang menjerat Juliari Batubara sangat mungkin terjadi di kementerian mana saja.
Tidak adanya pembangunan sistem pengawasan internal yang bisa mendeteksi dini praktik korupsi menjadi salah satu sebab.
"Memang sih, pembangunan sistem memang nggak seheboh pembangunan infrastruktur. Tapi bisa menyelamatkan banyak uang negara," katanya.
Artikel ini diproduksi oleh Natasya Salim
BACA ARTIKEL LAINNYA... Juliari Batubara Layak Dipenjara Seumur Hidup, ICW Punya 4 Alasannya