jpnn.com - Setelah sukses melewati pemeriksaan Pyongyang International Airport, wartawan JAWA POS (Induk JPNN) Tomy C Gutomo dan rombongan keluar dari bandara. Mereka menuju Kota Pyongyang.
Rombongan melewati jalanan yang lengang dan lebar. Lebar ruas jalan di Pyongyang bisa menampung lebih dari sepuluh mobil.
BACA JUGA: Mendarat di Pyongyang, Jangan Coba Sembunyikan Barang Elektronik
Jalur pedestrian juga lebar. Dibagi untuk pejalan kaki dan pesepeda. Di kanan dan kiri jalan, terlihat flat-flat yang merupakan tempat tinggal warga Pyongyang.
Lalu lintas Pyongyang memang lengang hari itu. Tapi juga tidak bisa dibilang sepi. Kendaraan yang melintas di jalanan didominasi mobil buatan Tiongkok dan Eropa.
BACA JUGA: Cinta Beda Agama tak Direstui, Dokter Cantik Kabur dari Rumah
Banyak juga mobil Mercedes-Benz, BMW, dan VW di jalanan. Justru mobil Jepang tidak banyak terlihat. Masuknya mobil-mobil baru ke Korut baru terjadi pada 2013.
”Kami punya industri mobil sendiri, Pyeonghwa (Motors). Itu jointventure dengan Italia,”kata Ryu Hyonjun, tour guide lokal di Pyongyang. Pyeonghwa memiliki beberapa jenis mobil. Mulai sedan, SUV, hingga minibus.
BACA JUGA: Ketahuilah, Lompat Batu Ada Ritualnya
Bayangan bahwa Pyongyang adalah kota yang sangat kuno dan tertinggal sirna sudah. Gedung bertingkat dengan arsitektur modern juga sudah banyak di Pyongyang.
Ada satu hotel di Pyongyang yang memiliki bangunan begitu megah. Yakni, Hotel Ryugyong. Bangunan 105 lantai itu berbentuk segi tiga menjulang di antara gedung-gedung pencakar langit di sekitarnya. Mengalahkan Hotel Yanggakdo yang sebelumnya paling besar di kota berpenduduk 3 juta jiwa tersebut.
Selama tiga malam saya tinggal di Hotel Yanggakdo. Hotel bintang lima yang dilengkapi dengan kasino. Namun, interiornya sudah sedikit usang seperti Hotel Ambarrukmo Jogjakarta sebelum dipugar.
Pyongyang adalah kota monumen. Hampir di setiap sudut kota dibangun monumen. Juga, tiap monumen punya sejarah masing-masing. Mulai Party Founding Memorial Tower, Arch of Triumph, Juche Tower, hingga Monumen Reunifikasi.
Arch of Triumph, misalnya, dibangun pada1982 untuk menghormati dan memuliakan peran Presiden Kim Il-sung dalam perang melawan Jepang pada 1925–1945. ”Bangunannya memang mengadopsi Arc de Triomphe di Paris,” kata Junsapaan Ryu Hyonjun.
Patung dan gambar Kim Il-sung dan Kim Jong-il (presiden pertama dan kedua) bertebaran di berbagai tempat strategis di Pyongyang. Kakek dan ayah presiden Korut sekarang, Kim Jong-un, itu memang begitu dihargai serta dihormati di Korut.
Soal kebersihan, kita harus mengakui bahwa Pyongyang sangat bersih. Nyaris tidak ada sampah di sepanjang jalan maupun jalur pedestrian. Begitu juga Sungai Taedong yang membelah Kota Pyongyang. Rapi dan bersih.
Kebersihan, menurut Sekretaris I KBRI di Pyongyang Bambang Purwanto, murni terwujud karena kesadaran warga. Tidak ada sanksi tertentu bagi warga yang membuang sampah sembarangan.
”Mereka hanya berpikir bahwa bersih itu sehat. Kalau kotor, akan menimbulkan penyakit. Dan kalau sakit, sulit cari obatnya,” kata Bambang.
Masyarakat Pyongyang juga sangat welcome terhadap turis. Mereka juga tidak malu-malu lagi difoto. Diajak berfoto pun mau. Anak-anak juga ceria, melambaikan tangan saat bus-bus pariwisata melintas. Mereka juga tidak tegang dengan situasi politik internasional terkait dengan tuduhan uji coba nuklir.
Aturannya, turis asing harus selalu ditemani guide lokal selama berada di Korut. Namun, itu tidak mutlak. Kalau mau, turis bisa jalan sendiri. Masalahnya, tidak ada papan petunjuk selain yang berbahasa Korea. Juga, turis akan sulit menemukan warga yang bisa berbahasa Inggris. (*/c11/kim)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Merasakan Tinggal di Korea Utara, Negeri Tertutup Sahabat Indonesia
Redaktur : Tim Redaksi