jpnn.com - JAKARTA - Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) menyimpulkan terjadi pelanggaran hak asasi manusia pada peristiwa penyerangan dan pembakaran rumah ibadah di Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara beberapa waktu lalu.
Menurut Ketua Tim Pemantauan dan Penyelidikan Peristiwa Tanjungbalai dari Komnas HAM Natalius Pigai, bentuk-bentuk pelanggaran yang terjadi antara lain, kebencian atas dasar ras dan etnis.
BACA JUGA: Tunggu Yah, Para Gadis Cantik Surabaya Bakal Demo demi Bu Risma
"Terjadinya distorsi informasi yang dilakukan dan disebarluaskan oleh oknum-oknum tertentu dengan tendensi kebencian terhadap etnis Tionghoa di Tanjungbalai, telah menyebabkan perusakan dan pembakaran rumah ibadah etnis Tionghoa," ujar Natalius, Kamis (11/8).
Sikap tersebut kata Natalius, tidak sejalan dengan Pasal 2,3 dan 4 UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
BACA JUGA: Tidak Cocok Masakan Arab, CJH Bawa Bumbu Dapur dan Cobek
"Pada peristiwa Tanjungbalai juga terjadi pelanggaran terhadap hak atas kepemilikan. Di mana terjadi perusakan terhadap sekitar 15 bangunan yang terdiri dari rumah ibadah dan rumah pribadi. Perbuatan tersebut tidak sejalan dengan perlindungan terhadap hak milik sebagaimana diatur dalam Pasal 36 UU Nomor 39/1999 tentang Hak Azasi Manusia," ujar Natalius.
Dari pemantauan dan penyelidikan yang dilakukan, peristiwa Tanjungbalai kata Natalius, juga menyebabkan rasa takut dan khawatir yang dialami semua pihak. Khususnya warga etnis Tionghoa di Tanjungbalai, masyarakat sekitar kejadian, maupun masyarakat pada umumnya.
BACA JUGA: Razia TKA Bocor, Dirjen Imigrasi Semprot Kadisnaker Kepri
"Untuk itu Komnas HAM meminta proses hukum yang sedang dijalankan kepolisian di wilayah Polda Sumut, tetap dilanjutkan dengan mempertimbangkan, memperhatikan dan menghormati HAM yang melekat pada tersangka," ujar Natalius.
Selain itu, Komnas HAM kata Natalius, juga meminta pemerintah pusat maupun Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Pemkot Tanjungbalai mencari tahu, serta memutus rantai komunikasi yang berorintasi pada kebencian ras, etnis dan agama.
"Komnas HAM meminta pemerintahg melakukan reintegrasi sosial antaretnis dan agama, pascaperistiwa perusakan dan pembakaran rumah ibadah di Tanjungbalai. Hal ini penting, mengingat peristiwa yang terjadi bukan yang pertama. Bahkan pernah juga terjadi pada 1979, 1989, 1998 dan yang terakhir 2016," ujar Natalius.
Menurut Natalius, proses reintegrasi sosial harus dipimpin pemerintah pusat dengan melibatkan berbagai tokoh masyarakat dan tokoh agama di Tanjungbalai.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Wakil Rakyat Pertanyakan Anggaran Pembangunan Turun Rp 126 Miliar
Redaktur : Tim Redaksi