jpnn.com, JAKARTA - Guru Besar FISIPOL UGM Prof DR Cornelis Lay meninggal dunia pada Rabu (5/8) pagi sekitar pukul 04.00 Wib di RS Panti Rapih, Yogyakarta.
Jenazah Mas Cony, panggilan akrabnya, sudah dimakamkam pada Kamis (6/8).
BACA JUGA: Prof Cornelis Lay Meninggal Dunia, Selamat Jalan, Guru
Ini sepenggal kisah Mas Cony, yang menunjukkan dia sosok yang sangat peduli kepada masalah-masalah kerakyatan. Peduli atas nasib rakyat kecil.
Tanggal persisnya sudah tidak ingat. Yang pasti 1993.
BACA JUGA: Ganjar Sangat Kehilangan Sosok Cornelis Lay, Guru yang Mengajarnya dalam Politik
Ruas Jalan di depan Gelanggang Mahasiswa UGM, Bulaksumur, Yogyakarta, hingga bundaran di depan pintu gerbang Kampus Biru itu, massa menyemut.
Massa mahasiswa, dipimpin Anies Baswedan, menggelar aksi unjuk rasa. Tentara siaga.
BACA JUGA: Sudah Cukup Alasan Bagi Jokowi Melakukan Reshuffle Kabinet
Para mahasiswa dipimpin Anies Baswedan yang saat itu Ketua Senat Mahasiswa UGM, menuntut penutupan SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah).
Oleh para mahasiswa saat itu, SDSB adalah perjudian terselubung, yang menyengsarakan rakyat.
Anies Baswedan tampak sibuk, mondar-mandir di tengah massa aksi. Situasi tampak panas.
Orasi menuntut penutupan SDSB berulang kali diteriakkan. Sembari mengecam penguasa Orde Baru.
“Anieesss, Aniessss,” teriakan itu terdengar jelas dari orang yang berdiri tak jauh dari penulis, saat itu.
Teriakan memanggil Anies Baswedan kembali disuarakan.
Yang berteriak itu adalah Cornelis Lay, saat itu masih tergolong dosen muda, yang ikut membaur di tengah massa aksi.
Saya bertanya kepada Mas Cony, mengapa memanggil Anies.
“Saya barusan dapat informasi dari Jakarta. Sudomo sudah memutuskan menutup SDSB. Baru saja,” jawab Mas Cony. (sam/jpnn)
Redaktur & Reporter : Soetomo