Terbukti Terima Suap dari Djoko Tjandra, Brigjen Prasetijo Utomo Divonis 3 Tahun 6 Bulan Penjara

Rabu, 10 Maret 2021 – 13:35 WIB
Mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Kakorwas) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo divonis 3,5 tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan di pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (10/3) (ANTARA/Desca Lidya Natalia)

jpnn.com, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis tiga tahun dan enam bulan penjara kepada terdakwa mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Kakorwas) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo.

Majelis menyatakan Brijen Prasetijo Utomo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menerima suap USD 100 ribu dari terpidana perkara korupsi cessie Bank Bali Djoko Tjandra melalui Tommy Sumardi.

BACA JUGA: Brigjen Prasetijo Utomo Divonis Bersalah, Kapolri: Kami Tak Ragu Sikat yang Langgar Hukum

Selain hukuman penjara, majelis menghukum Brigjen Prasetijo pidana denda Rp 100 juta subsider enam bulan kurungan.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Prasetijo Utomo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan alternatif pertama,” kata Ketua Majelis Hakim Muhammad Damis di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (10/3).

BACA JUGA: Jaksa Minta Jenderal Polisi Penerima Duit Haram Djoko Tjandra Dihukum 30 Bulan Penjara

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan dan pidana denda sebesar Rp 100 juta dengan ketentuan bila denda tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 6 bulan," ucap Damis.

Vonis hakim lebih berat dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) yang meminta agar Prasetijo divonis 2,5 tahun penjara, denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.

BACA JUGA: MAKI: King Maker Kasus Djoko Tjandra tak Bisa Dijangkau Polri dan Kejagung

"Majelis hakim tidak sependapat dengan penuntut umum mengenai lamanya pidana, tuntutan penuntut umum dinilai terlalu ringan untuk dijatuhkan kepada terdakwa," kata Hakim Damis.

Majelis menyatakan terdapat sejumlah hal yang memberatkan dalam perbuatan terdakwa Prasetijo.

Menurut majelis, terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan dan pencegahan korupsi yang grafiknya menunjukkan peningkatan baik dari sisi kuantitas dan kualitas.

“Perbuatan terdakwa merusak kepercayaan publik khususnya kepada polisi," ungkap hakim.

Namun majelis hakim yang terdiri atas Muhammad Damis, Saifuddin Zuhri dan Joko Soebagyo juga mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dalam perbuatan Prasetijo.

"Terdakwa bersikap sopan, telah mengabdi sebagai anggota Polri selama 30 tahun, masih punya tanggungan keluarga, mengakui telah menerima uang meski hanya sejumlah 20 ribu dolar AS," tambah Hakim Damis.

Prasetijo terbukti melakukan perbuatan seperti dalam dakwaan pertama dari JPU Kejagung, yakni Pasal 5 Ayat 2 Juncto Pasal 5 Ayat 1 Huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana idubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Prasetijo Utomo terbukti menerima suap USD 100 ribu dari terpidana kasus korupsi "cessie" Bank Bali Djoko Tjandra melalui Tommy Sumardi agar membantu membantu proses penghapusan nama Djoko Tjandra dari daftar pencarian orang (DPO), yang dicatatkan pada sistem informasi keimigrasian (SIMKIM) Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkum dan HAM.

Padahal Djoko Tjandra adalah terpidana kasus cessie Bank Bali yang harus menjalani pidana 2 tahun penjara berdasarkan putusan Peninjauan Kembali Nomor 12 tertanggal 11 Juni 2009.

Prasetijo dinilai terbukti memerintahkan Kasubag Kejahatan Umum Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri Brigadir Junjungan Fortes untuk membuat konsep surat permohonan yang akan disampaikan ke istri Djoko Tjandra yaitu Anna Boentaran, yang ditujukan ke Kadivhubinter Polri, yang dalam suratnya Anna meminta konfirmasi "red notice" status Djoko Tjandra. Kemudian Prasetijo memberikan konsep surat tersebut kepada Tommy Sumardi.

Selanjutnya Prasetijo memberikan alamat Anna Boentaran kepada Junjungan Fortes untuk mengirim surat balasan dari Divhubinter ke Anna Boentaran.

Prasetijo pun memerintahkan Junjungan Fortes mengirim informasi terkait surat-surat yang dikeluarkan Divhubinter status red notice DPO Djoko Tjandra untuk selanjutnya disampakan ke Tommy Sumardi yang melakukan pengurusan ke Ditjen Imigrasi.

Penyerahan uang dilakukan dalam dua kali pemberian yaitu pada 27 April 2020 melalui rekan Djoko Tjandra bernama Tommy Sumardi USD 50 ribu di gedung TNCC Polri.

Selanjutnya pada 7 Mei 2020 Tommy kembali memberikan USD 50 ribu kepada Prasetijo di sekitar kantor Mabes Polri.

Namun Prasetijo hanya mengakui menerima USD 20 ribu dari Tommy.

"Terdakwa mengakui menerima 20 ribu dolar AS yang diberikan oleh Tommy Sumardi namun mengaku sama sekali tidak tahu uang tersebut untuk memeriksa status 'red notice' Djoko Tjandra dan menghapus DPO Djoko Tjandra di Imigrasi karena tidak punya kewenangan pengurusan surat Dibhubinter Polri," kata anggota Majelis Hakim Joko Soebagyo.

Terhadap pembelaan Prasetijo tersebut, majelis hakim pun menolaknya.

"Terdakwa selaku Kakorwas PPNS terbukti menerima uang dari Djoko Tjandra melalui Tommy Sumardi sebesar 100 ribu dolar AS sehingga unsur menerima pemberian terbukti dalam perbuatan terdakwa," kata anggota Majelis Hakim Joko Soebagyo.

Atas putusan itu Prasetijo langsung menyatakan menerima. "Saya menerima," kata Prasetijo. JPU Kejaksaan Agung menyatakan pikir-pikir selama 7 hari.

Prasetijo diketahui juga sudah divonis 3 tahun penjara dalam perkara pemalsuan surat, membiarkan terpidana melarikan diri dan menghalang-halangi penyidikan perkara Djoko Tjandra. (antara/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler