jpnn.com, JAKARTA - Pengamat dan Praktisi Pendidkan Indra Charismiadji menilai, kemarahan Presiden Jokowi kepada para menterinya pada sidang cabinet 18 Juni 2020 adalah hal wajar mengingat banyak program hanya sebatas flyer.
Ini dibuktikan dengan rendahnya serapan anggaran di masing-masing kementerian, tidak terkecuali Kementerian Pendidkan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
BACA JUGA: Prof Zainuddin Puji Kebijakan Nadiem Makarim soal Uang Kuliah Tunggal
"Apa yang disampaikan Pak Jokowi benar-benar menunjukkan kekecewaan beliau terhadap timnya terutama dalam penanganan krisis akibat pandemi COVID-19 ini," kata Indra kepada JPNN.com, Kamis (2/7).
Di bidang pendidikan, lanjutnya, belum ada sama sekali kebijakan yang benar-benar mendukung proses pembangunan SDM unggul saat pandemi ini.
BACA JUGA: Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Puji Kebijakan Nadiem Makarim
"Kita harus ingat pandemi tidak pandemi program utama kabinet ini adalah pembangunan SDM Unggul," ujarnya.
Ada beberapa catatan Indra tentang kinerja Mendikbud Nadiem Makarim.
BACA JUGA: Terungkap Motif Pembakaran Mobil Via Vallen, Mungkin Anda Heran
Pertama, dari sisi akses:
1. Belum ada kebijakan yang secara langsung meningkatkan akses pembelajaran jarak jauh (PJJ), daring bagi para peserta didik/guru, misalnya. Kemendikbud punya anggaran untuk belanja peralatan komputer dan itu jumlahnya triliunan rupiah tiap tahun.
"Namun, sampai hari ini belum dibelanjakan padahal kita semua tahu bahwa kebutuhan tersebut mendesak apalagi tahun ajaran baru mulai kurang dari 2 minggu lagi, Sepertinya serapan anggaran Kemendikbud juga minim sekali," ujarnya.
2. Tidak ada koordinasi dan kolaborasi dengan kementerian lain, BUMN, pemerintah daerah, lembaga filantrofi, atau pihak swasta utk meningkatkan akses PJJ Daring
3. Apa yang terjadi dari bulan Maret sampai hari ini tidak ada evaluasinya (berapa persen siswa yang bisa belajar daring, berapa persen sekolah yang bisa melakukan pjj daring, berapa persen guru yang kena dampak ekonomi, dan sebagainya) kemudian dibuat kebijakan berdasarkan evaluasi tersebut.
Kedua, dari sisi mutu:
1. Semua orang tahu terjadi sebuah kegagapan dalam proses PJJ Daring. Guru tidak siap, orang tua bingung, murid stres.
Sejak Februari Kemendikbud sudah menganggarkan Rp 595 miliar untuk program organisasi penggerak yang sampai hari ini belum berjalan. Kabarnya baru minggu lalu disurvei satu persatu keliling Indonesia. Harusnya anggaran tersebut bisa dialokasikan untuk persiapan guru dan orang dengan mengundang para pakar pendidikan.
"Saya yakin anggarannya lebih dari cukup untuk menyiapkan para guru dan orang tua secara daring. Apalagi kalau mau ditambah anggaran pelatihan-pelatihan lain yang ada di Kemendikbud," ucapnya.
2. Kemendikbud punya tugas untuk mengubah manusia dari belum cerdas menjadi cerdas. Dari belum berkarakter menjadi berkarakter. Dari belum berakhlak mulia menjadi berakhlak mulia.
"Ironisnya Mas Menteri tidak percaya kalau manusia di Kemendikbud bisa diubah kinerjanya. Itulah mengapa kebijakan-kebijakan dibuat oleh tim beliau yang di luar struktur dibandingkan mengoptimalkan pejabat-pejabat di Kemendikbud sendiri. Jika yang di dalam Kemendikbud saja tidak dapat dibangun apakah yang di luar akan dapat dibangun," kritiknya.
Ketiga, kebijakan Mendikbud selalu mengangkat pemikiran-pemikiran Bapak Pendidikan Ki Hadjar Dewantoro, sayangnya:
1. Sebagai Mendikbud tidak memberikan contoh atau menjadi suri tauladan (Ing ngarso sung tulodo). Dengan tidak percayanya Nadiem dengan kinerja PNS Kemendikbud maka tidak diberikan contoh bagaimana proses pembangunan SDM itu dilakukan. Terlebih lagi dengan berita bahwa Nadiem lebih sering berada di luar negeri padahal yang di Indonesia saja dilarang mudik.
"Jika beliau masih menjadi CEO GoJek tentunya bebas-bebas saja beliau mau ke manapun tetapi sebagai seorang menteri tentunya beda ekspektasi dari masyarakat termasuk untuk kelahiran putrinya yang harus di luar negeri," sergahnya.
Bahkan, lanjut Indra, dengan tidak hadirnya Nadiem pada pertemuan para Menteri Pendidikan seluruh Asia Tenggara, dan hanya mengirimkan Sekjen Kemendikbud Ainun Na'im yang sepertinya tidak siap juga menjadi pembicara dalam event sebesar dan sepenting itu membuat tanda tanya besar apakah Mendikbud Indonesia adalah orang yang tepat menduduki jabatan itu.
2. Ing Madyo Mangun Karso (di tengah-tengah membangun harapan). Indra mengatakan, coba evaluasi berapa banyak Mendikbud selama 8 bulan menjabat melakukan kunjungan ke sekolah-sekolah atau kampus-kampus. Pernah tidak kunjungannya di luar Pulau Jawa? Dan, dalam kunjungan tersebut berapa lama waktu yang Nadiem habiskan untuk bercengkerama dengan para pendidik juga dengan para peserta didik.
"Sejak Maret apakah ada kunjungan tersebut. Bandingkan dengan Pak Presiden sendiri yang tidak kunjung henti melakukan kunjungan ke daerah-daerah. Kita lihat menteri lain seperti Menko PMK Muhadjir Effendy yang turun langsung ke rumah sakit, dan memberikan bantuan-bantuan kepada masyarakat. Semua itu mudah diakses beritanya," bebernya.
3. Tut Wuri Handayani. Kapan Mendikbud Nadiem memotivasi para guru, peserta didik, orang tua untuk tetap tenang dan menjalankan PJJ Daring secara efektif dan efisien?
"Yang jadi pertanyaan, apakah Mas Nadiem berpeluang di-reshuffle, tentunya ini adalah wewenang presiden seutuhnya. Jika Pak Jokowi memiliki komitmen dalam pembangunan SDM beliau harusnya sudah dapat mengevaluasi apakah sejauh ini tulang punggung program pembangunan SDM yaitu Kemendikbud sudah berjalan sesuai harapan beliau atau tidak," tuturnya.
Dia menambahkan, saat ini kalangan insan pendidikan menunggu gebrakan Jokowi. Apakah benar Jokowi rela mempertaruhkan reputasi politiknya karena mendikbud ini adalah salah satu yang dipuja-pujanya dari awal.
"Semoga Pak Jokowi dapat mengambil keputusan terbaik untuk bangsa," tutupnya. (esy/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad