Terganjal hal ini, Holding BUMN Tak Bisa Dikonsolidasikan?

Kamis, 18 Januari 2018 – 13:35 WIB
Kantor Kementerian BUMN. Foto: Ricardo/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Pembentukan holding BUMN, khususnya pada sektor pertambangan yang mengalihkan saham milik pemerintah dari PT Aneka Tambang (Antam) Tbk sebesar 65 persen, PT Bukit Asam (PT BA) Tbk sebesar 65,02 persen, PT Timah Tbk sebesar 65 persen, kepada PT Inalum dikabarkan tidak bisa dikonsolidasikan.

Hal ini lantaran terkendala dengan saham istimewa pada anak usaha holding. Pemerintah tidak mengalihkan semua sahamnya dari anak holding, melainkan menyisakan sebagian kecil saham untuk mempertahankan statusnya sebagai perusahaan BUMN.

BACA JUGA: DPR: Kementerian BUMN Berpendapat Tidak ada yang Salah

Sebagaimana diketahui, setelah saham pemerintah dialihkan kepada induk holding, dalam hal ini Inalum, maka secara otomatis PT Timah, Antam dan PT BA menjadi anak perusahaan Inalum.

Jika tidak mencantumkan saham istimewa pada anak usaha holding, maka kebijakan pemerintah akan melanggar hukum karena menghilangkan tiga perusahaan BUMN dengan dijadikan swasta di bawah holding.

BACA JUGA: Semua Dianggap Bakal Selesai Dengan Pembentukan Holding BUMN

Permasalahan ini juga telah dipertanyakan oleh Wakil Ketua Komisi VI DPR Inas Nasrullah Zubir. Dia merasa pemerintah telah berbuat sewenag-wenang pada pemilik saham mayoritas, lantaran sekecil apa pun saham pemerintah pada anak perusahaan holding (saham istimewah) akan mampu mengintervensi anak perusahaan tersebut.

“Ini tentu kesewenag-wenangan, misalkan satu persen saja saham pemerintah pada anak perusahaan holding, mereka (pemerintah) bisa mengintervensi kebijakan pada anak perusahaan itu. Padahal di situ terdapat saham publik. Nah aturan itu mengacu kemana? Dalam UU tidak ada," kata Inas.

BACA JUGA: Komisi VII Usul Kewenangan Kementerian BUMN Dikurangi

Sementara Anggota Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih menyayangkan langkah holding yang terkesan terburu-buru hingga tanpa melibatkan persetujuan DPR. Begitupun rencana holding sektor migas yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat.

Mestinya kata Eni, pemerintah menunggu rampungnya pembahasan RUU migas yang sedang digodok oleh DPR, hal ini tidak lain agar tatakelola kelembagaan migas dapat diperbaiki secara holistik dan tidak terjadi kerancuan.

"Mestinya tunggu dulu penyelesaian UU, baru kemudian holding. Selain itu juga, holding perlu persetujuan DPR, meskipun niat dan tujuan holding itu baik, kalau tidak ada pengawas dari DPR, itu bahaya," tandasnya.(chi/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Holding Migas Dinilai Munculkan Banyak Masalah Baru


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler