jpnn.com, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengapresiasi dukungan berbagai serikat buruh terhadap omnibus law RUU Cipta Kerja, sebagai upaya pemerintah dan parlemen memudahkan masuknya investasi ke Indonesia.
Dalam proses pembahasannya, pemerintah dan DPR RI juga telah melibatkan berbagai pihak. Mulai KADIN Indonesia, APINDO, HIPMI, maupun dari berbagai organisasi buruh dan pekerja.
BACA JUGA: Uniknya Sosialisasi Empat Pilar MPR di Panggung Toktan Pekanbariu
"Sehingga bisa dicapai win-win solution antara buruh dan pengusaha. Dengan demikian tidak ada yang dirugikan satu sama lain. Karena hakekat keberadaan sebuah undang-undang adalah untuk menjawab persoalan secara bersama-sama," kata Bamsoet -panggilan ketua MPR.
Hal itu disampaikannya usai menerima perwakilan buruh dari KSBSI, KSPSI, KSPN, K-SARBUMUSI, FS KAHUTINDO, dan FSP BUN, di ruang kerja ketua MPR RI, Jakarta, Selasa (25/8). Saat itu juga hadir Ketua Umum SPSI Yorrys Raweyai, DEN KSBSI Elly Silaban, DPP KSPSI Bibit Gunawan, DPP KSPN Ristadi, dan DPP K-SARBUMUSI Syaifullah Bahri.
BACA JUGA: Ketua MPR: Tolong Pertimbangkan WFH Bagi Guru, Beri Perhatian Lebih
Mantan ketua DPR RI itu juga mengapresiasi catatan yang disampaikan buruh terhadap klaster ketenagakerjaan agar dikembalikan sesuai ketentuan hukum sebelumnya.
Sebagai contoh, Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan berbagai putusan atas gugatan buruh di masa lalu terkait uji materi UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
BACA JUGA: Eks Pimpinan KPK Antusias Menanti RUU Cipta Kerja Disahkan, Ini Alasannya
Ada juga putusan MK terkait isu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), upah, pesangon, hubungan kerja, PHK, penyelesaian perselisihan hubungan industrial serta jaminan sosial. Keputusan tersebut final dan mengikat, sehingga masih layak dijadikan sebagai dasar hukum.
Sedangkan ketentuan mengenai sanksi, karena tidak pernah diajukan gugatan uji materi ke MK, jadi bisa tetap mengacu kepada UU No.13/2003.
"Kabar terbaru dari kawan-kawan di Badan Legislasi DPR RI, mereka akan mengakomodir keinginan buruh tersebut. Sehingga seharusnya sudah bisa dicapai win-win solution," tutur Bamsoet.
Menurut wakil ketua umum KADIN Indonesia ini, masalah terbesar dunia usaha bukanlah pada sektor ketenagakerjaan. Data Badan Koordinasi Penanaman Modal menunjukan hambatan terbesar investasi dunia usaha terletak pada perizinan (32,6 persen), pengadaan lahan (17,3 persen) dan regulasi/kebijakan (15,2 persen).
Di sisi lain, temuan Bank Dunia terhadap kemudahan berbisnis di suatu negara (Ease of Doing Business 2020), menempatkan Indonesia di peringkat 73 dari 190 negara dunia. Sementara di ASEAN, Indonesia berada di peringkat ke-6 dari 10 negara.
"Sebagian besar karena ego sektoral kementerian/lembaga serta tumpang tindih kewenangan bupati dan gubernur. Masalah inilah yang sedang dicarikan jalan keluarnya dalam omnibus law RUU Cipta Kerja," jelas politikus Golkar ini.
Sementara masalah ketenagakerjaan, kata Bamsoet, seharusnya tak terlalu menjadi persoalan karena sudah ada putusan MK maupun UU No.13/2003. Sehingga antara buruh dan pengusaha tak perlu ada yang merasa dirugikan atas kehadiran RUU Cipta Kerja.(ikl/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam