Terkaget-kaget saat Pembukaan Pengunjung Membeludak

Minggu, 26 Oktober 2014 – 09:53 WIB
DUTA SENI: Agus Koecink (insert) dan sang istri, Jenny Lee, di Muséum d’Histoire Naturelle de Rouen, Prancis.

jpnn.com - HARI yang cerah Sabtu kemarin (25/10) benar-benar dimanfaatkan Agus Koecink dan Jenny Lee untuk quality time bersama anak-anak mereka. Pasangan seniman yang tinggal di daerah Karang Pilang tersebut sejak pagi sudah keluar untuk beribadah di wihara daerah Surabaya Pusat.

Menjelang siang, mereka mampir ke rumah makan yang tidak jauh dari situ. Tentu bersama dua buah hati tercinta, Kalinda Tara Opaline dan Namita Sekar Rouena.

BACA JUGA: Melihat Aktivitas Eks PSK dan Muncikari setelah Lokalisasi Lenyap

Bisa dilihat, nama anak kedua mengandung unsur kata Rouen, salah satu kota tua di Prancis yang baru saja mereka singgahi.

’’Ayahnya yang minta supaya dimasukkan kata Rouen, untuk kenang-kenangan,’’ ujar Jenny yang hamil Namita sepulang dari Rouen pada 2011.

BACA JUGA: Gayatri Wailissa, Hijrah ke Jakarta untuk Memburu Cita-Cita

Tahun itu adalah awal mula Agus dan Jenny mendapatkan beasiswa untuk belajar dan riset singkat di Muséum d’Histoire Naturelle de Rouen. Kelanjutannya, mereka berdua dipercaya mendesain ruang Asia di museum tersebut.

Hingga akhirnya pada 15 September, mereka berdua kembali ke Rouen untuk mengaplikasikan desain yang telah dibuat. Agus Sukamto, nama aslinya, bercerita, begitu sampai di Rouen pada 16 September, mereka langsung bekerja.

BACA JUGA: Cerita di Balik Sukses Para Pedagang Batu Bacan di Ternate

’’Langsung masuk museum. Kami melukis ruangan terlebih dahulu,’’ ucap laki-laki yang juga kepala program studi seni rupa di Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta (STKW) tersebut.

Museum itu dibagi menjadi empat tema besar. Yaitu, ruang Oceania, Asia, Amerika, dan Afrika. Namun, yang sudah rampung masih ruang Asia dan Oceania saja. Dalam ruang Asia yang lebarnya sekitar 4 meter dan panjang 7 meter itu, Agus bakal membaginya ke dalam lima tema. Yaitu, ruang pertunjukan dan ritual, ruang teater, ruang Indonesia, ruang burung, ruang senjata, dan shell room (kekayaan laut seperti terumbu karang).

’’Awalnya tidak ada ruang senjata, tapi ada perubahan. Jadi, kami berancang-ancang sebelum berangkat ke Rouen,’’ ujar Agus yang juga mengajar di Universitas Ciputra (UC) tersebut.

Dalam ruangan-ruangan itu, benda-benda yang ditampilkan tidak hanya berasal dari Indonesia. Isinya adalah benda-benda etnografi dari negara-negara di Asia, seperti Tiongkok, Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, Laos, dan Filipina.

Sekitar tiga minggu mereka melukis lima ruangan dengan tema berbeda tersebut. Gambar dalam lukisan disesuaikan dengan objek yang akan dipajang dalam ruangan. Misalnya, pada ruangan bertema pertunjukan, Agus melukiskan wayang dengan nuansa kontemporer.

Untuk ruang teater, dia melukiskan awan-awan yang terinspirasi dari batik Cirebon. ’’Batik Cirebon banyak terpengaruh desain Tiongkok. Jadi, selain rasa Indonesia, ada nuansa Tiongkok,’’ ujar laki-laki 47 tahun tersebut.

Ruang teater itu diberi beberapa objek seperti gong dari Jepang. Gong diletakkan di gambar tangan wayang sehingga menyerupai gambar tiga dimensi. Dalam pemilihan objek, Agus dan Jenny tetap dilibatkan oleh pihak museum. Menurut Jenny, mereka dilibatkan untuk memberikan rasa Asia pada museum.

Proses memilih barang juga bukan perkara mudah. Sebab, mereka berdua harus memilih di antara banyak barang etnografi.

Memang, museum tersebut mempunyai ruang khusus berisi barang-barang etnis dari negara-negara di Asia. Mulai keris, angklung, wayang, boneka Tiongkok, pedang, baju samurai, perisai perang dari Kalimantan, hingga satu pelataran tradisi masyarakat Thailand. ’’Banyak sekali barangnya dan masih bagus-bagus,’’ ucap Jenny yang juga mengajar di Universitas Ciputra (UC) tersebut.

Yang tidak terlupakan, selama proses itu Jenny dan Agus bekerja sama dengan teknisi bernama John Luc yang tidak bisa berbahasa Inggris. Setiap hari mereka bertemu untuk menyelesaikan ruangan demi ruangan. ’’Saya bisa sedikit-sedikit bahasa Prancis. Jadi, kami berkomunikasi sangat apa adanya,’’ kenangnya.

Selain melukis, Jenny dan Agus lima kali memberikan workshop kepada pengunjung museum. Tiga kali ke anak-anak. Dua kali ke orang dewasa. Untuk ke anak-anak, Jenny memberikan workshop mewarnai wayang Petruk dan Semar.

Setelah proses mewarnai selesai, Jenny memberi frame dan pengunjung bisa membawanya pulang untuk kenang-kenangan. Sedangkan untuk orang dewasa, Jenny mengajari membatik.

’’Tidak hanya proses melukis, saya ajari proses celupnya juga. Mereka senang sekali,’’ ucap perempuan 38 tahun tersebut.

Setelah proses selesai, dia juga membiarkan kain batik yang dipotong seperti scarf itu untuk dibawa pulang. Saking excited-nya warga Rouen dalam membatik, Jenny memberikan canting dan wajan wadah malam kepada mereka. Sebab, mereka bertanya terus kalau di Rouen bisa membeli perlengkapan itu di mana. ’’Untung, saya sudah menyiapkan banyak canting sehingga mereka bisa membawanya pulang,’’ ujarnya.

Jenny dan Agus mendesain ruang Asia di museum tersebut sejak pagi hingga sore setiap hari tanpa jeda. Sabtu dan Minggu pun mereka bekerja. Opening ruang Asia itu dilakukan 17 Oktober. Sebenarnya, saat itu Agus dan Jenny tidak yakin banyak yang datang. ’’Saat ngobrol dengan orang museum, mereka memperkirakan sekitar 10 orang yang datang,’’ terang Agus.

Biasanya orang-orang yang datang adalah mereka yang berasal dari undangan. Sebab, pihak museum hanya menyebar beberapa poster. Ajaibnya, pada hari H, yang datang mencapai sekitar 70 orang. Media cetak dan televisi pun datang untuk meliput. Tapi, yang paling istimewa bagi Agus dan Jenny adalah kehadiran Deputy Chief of Mission Kedutaan Besar Indonesia untuk Prancis Hari Ashariyadi.

Menurut Agus, beliau sangat surprised dan kelihatan senang sekaligus bangga kalau yang mendesain ruang Asia adalah orang Indonesia. ’’Beliau seperti blank dan speechless,’’ ujarnya.

Saat opening itu pula, Agus menyadari antusiasme warga Rouen akan hal berbau museum. Mereka menganggap, museum adalah salah satu pintu ilmu pengetahuan.

Buktinya, saat weekend, banyak sekali pasangan yang mengajak anaknya ke museum untuk mengenalkan dunia luar. Padahal, di Rouen ada sekitar 10 museum. ’’Hampir semua museum ramai, tidak ada yang sepi. Karena museumnya juga menarik,’’ paparnya.

Saat pembukaan itu juga, pihak museum yang diwakili Mathilde Denniel menyatakan sangat puas terhadap hasil desain Agus dan Jenny. ’’Untung, mereka suka. Katanya desain kami colorful, indah, dan detail,’’ kata Agus. (*/c7/dos)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Padukan Bahasa Asing, Tarian, dan Berbagai Benda


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler