jpnn.com - SAMARINDA - Ketua Asosiasi Pengusaha Batu Bara Samarinda (APBS) Eko Prayitno mengakui, bisnis batu bara kini memang mengalami kenaikan. Namun, situasi saat ini sudah terjadi banyak perubahan.
Untuk membangkitkan lagi dunia pertambangan batu bara, geliat bisnis yang baru-baru saja naik ini belum mampu.
BACA JUGA: Mana Efek Nyata Paket Kebijakan Ekonomi dari Pemerintah?
Tak seperti pada masa kejayaannya dulu, kini bisnis batu bara hanya mampu sekadar menggairahkan.
“Untuk kembali lagi bangkit, perlu biaya yang cukup besar. Bagi para pengusaha yang masih jalan namun terseok-seok, kondisi seperti ini merupakan penyegaran. Sebab, kenaikannya belum signifikan. Masih banyak pengusaha yang wait and see,” ungkap Eko, kemarin.
BACA JUGA: Wow! Sudah 90 Ribu Orang Daftar Peserta Tax Amnesty
Dia membeberkan, masih banyak pengusaha batu bara yang saat ini hendak mencoba lagi, namun terkendala perpanjangan izin usaha pertambangan (IUP).
Yakni, mereka yang dulunya sudah sempat beroperasi, namun kemudian terhenti, bahkan gulung tikar, saat geliat batu bara melemah.
BACA JUGA: LLP-KUKM dan Lion Group Gelar Kurasi Produk UKM
Seperti diketahui, pemerintah pusat sebelum ini sempat mengeluarkan kebijakan untuk memoratorium perizinan IUP pertambangan batu bara.
Moratorium tersebut berlaku untuk pemberian izin atau pembukaan lahan baru, namun IUP yang lama masih bisa diperpanjang.
Pengusaha batu bara masih bisa memperluas kegiatan penambangan selama izin dikantongi sebelum moratorium ditetapkan.
Kebijakan tersebut dibuat bersamaan dengan momen saat nilai jual dan permintaan batu bara mulai semakin tak bersahabat.
Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM sempat membeberkan datanya.
Hingga semester pertama 2016 terdapat 10.388 IUP dengan 4.023 di antaranya belum berstatus clean and clear (CnC) atau masih bermasalah.
“Jadi, dalam proses perpanjangan IUP tersebut masih terkendala dengan regulasi pemerintah. Sebab, ketika telah menutup tambang, keadaan jadi tak mudah,” ujarnya.
“Banyak karyawan yang dirumahkan, bahkan berhenti, sehingga perlu proses lagi. Dan, peralatan pertambangan yang dulu ada, juga menjadi sumber kendala. Peralatan itu sempat diambil leasing, atau dijual, akibat tak ada kegiatan,” ucap Eko. (mon/lhl/k15/jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Produk Onderdil Segmen Aftermarket Berpeluang Tumbuh Pesat
Redaktur : Tim Redaksi